Baiq Nuril: Nadanya Pak Joko Sudah Beda, Saya Curiga

Kamis, 11 Juli 2019 – 07:47 WIB
Baiq Nuril Maknun memeluk anaknya. Foto: IVAN/ LOMBOK POST/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Baiq Nuril cerita perasaannya ketika menerima kabar pertama kali soal putusan MA tingkat PK (Peninjauan Kembali) atas kasus yang menjeratnya. Saat itu, Jumat (5/7) dia ditelepon oleh kuasa hukumnya.

"Dari ujung kaki, hingga ujung kepala, rasanya kayak engga menginjak tanah," kata Baiq Nuril.

BACA JUGA: Harapan Mbak Rieke kepada Kejagung Terkait Perkara Baiq Nuril

Jarum jam menunjuk ke angka 07.00 saat itu. Sebenarnya, Baiq juga sudah mengira, PK atas kasus yang menjeratnya akan ditolak MA. Namun, hal tersebut tetap tidak mengurangi rasa sedih yang dia rasakan. Ketika suara Joko Jumadi, kuasa hukumnya terdengar di sambungan telepon.

"Nadanya Pak Joko sudah beda, saya sudah curiga," akunya ketika ditemui Jawa Pos di salah satu hotel di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Seusai pertemuannya dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

BACA JUGA: Sambil Menangis, Baiq Nuril: Saya Tidak Ingin Tinggalkan Anak Saya

Hal pertama yang dia lakukan adalah mengadu ke suaminya, Lalu Muhammad Isnaeni. Dia meminta pendapat, apa sekiranya yang harus dia lakukan. Menerima semua kenyataan, merupakan satu hal yang disarankan oleh suaminya.

BACA JUGA: Gerak Cepat, Yusril Langsung Ajukan Penangguhan Penahanan

BACA JUGA: Pak Presiden, Mohon Pertimbangkanlah Amnesti Mantan Honorer Baiq Nuril

"Menerima, meskipun tidak secara legawa. Bahwa ini merupakan satu langkah ke depan berjuang demi perempuan," tegasnya.

Seakan tidak tega, Baiq baru memberi tahu informasi tersebut ke anaknya pada sore harinya. Rena, si putri sulung menjadi anak pertama yang diberi tahu.

"Dia langsung ngedrop. Tapi mungkin karena saya masih di sana, jadi tidak kelihatan," tutur Baiq. Sedangkan Rafi, anak terakhirnya diberi tahu paling terakhir.

"Ibu mau sekolah lagi ya?" ucap Baiq menirukan anaknya. Ya, Baiq memang tidak memberi tahu secara gamblang. Apa yang akan dihadapi oleh Baiq. Dia hanya menjelaskan, bahwa ibunya harus pergi ke Universitas Mataram (Unram) lagi untuk sekolah. Namun kali ini, dia akan pergi lebih lama dari sebelumnya.

"Bilang ke Pak Jokowi, ibu tidak usah sekolah lagi," tiru Baiq mengingat-ingat perkataan anak bungsunya. Mengira, Joko Widodo merupakan kepala sekolah tempat Baiq "menuntut ilmu" saat ini.

Setelah itu, Baiq pun bertemu dengan kuasa hukumnya di Unram. Juga bertemu dengan Rieke Dyah Pitaloka, sebagai pendaming hukumnya saat ini.

Senin (8/7) dia bertolak ke ibu kota membawa tekad, untuk berjuang. Tidak hanya demi diri sendiri dan anak-anaknya. "Tapi juga demi perempuan Indonesia yang tidak berdaya menjadi korban pelecehan seksual," tegasnya.

Di saat yang bersamaan, Rieke menjelaskan saat ini mereka telah memiliki target. Untuk mendapatkan amnesti dari presiden sebelum 17 Agustus. Dia menjelaskan, ini dilakukan demi anak sulung Baiq. Rena. "Dia ini terpilih untuk menjadi petugas paskibraka mewakili NTB," katanya.

Baiq tidak mau, masalahnya terjadi hingga berlarut-larut. Sehingga, dia harus menemui putri sulungnya dalam status yang tidak jelas seperti ini. Baiq bertekad, ketika putrinya tampil di depan presiden nanti, dia sudah mendapatkan amnesti yang dia inginkan.

"Pas di luar ketemu media tadi dia (Baiq, Red) sok tegar. Padahal di ruangan pak Menteri (Yasonna Laoly, Red) dia nangis-nangis," celetuk Rieke lantas tertawan.

Sebelumnya, mereka memang diundang untuk bertemu dengan Yasonna Laoly. Pertemuan tersebut dilaksanakan di Gedung Imigrasi, Kantor Kemenkum HAM, di Kuningan Jakarta Selatan. Sekitar setengah jam penuh pertemuan tersebut dilakukan.

BACA JUGA: Jenderal Tito Berani Sampaikan Permintaan Langsung ke Presiden Jokowi

Hingga akhirnua Rieke, Baiq, dan Yasonna keluar dari gedung Imigrasi. "Saya sudah diminta Bapak Presiden melalui mensesneg, untuk mengkaji hal ini secara mendalam," kata Yasonna.

Dia menjelaakan, amnesti merupakan langkah satu-satunya yang bisa ditempuh oleh Baiq dan tim hukumnya. Sebab, mereka tidak mungkin mengajukan grasi kepada presiden. Mengingat, hukuman yang diterima oleh Baiq kurang dari dua tahun. "Sedangkan grasi itu minimal harus dua tahun," lanjut Yasonna.

Amnesti sendiri merupakan hak pprerogatif yang dimiliki presiden. Ini diatur dalam pasal 14 ayat 2, UUD 1945. Yasonna menjelaskan, hal ini memang menjadi perhatian tersendiri presiden Indonesia. Karena, ini bukan lah kasus yang kecil. Apa yang dialami oleh Baiq, kemungkinan juga dirasakan oleh seluruh perempuan di Indonesia.

"Korban yang seharusnya menjadi korban, justru dipidanakan. Mungkin ada banyak lagi wanita di Indonesia yang menjadi korban pelecehan seksual, tapi tidak berani bersuara," jelasnya.

Seusai bertemu dengan Baiq, Yasonna segera mengumpulkan beberapa pengamat hukum. Untuk memberikan konstruksi hukum yang jelas. Terkait pemberian amnesti ini sendiri.

Yasonna sendiri mengakui telah menghormati keputusan Mahkamah Agung (MA). Ketika mereka memutuskan untuk tidak menerima PK Baiq. Tetapi pemberian amnesti sendiri merupakan hak penuh dari presiden. "Kami akan mempersiapkan argumen yuridisnya terkait hal ini," tegasnya.

Dalam kesempatan berbeda, Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Ngaro tegaskan, kasus yang menjerat Baiq Nuril ini telah selesai. Setelah MA menolak peninjauan kembali (PK) atas kasus UU ITE yang menjeratnya. Dia menganggap, penolakan tersebut sudah sesuai dengan fakta yang terungkap selama ini.

Andi menjelaskan, sebagai terdakwa, Baiq terbukti telah merekam perbincangannya dengan saksi pelapor, alias Haji Muslim melalui telepon. Rekaman tersebut, kemudian dia serahkan kepada Imam Mudawi.

Meskipun, awalnya, Baiq tidak memiliki keinginan untuk membagi rekaman tersebut. "Tapi akhirnya, berkasnya disalin oleh Imam Mudawi ke laptopnya," tambahnya.

Nah, hal ini lah yang membuat Baiq bersalah di mata hukum. Pertama, dia secara sadar telah merekam pembicaraan dengan Haji Muslim. Rekaman tersebut dinyatakan ilegal, karena bermuatan asusila.

Kedua, dia memberikan rekaman ilegal tersebut kepada orang lain. Meskipun bukan Baiq yang menyebarkan rekaman tersebut, dia tetap saja dinyatakan bersalah.

"Karena dalam kasasi ini sama saja. Dia mengetahui rekaman tersebut bermuatan asusila, tapi tetap diberikan ke Mudawi. Berarti dia menghendaki penyebaran tersebut juga," jelas Andi.

Oleh karena itu, PK tidak bisa diterima. Karena faktanya, Baiq memang menyebarluaskan rekaman ilegal tersebut. Perbuatan Baiq tersebut, dinyatakan masih memenuhi unsur pasal 27 ayat 1, juncto pasal 45 ayat 1 UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dengan hukuman penjara 6 bulan, dan denda sebesar Rp 500 Juta.

"Kalau tidak bisa membayar denda, maka ada hukuman dispensasinya, yakni kurungan selama 3 bulan," lanjut Andi. Total, Baiq saat ini tengah terancam hukuman 9 bulan penjara.

BACA JUGA: Sugito Ungkap Penyebab Habib Rizieq Tidak Bisa Pulang ke Indonesia

Atas keputusan ini, Andi berharap masyarakat mengerti kedudukan MA sebagai judex juris. Dalam hal ini, mereka hanya memeriksa penerapan hukum dari sebuah perkara. Mereka bahkan tidak memeriksa fakta yang ada sama sekali. "MA tidak lagi mengutak-atik fakta," tegasnya.

Terkait Baiq yang menjadi korban pelecehan seksual atas kepala sekolah SMAN 7 Mataram tersebut, Andi menjelaskan itu merupakan kasus yang berbeda. Saat ini, Baiq tengah menghadapi kasus tentang ITE yang menjeratnya. Bukan pelecehan seksual, yang membuat Baiq kini menyandang status terdakwa.

"Soal perbuatan asusila tersebut sudah dilaporkan ke Polda NTB dan yang bersngkutan merupakan korban," tambah Andi. Terkait kasus tersebut, Andi jelaskan dia serahkan semua kewenangan kepada penyidik di kepolisian. Karena itu sudah di luar kewenangan MA.

Andi juga menjelaskan, pihaknya tidak akan menghalangi Baiq jika ingin mengajukan amnesti. Sebab, pemberian amnesti sendiri merupakan keputusan dari presiden secara langsung. Itu juga menjadi hak dari seluruh warga negara Indonesia, yang berhadapan dengan hukum. Peraturan tersebut diatur dalam Pasal 14 ayat 1 dan 2 UUD 1945. Bahwa permohonan amnesti dan rehab bisa diajukan ke Presiden RI.

"Kalau itu sudah bukan kewenangan MA lagi, melainkan DPR yang memberikan pertimbangannya ke presiden," lanjut Andi.

Terpisah, pihak istana memberi sinyal positif terkait proses amnesty yang diminta oleh Baiq Nuril. Kepala Staff Kepresiden Jenderal Purnawirawan Moeldoko mengatakan potensi pemberian amnesty sangat terbuka. "Oh bisa. Mungkin," ujarnya di Istana Kepresiden Bogor.

Namun demikian, Moeldoko menyebut prosesnya harus sesuai dengan prosedur hukum. Selain jajaran pemerintah, presiden juga perlu melakukan komunikasi dengan DPR. "Poses hukumnya sudah berjalan dulu nih. Setelah itu ada pertimbangan dari DPR, baru nanti option itu (amnesty) akan dijalankan," imbuhnya.

Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan pihaknya tidak mau terburu-buru dalam melaksakan eksekusi penahanan Baiq Nuril pasca putusan MA. Pihaknya, masih mempertimbangkan aspirasi yang disampaikan masyarakat. Apalagi, presiden Joko Widodo juga tengah mempertimbangkan untuk memberikan amnesty.

"Karena beliau (presiden) juga punya kewenangam untuk itu. Tapi secara hukum proses hukumnya sudah selesai. Kami sebagai eksekutor tentu menunggu, dan kami tidak akan buru buru, tidak serta merta," ujarnya di Istana Bogor.

Yang juga penting, Baiq Nuril harus tetap bersikap kooperatif dalam menjalani proses ini. "Dia juga harus aktif seperti apa nanti, jangan juga dia terkesan lari-lari," pungkasnya.

Sementara itu, Anggota Komnas Perempuan Sri Nurherwati menyampaikan bahwa dirinya sudah berkomunikasi secara langsung dengan Wakil Ketua Komisi III DPR Erma S. Ranik. Hasil komunikasi itu memastikan Komisi III DPR mendukung Nuril.

”Akan memberikan dukungan kalau nanti Presiden Jokowi meminta pertimbangan DPR dalam memberikan amnesti,” kata Sri. Secara tegas Komnas Perempuan menyatakan, amnesti itu harus diberikan.

Beberapa landasan yang tampak saat ini dinilai sudah cukup menjadi alasan mengapa Nuril patut menerima amnesti tersebut. Nuril, sambung Sri, adalah korban pelecehan seksual. Ketika berusaha membela diri dan malah kena hukuman pidana, jelas harus ada langkah khusus dari pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada mantan pegawai honorer SMAN 7 Mataram tersebut.

”Amnesti harus diberikan karena (perkara Nuril) dalam situasi yang khusus,” imbuh Sri. Sebagai korban yang kini berada dalam posisi disalahkan, Nuril layak mendapat bantuan presiden. Mengingat semua jalur hukum sudah pernah ditempuh.

Mulai pengadilan tingkat pertama sampai kasasi dan Peninjauan Kembali (PK). Ketika semua jalur hukum itu belum mampu menyelamatkan Nuril, pemerintah harus turun tangan.

Dalam hal ini, Sri menyatakan, amnesti dari Presiden Jokowi adalah jalan realistis yang bisa diambil pemerintah. ”Pemerintah harus melakukan sesuatu untuk mencegah praktik buruk dan preseden-preseden yang nantinya justru menjauhkan perempuan dari keadilan,” beber dia.

Selaras dengan Sri, Wakil Ketua Komnas Perempuan Budi Wahyuni menyampaikan bahwa pemerintah harus membantu Nuril.

Budi menilai, hukuman enam bulan penjara berikut denda Rp 500 juta tidak sepatutnya diberikan kepada Nuril. Sebab, tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Nuril merupakan upaya membela diri. ”BN (Nuril) adalah korban berlapis dari kekerasan seksual yang dilakukan atasannya dan dari ketidakmampuan negara melindunginya,” ungkap Budi. Karena itu, Komnas Perempuan mendukung Nuril.

Selain mendorong presiden untuk memberikan amnesti kepada Nuril, Budi juga meminta agar instansi pelat merah terkait turut bergerak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) harus memberi pendampingan kepada Nuril dan keluarga. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) wajib mengelurakan kebijakan yang tegas terhadap para pelaku kekerasan seksual dalam lingkup Kemendikud.

Sementara itu, Wakil Ketua LPSK Livia Istania DF Iskandar menegaskan dukungan instansinya kepada Nuril. Termasuk upaya lain di luar sistem peradilan. Yakni amnesti untuk Nuril. ”Salah satu upaya yang dimungkinkan untuk dilakukan adalah pemberian amnesti,” ujarnya.

Dia pun menyinggung kembali soal RUU PKS. Menurut dia, yang menimpa Nuril seharusnya menyadarkan DPR untuk segera menuntaskan RUU tersebut.(bin/far/syn)

Video paling banyak dicari hari ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bolehkah Baiq Nuril Mendapat Amnesti?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler