Awas! PPN Sembako Bisa Berakibat Fatal

Rabu, 09 Juni 2021 – 20:31 WIB
Rencana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok atau sembako bisa mengancam ketahanan pangan. Ilustrasi: respublica

jpnn.com, JAKARTA - Rencana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok atau sembako bisa mengancam ketahanan pangan.

Hal itu diutarakan oleh peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felilppa Ann Amanta.

BACA JUGA: Sembako Bakal Kena PPN, Kamrussamad: Saya akan Menolak

"Terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah," kata Felippa Ann Amanta dalam rilis di Jakarta, Rabu (9/6).

Menurut Felilppa lebih dari sepertiga masyarakat Indonesia tidak mampu membeli makanan yang bernutrisi, karena harga pangan yang mahal.

BACA JUGA: Kritik Rencana Pemerintah Kenakan PPN Buat Sembako, Mufti Anam: Itu Memukul Pemulihan Ekonomi

Dia menyebut penambahan PPN justru akan mengerek harga dan memperparah situasi, terlebih saat pandemi ketika pendapatan masyarakat berkurang.

"Pangan berkontribusi besar pada pengeluaran rumah tangga dan bagi masyarakat berpendapatan rendah, belanja kebutuhan pangan bisa mencapai sekitar 56 persen dari pengeluaran rumah tangga mereka," paparnya.

BACA JUGA: Insentif PPnBM dan PPN Jadi Strategi Andalan Airlangga Hartarto

Dia menilai pengenaan PPN sembako akan memberatkan karena transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).

"Akhirnya akan dibebankan pengusaha kepada konsumen," kata Felilppa.

Felilppa mengingatkan berdasarkan Economist Intelligence Unit's Global Food Security Index ketahanan pangan Indonesia sendiri berada di peringkat 65 dari 113 negara.

Salah satu faktor di balik rendahnya peringkat ketahanan pangan Indonesia ini ialah masalah keterjangkauan.

Keterjangkauan pangan yang menurun dengan sendirinya akan mendorong lebih banyak lagi masyarakat berpenghasilan rendah ke bawah garis kemiskinan.

"Secara lebih umum lagi kenaikan harga akan mendorong inflasi dan mengurangi daya beli masyarakat. Dengan daya beli yang menurun, masyarakat akan mengurangi belanja," bebernya.

Hal itu dianggap kontradiktif dengan upaya pemulihan ekonomi yang dilakukan saat ini.

Belanja rumah tangga bersama konsumsi pemerintah, merupakan komponen pertumbuhan ekonomi yang dapat didorong dalam jangka pendek untuk memulihkan perekonomian nasional.

Sejumlah media memberitakan tentang revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

"Revisi tersebut akan mencakup penghapusan sejumlah barang kebutuhan pokok dari kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN," tegasnya. (mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler