jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Bajaga NTT Ferdinandus Wali Ate mendesak kepolisian untuk segera menangkap para pelaku penyerangan terhadap mahasiswa Katolik yang sedang berdoa di sebuah kontrakan di Babakan, Serpong Selatan, Tangerang Selatan pada Minggu (5/5/2024) malam.
“Kami meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk segera menangkap provokator dan pelaku penganiayaan terhadap mahasiswa Katolik Unpam asal NTT dan memproses secara hukum,” tegas Ferdinandus Wali Ate dalam keterangan tertulis pada Senin (6/5).
BACA JUGA: Ketua Umum Patria Kutuk Keras Aksi Penyerangan Mahasiswa Saat Berdoa di Tangsel
Ferdinandus menegaskan tindakan kekerasan terhadap mahasiswa yang sedang beribadah merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan konstitusi.
“Kejadian ini jelas merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan konstitusi. Pasal 29 Ayat 1 UUD 1945 jelas menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemudian, bunyi Pasal 29 Ayat 2 adalah negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu," ujar Ferdinandus.
BACA JUGA: Basarah MPR Mengecam Keras Pelarangan Ibadah di Tangsel: Apa Salahnya Orang Berdoa?
Untuk diketahui, mahasiswa Katolik yang sedang berdoa Rosario dibubarkan secara paksa oleh massa dan diduga diprovokasi oleh Ketua RT di wilayah tersebut.
Aksi penyerangan tersebut telah menimbulkan korban luka bagi 12 mahasiswa-mahasiswa yang merupakan mahasiswa Universitas Pamulang (Unpam) itu.
BACA JUGA: Ahmad Yohan DPR Kutuk Aksi Penyerangan Mahasiswa Katolik Saat Berdoa di Tangsel
Menurut Ferdinandus, kekejian intoleransi kembali mencoreng wajah Indonesia. Sekelompok mahasiswa Katolik dari Universitas Pamulang (Unpam) asal NTT menjadi korban penganiayaan keji oleh sekelompok warga saat tengah melaksanakan ibadah atau Doa Rosario.
Awal Mula Kejadian
Ferdinandus menjelaskan peristiwa ini bermula ketika sekelompok warga sekitar merasa terganggu dengan kegiatan ibadah para mahasiswa.
Warga kemudian menegur dan meminta mereka untuk menghentikan ibadahnya. Namun, permintaan tersebut tidak diindahkan oleh para mahasiswa.
Situasi memanas hingga berujung pada aksi brutal. Para mahasiswa dianiaya dengan kejam oleh warga, bahkan dua orang di antaranya mengalami luka-luka serius.
Salah satu korban, Farhan Rizky Rhomadon, bahkan mengalami luka sabetan senjata tajam.
Polisi Turun Tangan
Sementara itu, pihak kepolisian menyatakan mereka sedang mendalami kasus ini dengan serius.
Kapolres Tangerang Selatan AKBP Sarly Sollu mengatakan pihaknya telah memeriksa beberapa saksi dan mengamankan sejumlah barang bukti. Kasus Ini Menjadi Pengingat Penting
Ferdinandus mengatakan kasus penganiayaan terhadap mahasiswa Katolik di Tangerang ini kembali menjadi pengingat bahwa intoleransi masih menjadi persoalan serius di Indonesia.
“Penting bagi semua pihak untuk saling menghormati perbedaan dan menjaga kebebasan beragama. Kita harus bersatu padu melawan segala bentuk intoleransi dan kekerasan demi mewujudkan Indonesia yang damai dan harmonis,” ujar Ferdinandus.
Pada kesempatan itu, Ferdinandus mengatakan salam semangat “saling baku jaga” (gotong royong), Bajaga NTT hadir sebagai wadah untuk semua orang yang ingin berkontribusi dalam membangun NTT yang lebih baik.
“Kami memperjuangkan keadilan, kesetaraan, dan kemakmuran bersama-sama dengan motto yang melekat kuat dalam hati, "Katong Bajaga NTT" - kita adalah Bajaga NTT,” ujar Ferdinandus.
Sebelumnya, Ketua Umum Ketum Perkumpulan Alumni Margasiswa Republik Indonesia (Patria) Agustisnus Tamo Mbapa mengutuk keras kepada pelaku penyerangan kelompok mahasiswa yang sedang berdoa pada Minggu (5/5/2025) malam di RT 007 / RW 002 Kelurahan Babakan, Kecamatan Setu, Tangerang Selatan (Tangsel) Provinsi Banten.
Lebih lanjut, Gustaf sapaan Agustinus Tamo Mbapa meminta Kapolri segera untuk menangkap dan memproses secara hukum para pelaku penyerangan tersebut.
“Kami meminta Polri untuk menindak para pelaku penyerangan terhadap para mahasiswa yang sedang berdoa,” tegas Gustaf.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari