Awal Mula Warga Muslim Ada di Sana

Minggu, 03 Juli 2016 – 00:09 WIB
Warga dusun Kauman saat melakukan aktivitas berbuka bersama di masjid Jamik As-Shalihin sesaat sebelum menjalankan shalat Maghrib. Foto: Zulfika Rahman/ Jawa Pos Radar Bali/JPNN.com

jpnn.com - PULAU Seribu Pura. Julukan ini karena memang sebagian besar warga Bali pemeluk Hindu. Namun di pulau yang indah dan eksotis dengan kekayan alam laut ini, banyak dijumpai perkampungan muslim yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Mereka hidup dengan sangat harmonis.

ZULFIKA RAHMAN, Seririt

BACA JUGA: Sempat Menangis, Hamsad Rangkuti Berupaya Melepas Jarum Infus

Banjar Kauman, Desa Pengastulan Kecamatan Seririt Buleleng ini terletak di pinggiran pantai Pengastulan yang berlokasi di Bali Utara. Alunan suara tadarus mengalum indah, terdengar di salah satu Jamik As-Shalihin, satu dari dari tiga masjid di dusun tersebut.

Suasana islami sangat kental di kampung yang terdiri dari 400 kepala keluarga ini. Sementara itu, di salah satu masjid lainnya, terdapat puluhan anak-anak tampak mengikuti kegiatan pondok Ramadhan.

BACA JUGA: Sepak Bola Gajah Terheboh, Persipura Menang 12-0 atas Persebaya

Para pemuda setempat yang menggulirkan berbagai kegiatan keagamaan selama sebulan penuh.

Wartawan Radar Bali (Jawa Pos Group) menemui salah satu tokoh Dusun Kauman untuk sekedar bercerita sejarah keberadaan dusun tersebut. 

BACA JUGA: Di Sini, Senjata dan Narkoba Sudah Digaris Merah

Haji Abdul Hakim, yang merupakan sesepuh masyarakat setempat, mengaku tidak bisa berbicara secara detail terkait sejarah keberadaan dusun itu. 

Hanya saja, dia mengaku ada cerita secara turun temurun bahwa warga di dusun Kauman ini merupakan keturunan Bugis. Keyakinan itu muncul dari adanya kue khas Ramadhan yakni apon-apon yang sama ditemukan di Makassar saat ia bertandang ke kota tersebut. 

“Namanya sama, bentuknya sama, dan kue itu kue khas di dusun kami hanya ditemui saat bulan puasa. Dan dijadikan sebagai kue pembuka,” ujarnya memulai obrolan.

Dulunya dusun tersebut masih dalam status desa. Desa Pengastulan sendiri itu awalnya terdiri dari dua desa yakni desa Pengastulan Bali dan Desa Pengastulan Islam. Menariknya, untuk tata kelola pemerintahan desa pun dijalankan oleh dua kepala desa satu Hindu dan satunya lagi muslim. 

Namun lantaran adanya aturan pemerintah di tahun 1961 yang mengatur jika kepala desa hanya boleh satu orang, akhirnya antara desa Pengastulan muslim dan hindu pun di lebur menjadi satu. 

“Saat itu lah desa Pengastulan ini di bagi menjadi empat dusun, anataranya dusun Purwa, Pala, Sari dan untuk lingkungan muslim diberi nama dusun Kamuman sebagai identitas warga muslim,” terangnya.

Keberadaan warga muslim di Pengastulan ini berawal dari permintaan raja Panji Sakti di tahun 1683 saat meminpin kerajaan Buleleng. Saat itu, untuk mengembangan sektor perekonomian, raja Panji Sakti membawa beberapa pedagang asal Bugis ini untuk berjualan dan menetap di Pinggiran Pantai Pengastulan. 

Sehingga seiring berjalannya waktu, orang-orang Bugis ini pun dijadikan sebagai pasukan untuk memperkuat kekuatan kerajaan Buleleng dalam mengahadapi serangan musuh. 

“Dari sanalah awal mulanya warga muslim di sini ada. Dan akhirnya hingga saat ini menetap dan membaur menjadi warga Bali yang beragama Islam dan juga berbahasa Bali,” papar haji Hakim.

Apakah ada tokoh yang dianggap berjasa dan dikenang oleh masyarakat Kauman hingga saat ini? Haji Hakim menjawab ada. Namun hingga saat ini warga dusun Kauman tidak mengetahui nama tokoh tersebut. 

Di komplek kuburan dusun Kauman ini terdapat salah satu kuburan keramat yang diduga merupakan nenek moyang warga muslim di Desa Pengastulan. 

“Walaupun kami tidak mengenal siapa namanya, namun kami yakin beliau adalah orang yang sangat berjasa. Dan makamnya selalu ramai dikunjungi warga jika ada yang memiliki hajat, dan puncaknya ziarahnya saat menjelang puasa,” tuturnya.

Tradisi dan aktivitas warga Dusun Kamuman selama menjalankan ibadah puasa hampir sama dengan beberapa tempat di pemukiman muslim lainnya. 

Antara lain tadarus, buka bersama di Masjid, shalat tarawih. Meski berada di tengah masyarakat yang mayoritas beragama Hindu, namun hal ini tidak muncul masalah apa pun. Ini karena hubungan antarumat beragama terjalin harmonis. 

Rasa toleransi umat Hindu terhadap warga muslim di Dusnu Kauman sangat baik. “Biasanya kalau H- 1 hari raya Galungan itu, saudara Hindu memberi bingkisan kepada warga muslim di sini. Begitupun kami, H+ 1 kami juga member bingkisan kepada saudara Hindu. Dan itu sudah menjadi tradisi rutin,” pungkasnya. (*/sam/jpnn) 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Panjatlah Tebing Batu dan Dapatilah Air Terjun Eksotis


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler