MANAMA - Atmosfer beraroma kebebasan, reformasi, dan demokrasi di Timur Tengah dan Afrika Utara masih belum terbendungSejak meletup di Tunisia dan menjatuhkan mantan Presiden Zine El Abidine Ben Ali pada 14 Januari, gelombang itu seolah tak bisa berhenti
BACA JUGA: Kemlu Bantah Isu soal Gedung KBRI Seoul
Aksi massa di Bahrain kemarin (17/2) begitu besarBACA JUGA: Rp10 M untuk Kembalikan WNI ke Mesir
Demonstrasi serupa kemarin juga terjadi di Yaman dan Libya.Kemarin suasana Manama, ibu kota Bahrain, terasa mencekam
BACA JUGA: Minta Pengamat ASEAN soal Sengketa Perbatasan
Demikian pula tank-tank dan kendaraan militerMereka mengepung Lapangan Mutiara (Pearl Square), pusat demonstrasi antipemerintah yang ingin menjatuhkan Raja Hamad bin Isa KhalifaMereka terinspirasi gelombang massa yang akhirnya bisa memaksa mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak mundur setelah berkuasa 30 tahun.Polisi merobohkan tenda demonstran dan menginjak-injak poster perlawanan terhadap pemerintahAksi polisi tersebut memang "legal"Sebab, Kementerian Dalam Negeri Bahrain sudah menyatakan kamp demonstran itu haramPemerintah juga sudah memerintah rakyat untuk menjauhi lapangan tersebutBeberapa jam setelah menyerang Lapangan Mutiara, militer langsung mengeluarkan larangan berkumpul.
Ada dua poin utama tuntutan massa demonstranYakni, memaksa monarki Sunni melepaskan kontrolnya atas sejumlah pos pemerintahan dan semua pengambilan kebijakan pentingSelain itu, mereka meminta pemerintah memperhatikan nasib kelompok mayoritas Syiah yang mengeluhkan diskriminasi secara sistematis hingga larangan menduduki jabatan penting di pemerintahan dan militer.
Bukannya membikin massa takut, larangan dan represi tersebut justru membangkitkan amarah publik"Kami semakin murka! Mereka pikir mereka bisa menjinakkan kamiTapi, kami semakin marah," seru Makki Abu Taki yang anaknya tewas dalam bentrokan di Lapangan Mutiara itu"Kami akan kuasai jalanan untuk menghormati para martir ituMasa Al Khalifa telah habis," katanya.
Di Yaman, aksi massa telah berlangsung tujuh hariMereka juga minta Presiden Ali Abdullah Saleh yang sudah berkuasa 32 tahun -lebih lama daripada Hosni Mubarak-mundurPresiden dinilai tak mampu mengatasi problem kemiskinan dan korupsiKemarin sejumlah bentrokan terjadiKarena itu, para aktivis menyerukan aksi lebih besar -mereka namai Hari Kemarahan- hari ini (18/2).
Sementara itu, aktivis di Libya pun menyerukan aksi menggoyang pemerintahan Moamar Khadafi yang sudah berkuasa sejak 1968Seperti di Yaman, aksi tersebut juga dinamai Hari KemarahanTapi, aksi mereka ternyata bisa dijinakkan pemerintah yang kemarin menggelar demo mendukung pemerintahanKhadafi, 68, pun tampil di televisi sembari dielu-elukan kerumunan massaDia ingin mencitrakan bahwa rakyat sejatinya masih mendukung pemerintahannya.
Demo menentang Khadafi terjadi di Al-Baida, kota di kawasan timur negeri itu, sejak RabuKelompok kemanusiaan yang bermarkas di Cyprus, Swiss, dan Libya melaporkan, setidaknya 13 demonstran tewas dalam aksi tersebutSolidaritas Hak Asasi Manusia yang bermarkas di Jenewa, Swiss, bahkan menyatakan bahwa demonstran itu tewas akibat tembakan sniper dari atap-atap gedung(AP/AFP/c3/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Resep Tertawa Michelle Obama
Redaktur : Tim Redaksi