Awas! Gejolak Ekonomi Global Merembet Jadi Bumerang untuk RI

Selasa, 23 November 2021 – 16:49 WIB
Pemerintah diminta mengambil langkah untuk mereduksi dampak gejolak ekonomi global terhadap Indonesia. Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan pemerintah harus mengambil langkah untuk mereduksi dampak gejolak ekonomi global terhadap Indonesia.

Menurut dia, gejolak ekonomi global dimulai dari krisis energi yang terjadi di China, kemudian krisis logistik di seluruh dunia.

BACA JUGA: OJK Kabarkan Sederet Fakta Tak Enak soal Ekonomi Global 2022

Pasalnya, China dan Amerika Serikat merupakan mitra dagang strategis bagi Indonesia.

"Porsi ekspornya mencapai 34,6 persen dari total ekspor non migas. Setiap ada gangguan dalam rantai pasok mengakibatkan risiko turunnya volume ekspor," ungkap Bhima kepada JPNN.com di Jakarta, Selasa (23/11).

BACA JUGA: OJK Optimistis Pemulihan Ekonomi Global Berlanjut

Bhima menyebut saat ini memang ada momentum harga komoditas booming. Namun, di sisi lain jika ekspor terhambat maka dampak tren ekspor komoditas tak akan optimal.

"Dari sisi impor (krisis enegeri, red) lebih berbahaya lagi karena beberapa bahan baku industri di dalam negeri bergantung dari impor China dan ada risiko pelemahan rupiah karena tapering The Fed," ungkap dia.

BACA JUGA: Isu Inflasi AS Diprediksi Menghantui Rupiah Hari Ini

Bhima menjelaskan secara akumulasi, mahalnya biaya impor akan diteruskan oleh pelaku industri ke konsumen akhir.

Ini berakibat pada inflasi karena naiknya harga barang-barang impor baik karena pelemahan nilai tukar maupun faktor kelangkaan barang di negara asalnya.

Dia menilai inflasi yang terlalu tinggi tentu tidak diharapkan saat terjadi pemulihan ekonomi.

"Inflasi sebesar 4-4,5 persen pada 2022 mungkin jadi momok terbesar bagi hambatan pulihnya daya beli terutama kelas menengah ke bawah," ujar dia.

Oleh karena itu, Bhima menyebut pemerintah perlu melakukan sejumlah langkah.

Pertama, segera amankan pasokan dengan mencari sumber bahan baku alternatif.

"Beberapa bahan baku yang bisa diperoleh dari negara selain China bisa dimanfatkan, atau substitusi impor bahan baku dalam negeri yang didorong," bebernya.

Kedua, lanjut Bhima, memastikan pelabuhan logistik di dalam negeri tidak mengalami kekurangan tenaga kerja seperti yang terjadi di AS.

"Insentif ke sektor pelabuhan harus diberikan untuk memperlancar arus distribusi barang," ungkapnya.

Kemudian, kata Bhima, ketiga, menjaga nilai tukar rupiah tetap stabil dengan berbagai intervensi moneter dan fiskal.

"BI selain menaikkan suku bunga acuan, bisa mendorong lebih banyak Devisa Hasil Ekspor dikonversi ke rupiah," katanya.

Keempat, Bhima menyebut pemerintah bisa memastikan penanganan covid19 tetap on track khususnya mengantisipasi gelombang ketiga.

Penanganan Covid-19 akan menentukan ekspektasi konsumen terhadap pemulihan ekonomi sepanjang 2022.

"Kelima, menambah subsidi energi khususnya BBM, tarif listrik dan Elpiji 3 kilogram, sehingga shock dari faktor eksternal tidak berdampak pada naiknya angka kemiskinan," tegas Bhima.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebut pemerintah mewaspadai inflasi yang terjadi di negara-negara maju.

Menurutnya, negara maju akan berupaya mengerem inflasi yang berdampak pada melambatnya ekonomi.

"Mengerem ekonomi melalui kebijakan terutama kebijakan moneter yang akan berujung ke kenaikan suku bunga. Ini yang harus diwaspadai karena ini dampaknya ke seluruh dunia," kata Sri Mulyani dalam Live Kongres AAIPI Tahun 2021 secara virtual, Selasa (23/11). (mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler