MENJADI salah seorang juri penghargaan jurnalistik, Mochtar Lubis Award (MLA), Bambang Widjojanto mengaku mendapatkan banyak wawasan pengetahuan baru tentang berbagai hal
Ia mencontohkan, dirinya baru tahu ada sebuah kampung kumuh di Surabaya yang warganya tidak diakui oleh pemerintah setempat dengan memberi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
BACA JUGA: Sayembara Lira Layak buat Imigrasi Kolombia
”Pemerintah hanya datang lima tahun sekali, untuk memobilisasi mereka ikut pemilu,” kata mantan direktur YLBHI ituBambang mengaku bersedia menjadi juri MLA karena sangat menghormati tokoh pers almarhum Mochtar Lubis
BACA JUGA: Pelunasan BPIH Mulai Senin Depan
Tak hanya sebagai jurnalis gigih, berani dan penuh integritas, di mata Bambang, Mochtar Lubis pun seorang yang sangat telitiBambang masih mengingat tahun 1984, saat pertama kali dirinya datang ke Jakarta dari Jayapura dan menghadapi wawancara untuk berkiprah di YLBHI
BACA JUGA: Kuasa Hukum Tuduh Dubes Mencuri Paspor
Saat itu pewawancaranya almarhum Mochtar Lubis, salah seorang anggota Dewan Kehormatan YLBHI”Apa buku yang terakhir kali dibaca,” kata Bambang mengulang pertanyaan pertama MochtarBambang yang masih kaget menjawab bahwa dirinya baru saja menamatkan buku tentang bantuan hukum, karangan Todung Mulya Lubis.
“Siapa itu Mulya Lubis?” tanya MochtarKarena Bambang menjawab tak tahu, Mochtar Lubis pun mengajaknya bicara panjangDan justru itu yang membuat dirinya langsung merasa dekat dengan sang tokoh pers Indonesia itu
Ditanya tentang kesannya terhadap penghargaan tersebut, Bambang menyatakan, penghargaan Mochtar Lubis membuat dirinya optimistis bahwa pers sebagai pilar keempat demokrasi akan tetap terjaga”Saya optimistis pers akan tetap menjadi pilar keempat, bahkan di era industrialisasi pers seperti saat ini,” kata dia(fol)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketua MPR RI Dianugerahi Bintang Adipradana
Redaktur : Tim Redaksi