Bulan lalu, pemerintah provinsi Bali mengumumkan investasi senilai Rp325,7 miliar sudah digelontorkan untuk proyek kereta api 'Bali Subway' atau 'Bali Urban Rail'.
Proyek ini bertujuan untuk menyediakan transportasi cepat antara bandara dan destinasi wisata populer dalam bentuk light rail transit atau LRT.
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Israel Mengatakan Militernya Akan Terus Mengontrol Gaza
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali, I Gde Wayan Samsi, mengatakan kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia jika tahap pertama proyek tersebut dijadwalkan selesai pada tahun 2027.
"Kalau misalnya lancar groundbreaking kemudian fisik bisa berjalan dengan lebih cepat, harusnya dalam tiga tahun dari sekarang sebenarnya sudah bisa beroperasi," katanya.
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Protes Massal di Israel Setelah Enam Sandera Tewas
Kemacetan semakin parahIndonesia adalah tujuan luar negeri paling populer bagi warga Australia.
Pada tahun 2023, sebagian besar dari 1,37 juta orang turis asal Australia berkunjung ke Bali.
BACA JUGA: Sonny Septian Pengin Liburan ke Bali, Fairuz A Rafiq Tolak Keras Karena Ini
Jumlah ini terus bertambah, tetapi ketersediaan infrastruktur tidak dapat mengimbanginya.
Ketut Gunawan yang selalu naik sepeda motor mengatakan lalu lintas di Bali memburuk selama lima tahun terakhir.
Ketut mengatakan pernah terjebak di tengah kemacetan Canggu selama satu jam penuh.
"Beberapa tahun belakangan semenjak COVID bisa dibilang peningkatan kendaraan antara [warga] lokal maupun internasional itu sangat-sangat meledak sih," katanya.
Jalur pertama 'Bali Subway' akan menghubungkan bandara dengan Canggu dan kawasan lainnya di sebelah utara Bali, termasuk Kuta dan Seminyak.
Tahap kedua akan menuju resor mewah di Nusa Dua.
Sementara di tahap ketiga, kereta akan menghubungkannya ke Sanur, dan tahap keempat akan menghubungkan Ngurah Rai langsung ke Ubud.
I Putu Winastra, Ketua Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Bali, yang mewakili perusahaan perjalanan mengatakan antusias dengan rencana proyek kereta ini.
Menurutnya LRT di Bali akan "mengurangi kemacetan yang ada saat ini" dan seringkali "menjadi keluhan para wisatawan."
"[Program ini] bisa mengubah persepsi orang, persepsi negatif terhadap Bali itu sendiri," katanya.
Tapi ia mengatakan Bali "bukan hanya Kuta, Seminyak, dan Canggu."
"Jadi kalau orang yang belum pernah ke Bali kan dia pikir kalau datang ke Bali macet di mana-mana padahal tidak," ujarnya.
Sebagai warga Bali, Gunawan mengatakan mendukung proyek tersebut, tapi ia merasa tidak yakin bisa mengurangi kemacetan secara drastis.
Ia juga khawatir proyek LRT nantinya akan bertentangan dengan kepercayaan tata ruang masyarakat Bali.
Menurut peraturan bangunan Bali, konstruksi di daerah wisata tidak boleh melebihi 15 meter, atau tidak melebihi tinggi pohon kelapa.
Itulah sebabnya jalur kereta api akan dibangun di bawah tanah.Warga setempat tidak mungkin diuntungkan oleh kereta api
Direktur Rujak Centre for Urban Studies di Jakarta, Elisa Sutanudjaja, mengatakan skeptis terhadap proyek tersebut.
Salah satunya adalah target yang dinilai ambisius, mengingat proyek ini harus melakukan pengeboran bawah tanah di Bali selatan yang padat penduduk.
Pejabat (Pj) Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya mengatakan kebutuhan masyarakat setempat harus dipertimbangkan dalam membangun kereta bawah tanah.
Ia juga mengatakan pembangunannya harus menyediakan lapangan pekerjaan sebanyak mungkin bagi pekerja Bali.
"Tiket tidak boleh mahal untuk warga Bali setempat," katanya seperti dikutip kantor berita Antara.
"Harus disubsidi oleh perusahaan."
Namun, Elisa mengatakan pembangunan LRT ini tidak mungkin membantu banyak warga, mengingat rute kereta yang diusulkan tidak menuju Denpasar, tempat sebagian besar warga di Bali selatan tinggal.
Menurutnya, tujuan utama transportasi umum adalah untuk membantu mobilitas warga di perkotaan dan mengurangi kemacetan tidak bisa dicapai dalam waktu singkat.
"Yang diperlukan adalah kebijakan 'mendorong dan menarik'. Sarana, transportasi, bus, kereta, disediakan, tetapi juga diperlukan wortel dan tongkat," katanya.
"Pemerintah juga perlu mendorong orang yang menggunakan kendaraan pribadi untuk menggunakan transportasi umum."
Putu Rumawan Salain, dosen arsitektur dari Universitas Udayana di Bali, mengatakan kepada Benar News tentang bagaimana proyek tersebut memiliki "banyak masalah."
Elisa maupun Rumawan mengkhawatirkan belum adanya studi kelayakan untuk proyek kereta cepat tersebut.
Kadis Perhubungan Provinsi Bali I Gde Wayan Samsi mengatakan "belum banyak studi terkait" pembangunan LRT.
Ia pun mengakui pendanaan menjadi tantangan tersendiri.
"Uangnya tidak ada," katanya.
Ia mengharapkan ada lebih banyak investasi eksternal, agar tidak perlu anggaran daerah yang terbatas.
Tapi pemerintah sepertinya terus mendorong agar proyek ini bisa segera dilaksanakan.
Seperti yang disebutkan dalam sebuah pernyataan pemerintah bulan Agustus kemarin, yang mengatakan pengembang akan mulai mengerjakan proyek tersebut bulan September ini.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia Suharso Manoarfa mengatakan "Insha Allah kalau semuanya berjalan dengan baik saya akan memohon kesediaan bapak presiden untuk melakukan groundbreaking karena ini prestige."
"Bukan hanya untuk Bali tapi untuk Indonesia."
BACA ARTIKEL LAINNYA... Membuka IAPF di Bali, Puan Singgung RI-Afrika Punya Sejarah Panjang Sejak KAA di Era Presiden Soekarno