jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi langkah DPP Asosiasi Advokat Indonesia (DPP AAI) yang akan memasifkan para advokat di bawah organisasi AAI dalam aktifitas pro bono dan juga legal aid (bantuan hukum).
Sebagai implementasi amanah Pasal 22 ayat 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat secara tegas mengamanahkan bahwa setiap advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma cuma (pro bono) kepada pencari keadilan yang tidak mampu.
BACA JUGA: Catatan Ketua MPR RI: Menuju Endemi, Ikhtiar Merdeka dari Covid-19
Menurut Bamsoet-panggilan akrab- selain melakukan aktifitas pro bono, advokat juga harus lebih banyak terlibat dalam bantuan hukum (legal aid) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum,q serta Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan.
"Negara berkewajiban menyiapkan advokat secara gratis untuk pencari keadilan, dengan biaya yang dibebankan kepada anggaran bantuan hukum, baik yang disediakan oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)," ujar Bamsoet usai menerima pengurus DPP Asosiasi Advokat Indonesia (DPP AAI), di Jakarta, Kamis (8/4).
BACA JUGA: MPR RI Dorong Gerakan Pelestarian Kebudayaan Nasional
Pengurus DPP Asosiasi Advokat Indonesia yang hadir antara lain, Ketua Umum Palmer Situmorang, Wakil Ketua Umum Anton Desi Hernanto, Wakil Ketua Umum Darwin Aritonang, Ketua Hubungan Antar Lembaga Dhifla Wiyani, Wakil Sekretaris Jenderal Andrian Meizar, dan Bidang Humas Yosi.
Ketua DPR RI ke-20 menjelaskan antara pro bono dan legal aid merupakan dua hal yang berbeda.
BACA JUGA: Ketua MPR RI Dukung Polri Beri Efek kepada Pelaku Investasi Bodong
Pro bono timbul dari kesadaran diri advokat/kantor hukum untuk memberikan jasa hukum secara gratis kepada masyarakat pencari keadilan yang tidak mampu.
Sementara legal aid, masyarakat pencari keadilan tidak perlu membayar jasa advokat/kantor hukum karena sudah ditanggung oleh negara.
Legal aid merupakan kebijakan pemerintah untuk memberikan bantuan hukum kepada warga negaranya yang tidak mampu, bisa melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau organisasi yang memberi layanan bantuan hukum.
"Setelah kurang lebih 19 tahun keberadaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, hingga kini penerapan jasa pro bono yang dilakukan oleh advokat masih belum terlaksana dengan baik," ujarnya.
Wakil Ketua Umum Partai Golka itu menerangkan, semakin memasifkan pro bono dan legal aid dalam aktifitas setiap advokat, Kementerian Hukum dan HAM perlu untuk duduk bersama dengan asosiasi/perhimpunan advokat.
Sehingga, bisa saling menemukan titik temu bagaimana mengimplementasikan dua hal tersebut secara efektif dan efisien.
"Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) melaporkan total organisasi yang layak sebagai pemberi bantuan hukum dan dapat mengakses anggaran bantuan hukum yang disiapkan APBN/APBD pada periode tahun 2019 - 2021 tercatat sebanyak 524 organisasi," pungkas Bamsoet. (mrk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Imlek, Wakil Ketua MPR RI Ungkap Peran Gus Dur untuk Kalangan Tionghoa di Indonesia
Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Dedi Sofian, Dedi Sofian