Perdana Menteri Australia Scott Morrison telah menyatakan banjir besar di kawasan utara New South Wales sebagai bencana nasional sehingga memerlukan campur tangan pemerintah federal dengan pengarahan tentara untuk membantu.
Sementara itu ratusan warga asal Indonesia terkena dampak banjir di NSW dan Queensland dalam dua pekan terakhir menurut laporan KJRI di Sydney.
BACA JUGA: Politisi Australia Mengatakan Presiden Putin Tidak Akan Mundur dari Ukraina
Seorang korban banjjir asal Indonesia di Lismore mengatakan bahwa kerusakan yang dialaminya menimbulkan kerugian ratusan juta rupiah dan dia tidak memiliki asuransi untuk menanggung hal tersebut.
PM Morrison hari Rabu (9/3/2022) mengunjungi Lismore di bagian utara New South Wales salah satu daerah yang paling parah dilanda banjir, setelah sebelumnya beberapa bagian kota di negara bagian Queensland juga terkena banjir.
BACA JUGA: Rusia Langgar Kesepakatan Gencatan Senjata, Dua Juta Orang Telah Meninggalkan Ukraina
Kewenangan untuk menetapkan keadaan bencana nasional dimiliki pemerintah federal menyusul krisis kebakaran hutan di tahun 2019-2020.
Sejauh ini pemerintah federal di Canberra mendapat banyak kritik karena dinilai lambat dalam reaksi terhadap banjir.
BACA JUGA: Kehidupan Kematian COVID-19
Belum diketahui dengan pasti berapa dana yang akan dikucurkan pemerintah berkenaan dengan bantuan terhadap korban banjir namun menurut penghitungan sementara diperkirakan biaya pemulihan mencapai triliunan rupiah.
Sejauh ini negara bagian New South Wales belum menyatakan keadaan darurat, dan Menteri Utama NSW Dominic Perrottet mengatakan hari Senin bahwa masih belum perlu untuk menyatakan hal tersebut.
"Nasihat yang kami terima sejauh ini adalah belum perlu untuk menyatakan keadaan darurat dan hal ini kami diskusikan setiap hari," kata Perrottet.
"Kami percaya bahwa koordinasi yang sudah ada antara pemerintah federal dengan negara bagian dan semua instansi yang ada sudah memiliki kapasitas untuk menangani keadaan yang ada."
Namun kantor Perdana Menteri di Canberra mengatakan keadaan bencana nasional diperlukan guna memastikan seluruh bantuan diperlukan bagi korban banjir bisa dilakukan. Seniman asal Indonesia kehilangan karya seni dan alat musik
Salah seorang warga di Lismore yang memerlukan bantuan pemerintah adalah seniman asal Indonesia Aris Prabawa.
Aris sedang berada di Yogyakarta ketika dia menerima kabar bahwa rumahnya terkena banjir.
Akibatnya selain perabotan rumah tangga yang rusak, karya seni dan berbagai peralatan musik yang dimilikinya juga rusak.
"Air naik begitu cepat, di rumah ketika itu sudah berusaha menaikkan barang-barang, karena di tahun 2017 kami juga pernah mengalami banjir namun tidak diduga air akan naik setinggi kemarin," katanya kepada wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya.
Menurut Aris, kerugian akibat banjir tersebut sekurang-kurangnya keluarganya harus mengeluarkan dana lebih dari A$10 ribu (sekitar Rp100 juta) untuk memperbaiki kerusakan dan membeli barang-barang baru.
"Kami tidak memiliki asuransi dan juga asuransi mahal sekali sekitar A$12 ribu setahun. Dahulu tahun 2017 kami juga dapat bantuan dari pemerintah, ya sekarang kami masih menunggu apa yang bisa kami dapatkan," katanya lagi.
Aris meninggalkan Australia minggu lalu ke Yogyakarta karena ada pekerjaan untuk membuat patung dan meninggalkan istri, anak dan mertua perempuannya di Lismore, kota yang terletak 742 km dari ibu kota Sydney.
"Keluarga sempat mengungsi dan sekarang masih tinggal di daerah bukit di ketinggian karena rumah kami tidak layak ditinggali untuk sementara.
"Saya punya delapan gitar yang rusak karena selama dua hari terendam banjir, dan juga berbagai karya seni dan peralatan musik lain," kata Aris lagi. Warga asal Indonesia kebanjiran
Sementara itu KJRI Sydney yang memantau perkembangan mengenai banjir selama dua pekan terakhir di Queensland mengatakan bahwa sejak pekan terakhir Februari hingga awal Maret, terdapat 98 masyarakat dan mahasiswa WNI dilaporkan terdampak banjir di Brisbane.
"Seluruhnya sudah diarahkan untuk evakuasi oleh pihak yang berwenang. Dan mereka sudah mendapatkan tempat baru untuk tinggal, kembali ke tempatnya atau ditampung di rumah mahasiswa/WNI yang tidak terdampak banjir," kata keterangan KJRI.
Sementara itu, untuk banjir yang melanda Lismore, pantai timur NSW bagian utara sejak seminggu yang lalu, terdapat terdapat lima orang WNI yang terdampak.
"Mereka sudah mengungsi ke rumah WNI lainnya yang tidak terdampak banjir."
Tidak ada WNI yang meninggal akibat bencana banjir di QLD dan NSW.
KJRI Sydney telah menyampaikan 103 paket bantuan bahan makanan kepada masing-masing korban banjir di Queesnland dan NSW.
Hujan masih mengguyur beberapa wilayah New South Wales hingga hari ini, dan sejak kemarin beberapa kawasan yang tidak jauh dari ibu kota New South Wales, Sydney, juga mengalami banjir.
Pihak berwenang mengatakan curah hujan di Sydney dan sekitarnya merupakan yang paling tinggi sejak pencatatan dilakukan tahun 1859.
KJRI mengatakan telah berkomunikasi dengan komunitas Indonesia terkait banjir di wilayah pantai timur NSW selama 3 hari terakhir, termasuk Manly.
"Dapat diinformasikan bahwa hingga saat ini belum terdapat laporan mengenai WNI terdampak banjir.
"Kami akan terus memantau secara dekat perkembangan banjir dan berkomunikasi dengan para WNI."
Hari Rabu (09/03) hujan sudah mulai mereda di Sydney dan sekitarnya namun pihak berwenang mengatakan bahwa keadaan belum akan normal.
Curah hujan yang tercatat di pusat pemantauan di Observatory Hill di Sydney CBD mencatat 822 milimeter hujan sejauh ini.
Itu sama dengan 70 persen keseluruhan hujan dalam setahun dan biasanya baru akan dicapai pada bulan Agustus.
Dean Narramore dari Biro Meteorologi (BOM) mengatakan sejak 1 Januari, curah hujan di Sydney mencapai 872 mm.
"Ini adalah awal paling basah di Sydney sepanjang sejarah. Beberapa bulan lalu juga kita mengalamai curah hujan tinggi namun masih jauh dari angka tertinggi sebelumnya, tetapi sekarang curah hujan sudah mencapai hampir 1 meter," kata Narramore.
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Konflik Memanas Setelah Presiden Putin Blokir Media di Rusia