Bamsoet: Amendemen UUD NRI 1945 Tidak Ubah Pasal 7 Tentang Masa Jabatan Presiden

Kamis, 16 September 2021 – 20:35 WIB
Ketua MPR RI Bamsoet saat menjadi keynote speech diskusi 'Menakar Urgensi Amendemen UUD NRI Tahun 1945' yang diselenggarakan Ikatan Alumni Fakul Hukum Universitas Padjajaran secara virtual, Bali, Kamis (16/9/21). Foto: dok humas MPR RI

jpnn.com, BALI - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) bukanlah sesuatu hal yang tabu.

Dia mengatakan negara Amerika Serikat yang telah sekian lama menjadi rujukan global dalam implementasi sistem demokrasi, melakukan amendemen konstitusi sebanyak lebih dari 27 kali.

BACA JUGA: Bamsoet Pamer Mobil Andalannya Kala itu, Nih Penampakannya 

"Idealnya, konstitusi yang kita bangun dan perjuangkan adalah konstitusi yang 'hidup' (living constitution), sehingga mampu menjawab segala tantangan zaman," kata Bamsoet-panggilan akrab- saat menjadi keynote speech diskusi 'Menakar Urgensi Amandemen UUD NRI Tahun 1945' yang diselenggarakan Ikatan Alumni Fakul Hukum Universitas Padjajaran secara virtual, Bali, Kamis (16/9/21).

"Konstitusi yang 'bekerja' (working constitution), yang benar-benar dijadikan rujukan dan dilaksanakan dalam praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara," sambungnya.

BACA JUGA: Bamsoet: Ketaatan Protokol Kesehatan Kunci Pemulihan Ekonomi

Hadir sebagai pembicara antara lain Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harijanti dan Direktur Eksekutif CSIS (Center for Strategic and International Studies) Philips Jusario Vermonte.

Bamsoet menjelaskan, agar konstitusi 'hidup' dan 'bekerja' maka tidak boleh anti terhadap perubahan.

BACA JUGA: Bamsoet: Tudingan Amendemen UUD 1945 untuk Presiden Tiga Periode Sangat Prematur

Perubahan zaman, kata Bamsot, adalah sebuah kensicayaan yang tidak akan terhindarkan.

Sebab, hanya satu hal yang tidak akan pernah berubah, yaitu perubahan itu sendiri.

"Tentunya dengan tetap memastikan kelestarian nilai-nilai luhur yang menjadi original intent para founding fathers dalam mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Termasuk dalam merumuskan naskah konstitusi," kata Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu tidak menampik adanya kekhawatiran sebagian kalangan yang curiga amandemen terbatas UUD NRI 1945, akan membuka peluang melakukan amendemen pada beragam substansi lain di luar Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

Bentuk kekhawatiran tersebut, misalnya, mengenai penambahan masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode.

"Menyikapi isu ini, saya perlu menegaskan bahwa MPR RI tidak pernah melakukan pembahasan apapun untuk mengubah pasal 7 UUD NRI 1945, yang mengatur tentang masa jabatan presiden dan wakil presiden," ungkapnya.

"Isu tersebut tidak pernah dibahas di MPR, baik dalam forum rapat pimpinan, rapat-rapat alat kelengkapan MPR, ataupun rapat gabungan pimpinan MPR dengan pimpinan fraksi," imbuh Bamsoet.

Bamsoet menegaskan, jalan menuju perubahan UUD NRI 1945 bukanlah jalan yang mulus.

Namun, jalan yang terjal dan berliku. Untuk mengusulkan perubahan pasal-pasal di dalam UUD NRI 1945 diperlukan sekurang-kurangnya 1/3 anggota MPR atau 237 pengusul.

"Sebelum diagendakan dalam Sidang Paripurna MPR, usulan tersebut harus diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya," imbuhnya.

Selain itu, Ketua IMI Pusat itu mengatakan kuorum rapat untuk membahas usul perubahan harus dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR, yaitu 474 anggota.

Dan usul perubahan harus disetujui oleh 50 persen ditambah satu dari seluruh anggota MPR, yaitu 357 anggota.

"Namun yang harus disadari bersama, perubahan UUD NRI 1945 bukanlah semata-mata perhitungan matematis, sebagaimana diatur di dalam pasal 37 UUD NRI 1945. Jauh lebih penting adalah terbangunnya konsensus dan harmonisasi seluruh kekuatan politik. Bukan dengan pendekatan politik praktis ataupun kecurigaan dan kebencian," pungkas Bamsoet. (mrk/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bamsoet: Bergeser ke Endemi Menuju Pemulihan


Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Tim Redaksi, Dedi Sofian

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler