jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta agar urgensi hadirnya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dibahas dalam Konferensi Nasional Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN).
Organisasi keilmuan yang beranggota para pakar hukum tata negara dan administrasi negara ini memiliki legalitas yang kuat untuk memberikan sumbangan pemikiran seputar PPHN.
BACA JUGA: Ketua MPR RI Dukung Polri Beri Efek kepada Pelaku Investasi Bodong
"Mengingat saat ini Indonesia seperti tidak memiliki pegangan hukum yang bisa dijadikan sebagai rujukan/pedoman dalam menjalankan pembangunan nasional,'' ujar Bamsoet.
Hal ini sangat berbeda dibandingkan dengan masa pemerintahan Presiden Soekarno. Indonesia memiliki Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana dan GBHN.
BACA JUGA: Bamsoet Dukung Bursa Kripto Hadir di Indonesia
Sejak era Reformasi, pola pembangunan berubah karena berdasarkan visi dan misi presiden-wakil presiden terpilih yang dielaborasi dalam rencana pembangunan jangka menengah 5-10 tahun.
Dampak negatifnya, tidak ada kesinambungan pembangunan antara satu periode pemerintahan ke pemerintahan penggantinya.
BACA JUGA: Bamsoet Minta Pihak Kepolisian Usut judi Online Berkedok Investasi
Hal itu dikatakan Bamsoet saat didapuk sebagai anggota Dewan Kehormatan APHTN-HAN bersama Ahmad Basarah di ruang kerja ketua MPR RI, Jakarta, Kamis (17/2).
Ketua ke-20 DPR RI ini menjelaskan, dukungan agar Indonesia kembali memiliki haluan negara pernah disampaikan Presiden Ke-3 Indonesia B.J. Habibie dalam acara pada diskusi yang diselenggarakan akhir Maret 2014.
Dukungan serupa datang dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Forum Rektor Indonesia, Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial (HIPIIS), dan ormas Islam lainnya.
Wakil ketua umum Partai Golkar ini menerangkan, berbagai negara dunia memiliki perencanaan pembangunan jangka panjang.
Bahkan, sejak 1953, Tiongkok mengadopsi pola pembangunan menyerupai GBHN dalam merancang peta jalan pembangunan untuk menatap Tiongkok 2050.
Ironisnya, Indonesia justru meninggalkan pola tersebut. Namun, belum telat jika ingin kembali menghidupkannya.
"Urgensi menghadirkan PPHN dicetuskan MPR RI periode 2009-2014,'' ucap Bamsoet.
Sebagaimana tertuang dalam Keputusan MPR Nomor 4/MPR/2014, perlu dirumuskan sistem perencanaan pembangunan yang tepat, berorientasi pada demokrasi, dan kesejahteraan rakyat.
Dilanjutkan MPR periode 2014-2019 melalui Keputusan MPR Nomor 8/MPR/2019 yang merekomendasikan kepada MPR Periode 2019-2024 untuk mengkaji substansi dan bentuk hukum PPHN.
Termasuk membangun konsensus politik dalam penetapan bentuk hukumnya," terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menuturkan, MPR RI periode 2019-2024 melalui Badan Pengkajian MPR dan Komisi Kajian Ketatanegaraan saat ini menyelesaikan rancangan PPHN beserta naskah akademiknya.
Rancangan ini ditargetkan selesai pada April 2022 untuk kemudian dikirimkan kepada para pimpinan partai politik dan DPD.
Lalu, dibahas dalam rapat gabungan MPR RI. Jadi, MPR RI bisa segera membentuk panitia ad hoc (PAH) PPHN.
"PPHN sebagai bintang penunjuk arah pembangunan sangat penting. Salah satunya, memastikan pembangunan Ibu Kota Nusantara di Kalimantan Timur tidak mangkrak. Mengingat untuk membangunnya dibutuhkan dana hingga USD 35 miliar atau sekitar Rp 501 triliun,'' ujarnya. (mrk/jpnn)
Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi