Bahaya, Kalau Sampai Pertamax Naik Jadi Rp 16 Ribu per Liter

Kamis, 07 April 2022 – 20:38 WIB
Ilustrasi - Bahaya, kalau sampai Pertamax naik menadi Rp 16 Ribu per liter. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengapresiasi langkah bijaksana yang diambil PT Pertamina dalam menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax.

Pertamina disebut menaikkan harga Pertamax dengan memperhatikan psikologis masyarakat, terutama konsumen Pertamax.

BACA JUGA: Kepala BIN Bicara Kenaikan Harga BBM Pertamax, Minta ini ke Masyarakat

Harga Pertamax naik menjadi Rp 12.500 per liter.

Bukan seharga keekonomian Pertamax yang saat ini mencapai Rp 16 ribu per liter.

BACA JUGA: Pergeseran Konsumsi dari Pertamax Mengkhawatirkan, Bakal Ada Pembatasan Pertalite?

"Saya apresiasi Pertamina yang tidak menaikkan harga ke titik psikologis konsumen Pertamax."

"Kalau sampai naik seharga keekonomian, justru yang ada migrasi besar-besaran dari Pertamax ke Pertalite," ujar Mamit.

BACA JUGA: Harga Pertamax Naik, Pengguna Pertalite Perlu Dibatasi

Dia menyatakan pandangannya dalam diskusi yang digelar Jakarta Journalist Center (JJC) dengan tema 'Krisis Rusia-Ukraina, Mahalnya Minyak Dunia', yang digelar di Jakarta, Kamis (7/4).

Mamit berharap dengan disparitas harga yang tidak terlalu signifikan, migrasi konsumen Pertamax ke Pertalite tidak terlalu tinggi.

Dengan demikian, tidak terjadi over kuota terhadap jenis bahan bakar khusus penugasan (JBKP) tersebut.

"Saya rasa migrasi pengguna Pertamax ke Pertalite maksimal hanya 25 persen."

"Apalagi untuk pengendara yang sudah merasakan perbedaan Pertalite dan Pertamax. harga yang diputuskan Pertamina masih sangat masuk akal," katanya.

Meski demikian, Mamit menilai pemerintah perlu memikirkan diversifikasi energi.

Dengan demikian, kondisi imbas dari perang Rusia-Ukraina terhadap harga minyak saat ini, tak lagi terlalu berpengaruh di masa mendatang.

Mamit lebih lanjut mengatakan diversifikasi energi juga penting untuk mengurangi gas rumah kaca.

"Kalau tidak, maka dalam waktu dekat sektor transportasi akan jadi pemyumbang terbesar gas rumah kaca," katanya.

Menurutnya, perlu kebijakan fiskal agar kendaraan listrik lebih murah.

"Saya kira infrastruktur charging yang masih lama juga harus diperhatikan," pungkas Mamit.(gir/jpnn)


Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler