Audit Ulang Dana Kampanye SBY

Untuk Klirkan Tuduhan Aliran Bank Century

Minggu, 29 November 2009 – 04:08 WIB

JAKARTA - Terus-menerus dituding dengan isu mengalirnya uang panas Bank Century ke kas kampanye SBY-Boediono saat pilpres membuat Partai Demokrat tersudutUntuk membuktikan isu itu tidak benar, mereka siap bila dana kampanye tersebut kembali diaudit.

"Demokrat secara partai dan untuk kepentingan presiden, yakni pilpres, siap diperiksa kalau memang ada aliran dana yang dituduhkan kepada Demokrat, pendukung Partai Demokrat, juga tim sukses SBY-Boediono," tutur anggota Fraksi Partai Demokrat (FPD) Achsanul Qosasih dalam diskusi Misteri Bank Century di Warung Daun, Jakarta Selatan, Sabtu (28/11).

Menurut dia, dukungan fraksinya terhadap usul hak angket Century juga bertujuan membuktikan bahwa semua tudingan itu tidak benar

BACA JUGA: Penggagas Angket Minta Restu Gus Dur

Achsanul menyebut ada empat persoalan yang menjadi target untuk ditelusuri fraksinya.

Salah satu persoalan tersebut adalah pengambilan keputusan bailout Rp 6,7 triliun
Selain itu, adakah pihak tertentu yang berkepentingan terhadap pengambilan keputusan tersebut, adakah PMS (penyertaan modal sementara) dari LPS (lembaga penjamin simpanan) ke Bank Century yang bocor, dan bagaimana tindak lanjut kasus hukum terhadap Bank Century.

Dalam mengambil keputusan mendukung angket, fraksinya memang sengaja menunggu hasil audit BPK

BACA JUGA: Dukungan PDIP Pimpin Angket Menguat

Setelah ada laporan, barulah FPD tak ragu-ragu untuk memberikan dukungan
"Jadi, kami bukan penumpang gelap

BACA JUGA: Dijanjikan Pansus Dibentuk 4 Desember

Kami menunggu busBegitu tujuan jelas, baru naik," ujar Achsanul.

Wakil ketua Komisi XI DPR itu menambahkan, fraksinya tidak akan menghalangi pemanggilan terhadap PPATK, Wapres Boediono, maupun Menkeu Sri MulyaniTapi, dia berharap desakan mundur terhadap Boediono dihentikan"Jangan dulu dibangun opini kalau Boediono nggak mundur, terus angket terkendala," papar dia.

Diskusi tersebut juga dihadiri anggota FPDIP Effendi Simbolon, mantan anggota Komisi XI Dradjad Wibowo, dan pengamat ekonomi Purbaya Yudhi SadewaEffendi mengatakan, DPR mengusung hak angket karena tidak ada iktikad baik dari pemerintah untuk membuka skandal Bank Century

Karena itu, dia meminta, khusus terkait dengan angket Century tersebut, FPD sebagai pendukung utama pemerintah tidak masuk ke pansus angket"SBY harus legawa dengan tidak menempatkan kadernya di pansus angket," ujar dia.

Kalaupun ada kadernya yang masuk, menurut dia, Demokrat tidak boleh mengambil posisi pimpinan pansusPendekatan proporsional seperti yang diatur UU No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD tidak bisa digunakan"Itu bukan masalah ketua komisi atau ketua DPR (yang dibagi berdasar asas proporsionalitas, Red)Bagaimanapun, subjektivitas dan moral hazard pasti ada," terang dia.

Dradjad mengatakan, PPATK harus berani mengungkap aliran dana CenturySebab, ada sejumlah transfer sesudah LPS mengucurkan dana ke Bank CenturyMenurut dia, PPATK bisa fokus pada transfer yang melibatkan "Dua Bravo dan Tiga Romeo"Sayang, dia tak bersedia menjelaskan istilah itu

"Dari sana, nanti ada pintu kecil," tutur Dradjad yang menolak menjelaskan lebih lanjut soal "Dua Bravo dan Tiga Romeo" tersebut"Dengan kode itu saja, yang merasa pasti deg-degan," ungkap dia.

Dradjad menambahkan, laporan audit BPK yang telah diserahkan ke DPR menemukan penyaluran PMS dari LPS sebesar Rp 2,89 triliunDana yang dikucurkan setelah 18 Desember 2008 tidak punya dasar hukumSebab, Perppu No 4 Tahun 2008 yang menjadi dasar keputusan bailout Century sudah ditolak DPR pada 18 Desember 2008.

Kalau pejabat negara mengeluarkan dana tanpa dasar hukum, imbuh dia, ada unsur pelanggaran pidana, baik pidana tipikor maupun nontipikorLebih lanjut, BPK wajib melaporkan indikasi pidana tersebut ke penegak hukum"Itu diatur UU"BPKBahkan, anggota BPK yang tidak melaporkan tindak pidana berdasar auditnya diancam pidana," tegas dia(pri/tof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketua Komisi III Dikecam Anggotanya


Redaktur : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler