jpnn.com - JAKARTA - Wakil Bendahara Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo menduga, belum adanya gambaran postur kabinet pemerintah baru disebabkan perbedaan tajam cara pandang antara presiden terpilih Joko Widodo dengan wakil presiden terpilih Jusuf Kalla. Jokowi menurutnya, cenderung progresif, sementara JK memilih proses perubahan bertahap.
Menurut pria yang akrab disapa Bamsoet ini, dugaan hadir didasari beberapa fakta yang mengemuka. Antara lain, tak lama setelah KPU menetapkan hasil pilpres, perbedaan keduanya langsung mengemuka di ruang publik. Terutama pada isu figur menteri dari partai politik (parpol), perampingan kabinet dan isu mengenai lelang jabatan menteri.
Jokowi menurutnya, menuntut menteri yang akan datang harus fokus 100 persen membantu presiden, menjalankan program kerjanya. Karena itu menteri sebaiknya tidak menduduki jabatan di partai politik.
BACA JUGA: Nazar Sebut Anas Temui M Nuh untuk Bahas Proyek Kemendikbud
Sementara JK, kata Bamsoet, berpendapat menteri dari kalangan politisi tak boleh dihapus. Karena kabinet tak bisa lepas dari politik, dan karenanya patut menghargai suara parpol. JK juga minta tidak dibuat dikotomi antara politisi dengan para profesional.
"Kendati Jokowi telah memberi klarifikasi dan membantah spekulasi mengenai perbedaan pendapat dengan JK, namun publik masih merasakan adanya perbedaan itu. Karena itu publik menunggu kemampuan keduanya mencari jalan keluar dari beda cara pandang itu," katanya dalam pesan elektronik yang diterima, Senin (25/8).
BACA JUGA: KPK Periksa Istri Bupati Karawang
Perbedaan di antara Jokowi-JK, kata Bamsoet juga hadir terkait cara pandang atas postur kabinet yang akan datang. Tim Transisi yang dipimpin Rini Soemarni menyiapkan opsi perampingan dan penggabungan kementerian. Dari 34 kementerian yang ada saat ini, dipangkas menjadi 27 kementerian. Tujuannya, menghemat APBN Rp 3,8 triliun.
"Namun JK menolak opsi ini. JK mengingatkan bahwa perampingan dan penggabungan kementerian tidak otomatis bisa menghemat anggaran, karena pemerintah baru tidak mungkin menawarkan program pemutusan hubungan kerja bagi pegawai negeri sipil (PNS)," katanya.
BACA JUGA: Tambah Usia, LPSK Masih Terkendala Persoalan Internal
Demikian juga terkait mekanisme rekrutmen menteri, menurut Bamsoet, Jokowi ingin menerapkan mekanisme yang hampir sama dengan yang diterapkannya saat menyeleksi camat dan lurah di Jakarta. Artinya, akan ada lelang jabatan untuk menyeleksi calon menteri.
Namun JK berpendapat lain. Lelang jabatan tak dapat diterapkan untuk menentukan figur menteri. Jabatan menteri sangat penting dan politis. Karena itu, sebaiknya dipilih melalui penunjukan langsung oleh presiden. ""Kata JK, menteri itu semacam CEO yang tidak pernah dipertandingkan, tapi dicari, rekam jejaknya harus detail. Selain itu, untuk menghindari stagnasi manajemen kenegaraan atau dampak negatif lainnya, JK juga berpendirian pemerintah baru sebaiknya tidak memaksakan perubahan yang radikal atau ekstrim," ujar anggota Komisi III DPR RI ini.
Dari beda cara pandang itu, publik, kata Bamsoet, melihat bahwa ada tantangan, tepatnya mungkin persoalan internal yang sedang menyelimuti kedua calon pemimpin itu. "Mampukah Jokowi-JK menemukan jalan keluar dari beda cara pandang itu, ini yang ditunggu publik," katanya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemenkeu Buka Lowongan untuk 3.938 CPNS
Redaktur : Tim Redaksi