Azwar Bunuh Diri Diduga Malu

Senin, 28 April 2014 – 07:12 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Langkah nekat yang dilakukan tersangka kasus pelecehan seksual terhadap siswa TK Jakarta International School (JIS) Azwar yang bunuh diri di toilet Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu menimbulkan banyak dugaan. Mabes Polri menduga bahwa Azwar nekat mengakhiri hidupnya karena "diduga karena malu dengan perbuatannya.

Kadiv Humas Mabes Polri Irjenpol Ronny F. Sompie mengatakan bahwa dugaan tersebut berdasarkan pengalaman dari berbagai kasus bunuh diri yang pernah ditangani anggotanya. "Saya berasumsi kalu bunuh diri dengan menggunakan zat kimia, secara psikologis kita bisa mengira yang bersangkutan merasa tertekan atau bisa juga malu," kata Ronny di Jakarta, kemarin (27/4).

BACA JUGA: Dibully Senior, Lapor Itjen Kemendikbud

Tidak hanya itu, Ronny juga menduga bahwa tersangka Azwar mengalami ketekutan dengan ancaman pidana yang tinggi sebagai konsekuensi dari tindakannya, yakni 15 tahun penjara.

"Selain itu, dia statusnya adalah ditangkap petugas karena melarikan diri, jadi bukan dipanggil atau datang sendiri," ujar Ronny.

BACA JUGA: Masuk Septic Tank, Bocah 1,8 Tahun Kritis

Dia melanjutkan bahwa tekanan psikologis yang dialami Azwar hingga nekat bunuh diri tersebut, menurutnya dipengaruhi oleh pemberitaan berbagai media massa yang menyudutkan dirinya. "Mungkin ini juga terkait dengan pemberitaan secara masif di bernagai media yang menganggap tersangka sebagai predator anak-anak. Itu juga bisa membuat tersangka merasa tertekan," ujar dia.

Kondisi demikian, menurutnya tidak seharusnya terjadi. Dia menghimbau agar media untuk tidak menyudutkan pelaku tindak pidana pelecehan seksual hingga menghancurkan psikologisnya. Selain itu, para tersangka tindak pidana pelecehan seksual seperti sodomi atau pedofilia juga perlu memperoleh terapi penyembuhan.

BACA JUGA: Takut Diculik dan Perkosa, Siswi SMA Loncat dari Angkot

"Menurut saya, perlu semacam healing trauma kepada tersangka oleh ahli psikologis. Dan perlu dicari tahu apakah mereka juga pernah menjadi korban pelecehan seksual serupa oleh orang lain jauh sebelum hal ini terjadi. Apakah juga dampak dari pelecehan tersebut menular," terang dia.

Dia juga menambahkan bahwa kasus bunuh diri Azwar mirip dengan kasus bunuh diri buronan FBI terkait kasus serupa di JIS, William James Vahey. "Ini juga mirip kasus bunuh diri dari buronan FBI. Ini juga kemungkinan dipengaruhi oleh pemberitaan yang masif sehingga mempengaruhi psikologisnya," imbuhnya.

Sementara itu, dia juga menyayangkan sikap pihak keluarga tersangka Azwar yang menolak untuk dilakukan otopsi terhadap jasad Azwar. "Itu akan menyulitkan Polri untuk mengungkap secara jelas penyebab kematian tersangka kalau korban ini bunuh diri," sesalnya.

Penolakan dari pihak keluarga tersebut, menurutnya justru dapat mengundang kecurigaan dirinya. Dirinya mencium adanya pengaruh dari pihak lain yang berkepentingan yang memaksa pihak keluarga Azwar untuk menolak dilakukan otopsi kepada jenasahnya.

"Kalau ada penolakan dari keluarga tersbut, saya malah curiga apakah ada pihak yang menyuruh atau meaksa pihak keluarga tersangka untuk tidak memberikan ijin melakukan otopsi tersebut," tuturnya.
"
Namun ketika ditanya apakah kecurigaan dirinya tersebut menyasar ke pihak JIS, dia enggan berterus terang. "Saya tidak tahu. Artinya keluarga korban ini didampingi pengacara bisa bergandengan tangan untuk mengungkapkan kematian yang bersangkutan. Karena kalau sudah meninggal kasusnya berhenti," tutupnya.

Dihubungi terpisah, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta pihak kepolisian tidak lalai untuk kedua kalinya dalam mengawasi para tersangka kasus kekerasan seksual JIS. Sebab, dugaan bunuh diri yang dilakukan Azwar dinilai akan berdampak pada kawanan tersangka lainnya.

Komisioner Kompolnas Hamidah Abdurahman mengatakan, peristiwa tersebut sangat disayangkan terjadi. Sebab, Azwar mungkin saja menjadi saksi kunci atas sejumlah kasus yang terjadi di JIS.

Bunuh diri yang dilakukannya, bukan hanya soal malu, ia menduga karena tekanan. "Sekarang polisi harus lebih cermat dan intensif dalam menggali informasi dari tersangka lainnya. Dan jangan kembali lalai," kata Hamidah.

Dia menambahkan, kasus bunuh diri tersangka Azwar sebenarnya patut dipertanyakan. Sebab, bagaimana petugas yang mengawal ia ke kamar mandi, justru sampai kecolongan.

Polda seharusnya tidak boleh menempatkan cairan pembersih lantai kamar mandi di sembarang tempat. Apalagi, lanjutnya, kejahatan yang terjadi di JIS dianggap sebagai kriminalitas yang melibatkan banyak pihak.

Bahkan dia menerangkan bahwa orang dalam seperti guru juga harus dicurigai. Alasannya, bunuh diri yang dilakukan Azwar dinilai bukan soal malu atau takut atas ancaman hukum, tapi tekanan.

"Dia ini bunuh diri mungkin karena banyaknya tekanan. Kalau sampai dia buka mulut, maka ada kekhawatiran lain yang dirasa," ujar dia.

Menurutnya, kejahatan kecil yang terjadi di JIS, akan menjadi pintu masuk terkuaknya kriminalitas di dalam sekolah itu sendiri. Lembaga pendidikan bertaraf internasional itu juga diminta membuka diri bila ada keterangan saksi yang mengarah ke oknum internal sekolah.

Hamidah meminta polisi tidak ragu dalam mengambil sikap. Meski mereka warga negara asing, selama berdomisili di Indonesia, tetap harus patuh pada hukum. "Sebab tidak menutup kemungkinan, ada dugaan pola kejahatan yang akan mengungkap banyak tersangka lain," pungkas dia. (dod)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Lima Polisi Rampok 13 Kg Emas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler