Grup Bakrie, perusahaan induk Lapindo, memang sudah membayar 20 persen ganti rugi setahun lalu
BACA JUGA: Preman Melawan, Polisi Makin Tegas
Dana Rp 650 miliar sudah dikeluarkan untuk 12.061 berkas tanah dan bangunan milik wargaBACA JUGA: Peneror SMS Bom Terancam 15 Tahun Penjara
Bakrie masih punya utang 80 persen ganti rugi atau empat kali lipat dari daripada dana yang sudah dibayarkan kepada warga.Mei lalu, Bakrie masih berkomitmen melunasi sisa utang tersebut
BACA JUGA: Terkait Iklan, Adyaksa Minta Diperiksa Bawaslu
Jika mengacu pada jumlah berkas penerima berkas ganti rugi 20 persen, jumlah itu sangat sedikitMasih ada 10.097 berkas yang menunggu pembayaran sisa 80 persen ganti rugi dari Lapindo.Kabar induk Lapindo, Grup Bakrie, yang terhuyung-huyung di lantai bursa membuat penantian itu berganti dengan kecemasanSekretaris Gerakan Korban Lumpur Lapindo (GKLL) Khoirul Huda yang mengkoordinasi warga korban lumpur yang berkasnya tidak bersertifikat mengaku mulai waswas"Hingga saat ini, banyak anggota kami yang mengaku uang ganti rugi bangunan belum cair," ujarnya
Saat mencoba menyampaikan kekhawatiran itu ke PT Minarak -anak perusahaan Lapindo yang mengurusi ganti rugi- jawaban yang didapat selalu samaYakni, sedang melakukan rekonsolidasi internal dan penjadwalan ulang"Kami dijanjikan awal Desember," ucapnyaSampai saat ini, warga berharap agar tanggung jawab PT Minarak tetap dipenuhi"Kami tunggu saja bagaimana kelanjutannya," kata Huda.
Sunarto, koordinator warga Desa Renokenongo, salah satu di antara delapan desa yang terendam lumpur Lapindo, juga merasakan keresahan yang samaBahkan, tidak seperti anggota GKLL, 465 berkas milik warga Renokenongo belum menerima ganti rugi pertama sebesar 20 persen
Sebelumnya, mereka menolak skema pembayaran 20:80 persen yang dicantumkan dalam Perpres No 14 tahun 2007Mereka terus bertahan di Pasar Porong Baru hingga akhirnya menerima skema tersebutNamun, di saat warga menerima skema tersebut, ganti rugi 80 persen sudah mulaiDengan begitu, ratusan berkas itu terlambat masuk tim verifikasi untuk penandatanganan ikrar jual beli (PIJB).
Dari situlah, PT Minarak melaksanakan realisasi 20 persen tahap IIItu dialokasikan untuk warga Renokenongo di pengungsian dan beberapa warga yang berkasnya masih bermasalahWarga pengungsian melakukan PIJB akhir September dan awal OktoberNamun, dari 465 berkas, hanya 428 berkas yang sudah dilakukan PIJBLainnya, 37 berkas, masih menunggu verifikasi
Sunarto mengaku kabar tentang seretnya keuangan Bakrie turut membuat mereka cemas"Apalagi, sampai sekarang baru 14 berkas yang diganti rugi," ujarnyaPadahal, berdasar ketentuan, uang tersebut harus cair 14 hari sejak PIJB"Tapi, sampai sekarang belum semuanya cair," lanjutnya
Molornya pelunasan ganti rugi itu juga merembet ke kegiatan penanggulan pusat semburan lumpurWarga yang sudah tidak sabar menunggu pembayaran mulai menghentikan pembangunan tanggul di wilayah RenokenongoAlasannya, tanah tersebut masih milik warga karena ganti rugi belum dibayarkan"Kami tidak ingin dijanjikan dan dibohongiBayar dulu, baru kami biarkan ditanggul kembali," tegas Sunarto.
Persoalan bertambah pelik ketika komitmen Lapindo untuk pengerjaan tanggul tidak seperti dahuluBerdasar pemantauan di lapangan, pasokan pasir dan batu (sirtu) mulai berkurangSaat ini pasikan berkisar 150 dump truck per hariPadahal, sebelum Lebaran, pasokan mencapai 200 sampai 300 dump truck per hari
Sulit disangkal, berkurangnya suplai sirtu pasti terkait dengan mulai berkurangnya dana LapindoDari perhitungan kasar, jika harga setiap satu dump truck sirtu mencapai Rp 600 ribu, untuk saat ini dengan 150 dump truck per hari, PT Minarak harus mengeluarkan Rp 90 jutaAngka tersebut lebih kecil daripada pengeluaran sebelumnya, yakni 200 sampai 300 dump truck yang mencapai Rp 120 sampai Rp 180 juta per hari.
Saat dikonfirmasi, Vice President Relation Lapindo Brantas IncYuniwati Teryana mengakui masih ada keterlambatan pembayaran ganti rugiNamun, dia menolak itu dikaitkan dengan limbungnya kinerja keuangan induk perusahaan"Itu hanya persoalan waktuKami tetap akan menyelesaiakannya," katanya
Terkait penanggulan, pihaknya mengakui adanya pengurangan pasokan sirtuSemua itu dilakukan untuk efisiensi material sajaSelain efisiensi meterial, pihaknya juga melakukan efisiensi biaya dengan mencampur sirtu dengan lumpur yang mengeringSemua dilakukan dengan mempertimbangkan segala risiko dan keamanan"Kami tetap mengedepankan keamanan tanggul," jelas Yuniwati(riq/nuq/kim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bangun Ruang Baru, Satu Kamar Satu Miliar
Redaktur : Tim Redaksi