jpnn.com - JAKARTA - Badan Buruh dan Pekerja Pemuda Pancasila (B2P3) mendesak pemerintah segera mencabut Undang-Undang Cipta Kerja.
B2P3 menilai langkah tersebut penting untuk menyelamatkan masa depan bangsa.
BACA JUGA: Semarak Ramadan, Vera Febyanthy Berbagi 20 Ribu Paket Sembako untuk Masyarakat di Dapil VII Jabar
"Sudah jelas UU Omnibus Law tidak menguntungkan untuk mengurangi pengangguran, meningkatkan kesejahteraan buruh, dan mengurangi kemiskinan," ujar Ketua Umum B2P3 Jamaludin Suryohadikusumo dalam keterangannya, dipublikasikan Senin (1/5).
Jamal lantas mengutip data BPS Agustus 2022 yang menunjukkan angka pengangguran mencapai 5,86 persen atau 8,42 juta.
BACA JUGA: Omnibus Law dan Politik Belah Bambu
Jumlah tersebut lebih tinggi dibanding Februari 2022 yang mencapai 8,40 juta.
Data lain, Apindo menyebut jumlah karyawan yang terkena PHK pada 2022 mencapai 1 juta jiwa.
BACA JUGA: Menjaga Akuntabilitas, BPKH dan DPR Menggelar Sosialisasi Pengawasan Keuangan Haji
Dia juga mengutip jumlah orang miskin versi BPS yang mencapai 26,36 juta orang pada September 2022, meningkat 0,20 juta orang dibanding Februari 2022.
"Ini artinya masalah ketenagakerjaan dan kemiskinan sudah sangat membahayakan sehingga diperlukan tindakan luar biasa untuk menyelamatkan bangsa," ucapnya.
Menurut Jamal, UU Cipta Kerja semula diharapkan menjadi obat untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan dan kemiskinan.
Namun, jumlah pengangguran dan orang miskin justru malah makin meningkat.
"UU Omnibus Law ini justru membuat pengusaha gampang melakukan PHK, menahan laju pertumbuhan gaji buruh dan tidak ada kewajiban menambah jumlah buruh," katanya.
Dia juga tidak melihat investasi, khususnya manufaktur bertumbuh karena UU Omnibus Law.
Menurut Jamal, investasi yang tumbuh kemungkinan hanya dalam bentuk virtual atau portofolio, sehingga tidak berdampak dalam mengurangi pengangguran, apalagi mengurangi jumlah orang miskin.
Karena itu Jamal mendesak pemerintah mencabut UU Cipta Kerja, untuk menahan laju PHK dan orang-orang yang ekonominya terjun bebas karena menjadi korban PHK.
Jamal juga menyoroti lambannya proses pengesahan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) di DPR.
Dia meyakini undang-undang ini bisa menjadi salah satu jalan mengatasi tingginya kasus kekerasan terhadap PRT di dalam negeri dan bisa sebagai alat tawar terhadap perlindungan pekerja migran sektor PRT di luar negeri.
"Kami juga mendorong akses pembiayaan bagi calon pekerja migran Indonesia agar bisa bekerja di luar negeri."
"Kami berharap bisa menjadi alternatif pilihan tatkala sempitnya lapangan kerja di dalam negeri dan semoga penempatan PMI ke luar negeri bisa dijadikan sebagai program strategis nasional," katanya.
Jamal mengajak seluruh elite bangsa bersatu melakukan langkah bijak mendesak pemerintah dan DPR mencabut UU Cipta Kerja dan segera menerbitkan UU PPRT, demi menyelamatkan masa depan bangsa.
"Please, semua elite bangsa, ayo berpikir jernih menyelamatkan masa depan bangsa dengan melakukan langkah apa pun untuk mencabut UU Omnibus Law," kata Jamaludin. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Diah Pitaloka Bereaksi Keras Terhadap Aksi Warga Persekusi Wanita di Sumbar
Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang