Bakal Tampil di Jerman, Tim YPAB Tekun Hafalkan Lirik Lagu dalam Huruf Braille

Senin, 01 Juni 2015 – 13:54 WIB
PERSIAPAN MATANG: Olivia Charis Kusuma (kiri) bersama rekan-rekan dari SMPLB-A YPAB Keputih berlatih angklung intensif dalam dua bulan terakhir. (Dipta Wahyu/Jawa Pos)

jpnn.com - SEBELAS siswa tunanetra SMPLB-A YPAB (Yayasan Pendidikan Anak Buta) Keputih Surabaya bakal tampil bermain angklung di Jerman. Mereka akan membawakan 15 lagu, lima di antaranya berbahasa Jerman dan Belanda. Persiapan matang mereka lakukan sejak dua bulan terakhir.

------

BACA JUGA: Menyedihkan, Seperti Inilah Bentuk Truk Angkutan Pelajar di Perkebunan

SUARA angklung bersahutan terdengar saat kami memasuki pintu gerbang SMPLB-A YPAB di kawasan Keputih, Surabaya, awal pekan lalu. Terdengar merdu memadukan satu nada dengan nada lainnya. Siapa yang mendengar pasti tahu pemain angklung itu sangat ahli. Para pemain angklung sekaligus menjadi tim paduan suaranya.

Semakin mendekati Symphasis Hall, suara angklung itu semakin kencang. Salah satu pemainnya bernama Olivia Charis Kusuma. Dia berada di deretan depan. Tangannya gemulai menggoyangkan pipa bambu satu membentuk irama.

BACA JUGA: Kisah Derita Warga Korban Lapindo, Berupaya Bangkit dari Titik Nol

Olivia adalah salah seorang siswa tunanetra yang berada di dalam grup tersebut. Meski penglihatan menghalangi, dia tidak patah semangat bermain angklung. ’’Awalnya yasulit. Tapi, ini sudah menjadi kebiasaan karena latihan rutin,’’ kata gadis yang dalam sekali permainan bisa mengombinasikan delapan angklung sekaligus itu.

Grup tersebut digawangi 13 orang. Sebanyak 11 siswa merupakan penyandang tunanetra, dua orang yang lain normal dan dihadirkan sebagai pelatih tambahan sekaligus pendamping. ’’Nggak terasa capek karena sangat senang. Saya gemar bermain musik,’’ tambah Olivia, gadis 13 tahun yang tinggal di kawasan Wiyung itu.

BACA JUGA: Saat KRI Kupang Jadi Tumbal Rudal Exocet MM40 Blok II

Selain Olivia, ada satu siswa bernama Bijko Darusworo yang terlihat tak kalah semangat. Saat latihan, Bijko selalu mengusahakan tidak terlambat. Tidak jarang dia datang lebih cepat, lantas menunggu teman-temannya berkumpul.

Bjiko mengaku suka bermain alat musik, terutama keyboard, sejak kecil. Kebiasaan itu dia dapatkan dari keluarganya yang suka musik. ’’Di rumah, ada keyboard yang sering saya mainkan. Tiap hari saya tidak lupa main,’’ paparnya. Untuk angklung beda lagi, Bjiko baru mempelajarinya saat di sekolah.

Menurut dia, keyboard dengan angklung tidak jauh berbeda. Karena itu, dia tidak merasa kesulitan saat belajar bermain angklung. ’’’Setiap hari saya latihan rutin, jadi ya terbiasa. Senang sekali. Angklung sudah menjadi hobi saya,’’ kata laki-laki berumur 21 tahun yang menderita buta sejak lahir itu.

Latihan rutin mereka lakukan, mulai Senin sampai Sabtu. Latihan dimulai setelah pulang sekolah, pukul 13.30 sampai 15.00. Latihan itu terasa spesial karena dilakukan untuk persiapan tampil bermain di Jerman. Rencananya, 13 pemain angklung dan 2 pendamping berangkat Senin (1/6). Mereka akan menghabiskan waktu hingga 17 Juni mendatang.

Bagi sebagian besar anggota, pengalaman nanti menjadi debut aksi di luar negeri. Mereka menyiapkan dengan tekun dan penuh semangat. Mereka ingin memberikan penampilan terbaik di hadapan penonton yang menyaksikan nanti.

Tim YPAB itu dijadwalkan tampil di beberapa acara sekaligus. Pemilik YPAB Soedarso Djohonegoro menjelaskan, penampilan nanti merupakan undangan spesial dari YPAB di Hildesheim. Acara itu ditujukan khusus bagi penyandang tunanetra.

Soedarso mengaku bangga kepada muridnya. Di balik kekurangan, mereka memiliki bakat musik yang luar biasa. ’’Mereka tidak kenal lelah. Mereka sangat semangat berlatih. Orang normal saja belum tentu bisa bermain angklung seperti mereka,’’ ujarnya.

Untuk tampil di Jerman, mereka menyiapkan 15 lagu. Di antaranya, 10 lagu Indonesia (misalnya, Sarinade, Bengawan Solo), 4 lagu berbahasa Jerman (misalnya, Seemann), dan satu lagu berbahasa Belanda (De Kleinste). Dapat dibayangkan betapa kerasnya latihan mereka. Mereka harus menghafalkan 15 lirik dan not lagu dalam rentan dua bulan saja.

Bjiko mengungkapkan, awalnya dirinya sulit menghafalkan lirik bahasa Jerman. ”Cara pengucapannya saja sulit, apalagi bersamaan dengan bermain angklung. Kami juga berlatih cara berbicara sehingga lebih mudah mencernanya dalam nada,’’ paparnya.

Dia menghafalkan lagu dengan huruf Braille. Tiap hari, saat di sekolah maupun di rumah, kertas berisi lirik dibawanya. Saat senggang, dia mengambilnya, lalu menghafalkan lirik tersebut. ’’Kalau lagu Indonesia, kami sudah banyak yang hafal. Tapi, kalau lagu berbahasa Jerman dan Belanda ini yang sangat sulit,’’ ungkapnya.

Pelatih angklung Rila Wirawan menambahkan, di antara 15 lagu tersebut, yang paling sulit memang menghafalkan lagu berbahasa Jerman dan Belanda. Apalagi, Rila bertugas sebagai penerjemah lirik. ’’Lagu ini merupakan permintaan dari mereka (pengundang). Jadi wajib,’’ kata pria 51 tahun tersebut.

Pria yang juga menyandang tunanetra itu melanjutkan, setelah mendapatkan lirik lagu tersebut, dirinya langsung menerjemahkan dalam bahasa Braille. Dengan begitu, siswa lebih mudah memahami arti lagu. ’’Meski nggak secepat menghafalkan lagu Indonesia, setidaknya mereka sedikit demi sedikit bisa menghafal,’’ katanya.

Rila menyebut penampilan di Jerman nanti pasti menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Dia optimistis mereka bisa tampil bagus mengingat persiapan matang yang sudah dilakukan. ’’Kadang saya yagalak. Tapi, mau gimana lagi, ini untuk kebaikan. Tapi, saya lihat anak-anak ini benar-benar anak pilihan. Semangatnya besar,” tutur laki-laki asli Surabaya tersebut.

Dia mengungkapkan, terkadang anak-anak merasa lelah dan jenuh. Ketika itu terjadi, Rila langsung memberikan motivasi. ’’Saya bilang, kalian harus semangat. Sebab, penampilan nanti pasti menjadi pengalaman yang mengesankan,’’ tegasnya.

Yang membuat Rila senang, 11 siswa tersebut tergolong cepat dalam menghafalkan lirik dan not 15 lagu dalam tiga bahasa. ”Permainan lebih spesial lagi. Satu anak dapat memainkan 8 not (8 angklung) sekaligus. Ini melebihi anak-anak ber-IQ normal,’’ ungkapnya.

Semakin mendekati jadwal keberangkatan, Rila semakin bangga melihat perkembangan peserta didiknya. ’’Kami sengaja memilih angklung karena salah satu ciri khas Indonesia,” terang guru yang juga mengajar di salah satu SLB Negeri di Sidoarjo tersebut.

Selain lagu, persiapan kostum tak terlewatkan. Segala sesuatu sudah mereka pikirkan dengan detail. ’’Semoga semua nanti lancar di sana,’’ ucapnya. (Brianika Irawati/c17/ayi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kini, Alunan Ngaji para Santri tak Lagi Diganggu Suara Keras Dangdut Koplo


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler