jpnn.com, JAKARTA - Kejahatan yang menyasar nasabah perbankan semakin marak di seluruh dunia.
Salah satu caranya adalah mencuri data nasabah lewat telepon seluler (ponsel) yang terinfeksi malware.
BACA JUGA: Yuk! Cari Drone Keren di Sini
Pakar keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan, malware bisa mengambil data bahkan memodifikasi proses finansial di ponsel pintar.
Baik itu lewat pesan singkat banking, mobile banking dan internet banking.
BACA JUGA: Tika Bisono Sarankan Orang Tua Paham Gadget
Menurut dia, kemungkinan malware menyerang ponsel pintar bertambah besar di tanah air karena maraknya peredaran ponsel pintar black market (BM) atau pasar gelap khususnya android.
Hal ini terjadi karena beberapa tipe ponsel laris tidak masuk ke tanah air, terbentur oleh regulasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian.
BACA JUGA: Menpar Perkenalkan Metode 3V dan 3P
Pratama menilai banyaknya ponsel pintar 4G black market sebenarnya sangat membahayakan konsumen, meski dijual dengan harga relatif lebih murah.
Terutama terkait keamanan pada operating system-nya, khususnya android yang punya kemungkinan telah dimodifikasi pihak ketiga.
“Kita tahu bersama android ini sistem yang terbuka, siapa pun sebenarnya bisa memodifikasi OS bawaan dengan berbagai macam tujuan. Bila ada malware yang disisipkan ini sangat berbahaya, karena jelas akan merugikan konsumen tanah air,” kata Pratama, Selasa (28/3).
Pratama menambahkan ponsel pintar BM terutama dengan OS Android seharusnya membawa OS Stock bukan OS distributor atau pihak ketiga.
OS Stock adalah OS android resmi bawaan dari produsen, sehingga bisa dibilang aman.
Sedangkan OS distributor sering disebut dengan OS abal-abal, karena biasanya tidak stabil dan sering dituduh menyertakan malware untuk kepentingan iklan.
“Ponsel BM ini kalau kita lihat di pasaran banyak juga memakai OS abal-abal. Jelas ini memperbesar kemungkinan data kita dicuri. Apalagi bila kita melakukan transaksi keuangan lewat ponsel, besar kemungkinan data diambil dan proses transaksi diubah,” jelas chairman lembaga riset keamanan siber Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) ini.
Selain itu, lanjut dia, keberadaan malware bawaan ini mengakibatkan adanya spam iklan, juga membuat baterai dan penggunaan data lebih boros.
Namun, kata Pratama paling berbahaya adalah malware tersebut bisa mengumpulkan data pengguna, terutama aktivitas perbankan yang menggunakan SMS dan internet banking.
“Sebaiknya pemerintah tegas, karena selain membahayakan masyarakat Indonesia sebagai konsumen, ponsel BM ini juga membuat negara kehilangan pajak cukup besar,” kata mantan pejabat Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) ini.
Dia menilai penggunaan ponsel pintar BM dalam jumlah besar bisa ikut meningkatkan jumlah fraud dalam transaksi perbankan.
"Meski saat ini masih sangat kecil, tapi sebaiknya pemerintah mulai memberikan perhatian lebih serius," tuntasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ayo Laporkan Konten Negatif Medsos, Begini Caranya
Redaktur & Reporter : Boy