Baby Rivona, Pengidap HIV/AIDS yang Getol Berjuang Semangati Teman Senasib

Lega, Anak Tak Tertular meski Suami Positif

Jumat, 28 Oktober 2011 – 00:08 WIB
PENGABDIAN: Baby Rivona, aktivis dari Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) saat ditemui di kantornya di Menara Topas, Jakarta Pusat. Foto: Thomas Kukuh/Jawa Pos

Masa lalu yang kelam membuat Baby Rivona terjangkit HIV/AIDSNamun, itu tak membuat dirinya putus asa

BACA JUGA: Kisah Para Pemain Asing yang Kini Resmi Menjadi WNI

Dia tetap menjalani hidupnya dengan semangat
Dia menikah dengan sesama pengidap HIV dan punya anak

BACA JUGA: Cara Manchester United Menciptakan Demam MU di Luar Arena Pertandingan

Tapi, berkat upayanya yang gigih, tak satu pun anaknya tertular.
 
 AGUNG P
- THOMAS K., Jakarta
 
PENAMPILAN Baby tidak seperti mereka yang sedang sakit serius

BACA JUGA: Mentari Baumann, Caleg Termuda di Pemilu Swiss yang Keturunan Indonesia

Pembawaannya riang, ceria, bahkan sering melontarkan guyonanRambutnya disemir semu cokelat dengan beberapa gelang dari anyaman tali di pergelangan tangan kananIbu dua anak tersebut tak terlihat sedang menanggung penyakit berat yang bisa melumpuhkan sistem kekebalan tubuh itu
 
"Saya ingin memberikan pemahaman bahwa HIV/AIDS tidak akan pernah mencuri semangat hidup kita," kata Baby saat ditemui di Sekretariat Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) di Menara Topas, Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, kemarin (26/10).
 
Ruangan IPPI lumayan mungilSeukuran 4 x 4 meter persegiTapi, ruangan mungil itu tak membuat kiprah organisasi yang didirikan Baby tersebut menjadi terbatasDia memiliki jaringan aktivis HIV/AIDS dari berbagai pelosok daerahBahkan, sebelum IPPI, dia mendirikan Permata (Perempuan Medan Tegar) untuk ODHA (orang dengan HIV/AIDS) di kawasan Sumatera Utara.
 
Selain aktif memberikan sosialisasi agar masyarakat tidak paranoid dengan HIV/AIDS, Baby getol menyosialisasikan bahwa para ODHA juga bisa memiliki anak yang negatif HIV/AIDSCaranya, penanganan prakehamilan dan terapi ARV (antiretroviral, obat untuk menekan perkembangan virus HIV pada ODHA)Jika sang ibu tidak mengalami infeksi selama kehamilan, sangat mungkin jabang bayi tidak diwarisi virus tersebut.
 
Baby mencontohkan pengalaman dirinyaDi tengah aktivitas advokasi ODHA di Medan, dirinya bertemu soulmate-nya di MedanDia mengetahui bahwa calon suaminya tersebut positif HIVNamun, mereka tetap memutuskan untuk menikah pada 2006"Saat lagi ngobrol-ngobrol itu, kami bercanda gimana ya kalau kita punya anak," ujarnya lantas terkekeh.
 
Suami Baby sempat khawatirSebab, virus di tubuh mereka bisa ikut bermigrasi kepada anaknyaSang suami cemas si anak akan kaget dan down begitu lahir membawa virus mematikan tersebut"Saya justru santaiDi luar negeri, anak-anak positif HIV tetap bisa hidup sampai usia 20-an tahunSekarang juga ada ARV yang berbentuk sirup," jelas lulusan Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STBA) Bandung pada 1994 tersebut.
 
Mereka berdua akhirnya bersepakat untuk memiliki keturunanNamun, mereka berusaha agar anaknya tidak ikut-ikutan positif HIVSebelum hamil, Baby rutin menjalani terapi ARVDia juga terus menjaga kondisi tubuhnya agar terhindar dari penyakit-penyakit yang bisa menimbulkan infeksi
 
Akhirnya, suatu ketika dia terlambat haidPerempuan 43 tahun itu lantas memeriksakan diri ke dokterDia khawatir terjadi infeksi pada tubuhnyaDokter kemudian menyatakan bahwa kandungan Baby sudah berusia tiga bulan"Saya kagetTernyata, becandaan kita jadi beneran," katanya lantas tersenyum.
 
Tak ingin jabang bayi mewarisi virus, Baby terus kontrol kesehatanDia juga melanjutkan terapi ARVJangan sampai konsumsi obat dua kali dalam 24 jam itu terlambatSebab, selain jabang bayi bisa terancam, virus tersebut bisa jadi resistan alias kebal terhadap obat-obatanAkhirnya, pada 2009, bayi cowok tersebut lahirYang membuat mereka sangat bahagia, bayi itu ternyata negatif HIV.
 
Sang suami gembira bukan mainKekhawatirannya selama ini tidak terbuktiBegitu juga BabyMemiliki anak negatif HIV dari pernikahan sesama ODHA sangat berarti bagi dirinya"Anak saya negatif, bagi saya sudah alhamdulillah banget," katanya.
 
Saat baru lahir, Baby meminta dokter untuk mengetes anaknya dengan pemeriksaan viral load alias tes HIV RNATes tersebut menguji muatan virus di dalam darah bayiHasilnya negatifBaby sengaja tidak memeriksa anaknya dengan tes HIV ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) alias tes uji kekebalan tubuhUntuk bayi di bawah usia 18 bulan, tes tersebut biasanya kurang akuratSebab, kekebalan tubuh bayi biasanya masih mengikuti sistem ibu yang mengandung.
 
"Setelah lebih dari 18 bulan, saya tes pakai ELISA lagiTernyata juga negatifSebab, setelah lebih dari 18 bulan, sistem kekebalan tubuh mereka sudah mandiri, tidak ikut ibu yang mengandung dia," jelasnya.
 
Treatment untuk memiliki anak negatif HIV, kata Baby, sudah berkembang jauhDulu, cara untuk memiliki anak negatif diatur ketatDi antaranya, harus melalui caesar dan tidak boleh disusui ibu ODHASekarang perkembangan medis membuatnya lebih mudahProses kelahiran bisa dilakukan secara alamiah
 
Di beberapa daerah, ungkap Baby, banyak ODHA hamil yang tidak terselamatkanMereka biasanya tidak sadar bahwa dirinya terjangkit HIV dan baru sadar saat kehamilan berusia enam bulanSaat janin sudah hendak lahir itulah mereka baru menjalani terapi ARVSayangnya, terapi telat dan ibu maupun janin meninggal"Dokter juga tidak mau berisiko mengeluarkan bayi karena janin masih kecil," katanya.
 
Pengalaman berbeda dimiliki rekan Baby lainnyaSuaminya negatif, tapi istrinya positif HIVIstri tersebut hamil dan ingin memiliki bayiNamun, karena konsumsi ARV tidak rutin sekaligus tidak disiplin menjaga kesehatannya, ibu dan janin akhirnya meninggal.
 
Baby sangat terpukul jika ada ODHA dan bayi yang dikandung sampai meninggalSebab, sejatinya mereka berdua bisa diselamatkanApalagi jika pemerintah mampu menyosialisasikan treatment ODHA hamil yang tepat
 
Yang membikin Baby makin miris, di beberapa daerah, banyak kasus upaya sterilisasi paksa oleh dokter-dokter yang akan mengoperasi caesar para ODHAODHA yang sudah siap dioperasi disuruh menandatangani surat pernyataan kesediaan sterilisasiJika mereka bersedia, setelah operasi caesar, dokter akan melakukan operasi sterilisasi agar ODHA tidak bisa kembali hamil.
 
Para dokter tersebut sering memaksa ODHA yang bersangkutanJika tidak bersedia, mereka akan meminta kerabat atau para pengantar meneken surat tersebutKarena banyaknya kasus itu, Baby sampai melapor ke Komnas HAM"Setiap orang berhak dong punya keturunan," tegasnya.
 
Dia memahami, para tenaga medis tersebut berupaya menekan perkembangan ODHANamun, bukan begitu caranyaLagi pula, ODHA juga bisa memiliki anak negatif HIV.

Kendati sering berkiprah di bidang sosial, Baby tak pernah menganggap dirinya pahlawanDia justru menganggap bahwa pengabdiannya saat ini adalah penebusan dosa-dosa masa mudanya"Saya cuma berharap dosa pada masa lalu sama pahala saya sekarang seimbang lahBoro-boro pahala lebih banyak, udah seimbang saja sudah syukur," katanya
 
Masa lalu Baby memang kelamDia berasal dari keluarga broken homeBaby bahkan secara satir menyebut dirinya "ditakdirkan sebagai pengguna obat-obatan""Bayangin aja, kelas 5 SD sudah kenal rokok, SMP sudah tahu alkohol, nge-pil, ekstasi, dan sebagainya," ungkapnya.
 
Saat berusia 18 tahun, Baby kawin lari dengan temannya satu SMA pada 1986Pernikahan tersebut tidak pernah direstui orang tuanyaDari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai seorang putri manisBaby sempat bekerja sebagai public relation di sebuah perusahaanSaat itu pula, kadang-kadang dia menyambi mengonsumsi heroin.
 
Jika pekerjaan sedang bagus-bagusnya, Baby bisa stop mengonsumsi heroinNamun, saat jenu melanda, dia tak bisa menahan dirinya untuk kembali mengisap obat haram tersebutDia akhirnya pamit kepada atasannya untuk keluar karena pekerjaan terus-menerus terbengkalai gara-gara kecanduan yang tak terkontrol.
 
Kebiasaan buruk itu dia tularkan kepada adiknya yang paling bungsuAdiknya sempat menjadi pecandu, bahkan sekarang juga sudah positif HIVSaat ini, adik Baby itu juga menjadi aktivis HIV/AIDS di daerah.
 
Candu heroin juga membuat rumah tangganya berantakanDia sering kedapatan mengonsumsi heroin di depan anaknyaAkhirnya, dia menyerahDia tidak ingin putri kesayangannya itu terkena imbas negatif"Saya bilang kepada suami, saya titip anakSaya sedang tidak bisa mengontrol diri sayaSaya akan kembali menjemput dia kalau sudah baik," ungkapnyaMereka akhirnya bercerai pada 1993.
 
Awal 2000, pemerintah sedang getol memberantas peredaran narkobaBaby yang takut bukan kepalang pun kabur ke MedanDi sana, dia mendaftar ke sebuah perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI)Saat itulah kali terakhir Baby membuang semua perkakas untuk mengonsumsi obat-obatan.
 
Selama tinggal di asrama PJTKI, Baby mengalami sakauw beratDia bahkan jumpalitan tidak keruan"Saya tidur di pojok sini, tiba-tiba bangun di ujung yang lainRasanya mau lompat saja dari lantai tiga," katanya.
 
Tapi, sakauw tersebut hanya bertahan semingguDua minggu kemudian, dia mulai bisa tidur nyenyakPada minggu ketiga, dia mulai bisa makan teraturAkhirnya, dia ke Malaysia dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) pada 2002Setahun kemudian, ketika sedang menjalani pemeriksaan kesehatan untuk memperpanjang kontrak kerjanya, baru diketahui bahwa Baby positif HIV
 
"Rasanya, saat itu saya merasa besok pasti matiSetelah bertemu teman-teman aktivis HIV di Medan, saya sadar bahwa kita harus ikhlas menerima situasi apa punTuhan tetap bersama kita selama kita tidak menyalahkan orang-orang dan percaya bahwa ini adalah yang terbaik untuk saya," katanya.(c5/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Desa Temajuk, Wilayah di Perbatasan Kalbar yang Rawan Dicaplok Malaysia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler