jpnn.com - GRESIK - Warga Pulau Bawean patut bersenang hati. Pasalnya, penerbangan perdana menuju pulau tersebut berjalan lancar Kamis (28/1). Pesawat Airfast yang membawa 12 penumpang dari Terminal 1 Bandara Juanda Surabaya mendarat mulus di Lapangan Terbang (Lapter) Perintis Harun Tohir pukul 10.40.
Penerbangan selama 48 menit 44 detik itu penuh dengan tantangan dan mendebarkan. Sebab, guncangan di dalam pesawat cukup kuat.
BACA JUGA: Tips Menghindari Kerusakan Akibat Duduk Berkepanjangan
Meski demikian, perjalanan udara itu berakhir menyenangkan karena pemandangan alam Pulau Bawean begitu elok.
Penerbangan perdana tersebut dimulai sekitar pukul 08.00. Saat itu, semua penumpang melakukan check in di tempat keberangkatan 1 B Terminal 1 Bandara Juanda Surabaya.
BACA JUGA: 8 Makanan Sehat Untuk Musim Dingin
Check in penumpang twin otter bermesin ganda tujuan Bawean tersebut berbeda dengan calon penumpang biasanya.
Pada pesawat komersial biasa, hanya barang bawaan yang ditimbang. Tapi, maskapai Airfast dengan nomor lambung PK-OCL itu juga menimbang berat badan penumpang dan barang bawaan. "Hanya untuk penempatan seat agar keseimbangan kapal terjaga," ujar Kepala Unit Bandara Kelas III Trunojoyo, Sumenep, kemarin.
BACA JUGA: Cara Mudah Cerahkan Area Selangkangan (Bag 2-akhir)
Setelah check in, barang bawaan menjalani pemeriksaan X-ray seperti penerbangan komersial lainnya. Perbedaan lainnya, pesawat twin otter DHC-6 seri 300 bermesin ganda tidak memiliki pramugari.
Karena itu, sosialisasi keselamatan penerbangan dipimpin langsung pilot pesawat. Kemarin yang bertugas adalah pilot Bambang Dwi dan kopilot Arief Budiman.
Brifing keselamatan penerbangan, antara lain cara memakai pelampung, dilakukan di bawah sayap pesawat. "Agar penumpang tidak kepanasan," ujar seorang staf di bandara.
Penumpang penerbangan perdana Juanda-Harun Tohir terdiri atas tujuh staf Kementerian Perhubungan dan lima masyarakat umum. Di antara penumpang umum itu, ada fotografer Jawa Pos Guslan Gumilang dan Insiyah, warga Desa Daun, Kecamatan Sangkapura. Insiyah terbang bersama suami dan dua anaknya.
Insiyah mengaku tercengang kali pertama melihat pesawat yang akan dia naiki. Perempuan 60 tahun itu membayangkan pesawat komersial yang besar. "Lho kok (pesawat) kecil," ujarnya.
Insiyah semakin dag-dig-dug saat memasuki pesawat. Duduk di kursi baris ketiga, perempuan berjilbab itu lalu memasang tutup telinga yang disediakan awak pesawat. Menurut awak pesawat, penutup telinga tersebut menghindari bising. "Suara baling-baling sangat keras," terangnya kepada penumpang.
Terbang dengan ketinggian 2.456 mdpl dan kecepatan 250 km/jam selama 49 menit, tepatnya 48 menit 44 detik, kedua tangan Insiyah memegangi sandaran kursi penumpang di depannya. Matanya terpejam, mulutnya komat-kamit seperti berdoa. "Sebenarnya, saya takut. Tapi, pengin mencoba," ujarnya.
Guncangan di udara selama sepuluh menit semakin membuat Insiyah ketakutan. Ketika pesawat sudah di atas Pulau Bawean, Insiyah dan penumpang lainnya lega. Pemandangan alam di bawahnya begitu elok. Apalagi, pilot Bambang Dwi memilih memutari Pulau Bawean dari jalur barat.
Hamparan sawah dan rumah penduduk seakan menyatu dengan pantai yang masih asri. Airnya jernih berwarna hijau dan biru. "Apik kan desaku," katanya kepada Jawa Pos.
Meski demikian, Insiyah belum melepaskan pegangan dari sandaran kursi penumpang di depannya. Dia baru merasa plong ketika pesawat mendarat dengan mulus. "Sekarang kalau mau pulang, bisa lebih cepat," katanya sambil tersenyum lega.
Lapter Harun Tohir dibangun sejak 2005 di atas lahan seluas 68 hektare. Lokasinya di Desa Tanjungori, Kecamatan Tambak. Pada September 2015, Menhub Ignasius Jonan melakukan uji coba. Rencananya, Sabtu (30/1) Jonan meresmikan operasional lapter tersebut. Lapter itu berada di bawah pengelolaan Bandara Kelas III Trunojoyo, Sumenep, Madura.
Kepala Unit Penyelenggara Bandara Kelas III Trunojoyo Wahyu Siswoyo menyatakan, pesawat Airfast yang digunakan untuk penerbangan ke Bawean berjenis twin otter DHC-6 seri 300. "Pesawat bermesin ganda dengan jumlah penumpang 12 orang," kata Wahyu.
Saat ini, Lapter Harun Tohir dilengkapi fasilitas keamanan seperti X-ray cabin dan walkthrough. "Dua alat itu merupakan standar keamanan penumpang," jelasnya.
Lapter juga sudah dilengkapi NDB (non directional beacon). Alat itu berfungsi sebagai pemandu pesawat untuk menemukan landasan bandara serta alat komunikasi dari udara ke pesawat (air to ground/ATG).
Status Lapter Harun Tohir adalah lapangan terbang perintis. Berdasar ketentuan, frekuensi penerbangan perintis adalah tiga kali seminggu. "Untuk sementara ini, hanya dua kali seminggu. Selasa dan Kamis," terangnya.
Namun, jika animo masyarakat yang berada di jarak 80 mil laut dari Gresik itu cukup besar, jumlah penerbangan bisa ditambah. "Konsekuensinya, harga lebih mahal karena tidak ada subsidi," katanya.
Resmi dioperasikan, bukan berarti semua infrastruktur di lapter sempurna. Februari mendatang, pengelola lapter meningkatkan kekerasan runway. Tujuannya mengantisipasi pendaratan pesawat yang lebih besar.
Kementerian Perhubungan juga masih menunggu pembebasan lahan tambahan runway sepanjang 400-500 meter di lapter tersebut. Nanti panjang runway menjadi 1.400 meter. "Runway 1.400 meter bisa didarati pesawat jenis ATR 42. Penumpang 42 orang," terang Wahyu.
Secara terpisah, Kepala Bagian Humas Pemkab Gresik Suyono menambahkan, pihaknya telah mengalokasikan anggaran Rp 12 miliar untuk pembebasan lahan. "Sebagian anggaran tersebut digunakan untuk pembebasan lahan yang akan dijadikan tambahan runway," ucap Suyono di Lapter Harun Tohir kemarin. (yad/c6/fat)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cara Mudah Cerahkan Area Selangkangan (Bag 1)
Redaktur : Tim Redaksi