Tambah Usia, LPSK Masih Terkendala Persoalan Internal

Senin, 25 Agustus 2014 – 13:42 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Setelah selama enam tahun berdiri, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) ternyata masih menemui banyak hambatan dalam rangka pemenuhan hak-hak saksi dan korban. Menurut Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai, hambatan itu justru berasal dari birokrasi internal.

Haris mengatakan, struktur organisasi LPSK masih dipimpin sekretaris setingkat eselon II, sehingga dalam urusan administrasi anggaran dan kepegawaian masih di dalam naungan Kementerian Sekretariat Negara. Menurutnya, masalah ini telah diusulkan dalam revisi Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, sehingga Sekretaris LPSK dipegang pejabat eselon I.

BACA JUGA: Kemenkeu Buka Lowongan untuk 3.938 CPNS

"Namun, proses revisi membutuhkan waktu yang cukup lama," ujar Haris saat seminar bertajuk "Pengarusutamaan Perspektif Saksi dan Korban dalam Peradilan Pidana" dalam rangka terkait hari ulang tahun LPSK keenam di Jakarta, Senin (25/8).

Saat ini revisi UU Nomor 13 Tahun 2006 masih belum tuntas. Prosesnya masih berada di DPR.

BACA JUGA: Syarief Hasan Bantah Demokrat Merapat ke Jokowi-JK

Haris berharap, pada periode DPR 2014-2019 yang sebentar lagi berakhir, revisi UU itu bisa diselesaikan. "Saya berharap DPR bisa menyelesaikan revisi itu sebelum masa jabatan selesai," kata Haris.

Hambatan lain yang dialami LPSK adalah masih kurangnya sumber daya manusia yang mendukung kelancaran pelaksanaan tugas pokok dan fungsi. Menurut Haris, di LPSK belum mendapatkan tunjangan remunerasi karena saat ini sedang disusun usulan reformasi birokrasi. "Sehingga PNS di instansi lain tidak berminat pindah di LPSK," ujarnya.

BACA JUGA: Kembali Pojokkan Anas, Nazar Diteriaki Bohong Terus

Selain itu, kata Haris, peraturan penerimaan calon pegawai Kemensesneg tentang syarat minimal usia 28 tahun menyebabkan banyak tenaga honorer banyak tak bisa ikut tes. "Selain itu, belum adanya patung hukum yang jelas bagi tenaga honorer LPSK," paparnya.

Di samping itu, LPSK juga belum punya gedung kantor sendiri. Sebab, saat ini LPSK  masih menempati Gedung Pola yang dihuni oleh berbagai instansi, sehingga untuk perlindungan saksi dan korban keamanannya kurang terjamin.

"Kurangnya sarana dan prasarana untuk proses pengamanan dan pengawalan, belum adanya asuransi jiwa untuk tenaga pengamanan dan pengawalan," ungkap Haris.

Lebih jauh Haris menambahkan, belum ada LPSK di daerah juga menjadi kelemahan. Namun, pihaknya menjawab itu dengan membangun kerjasama erat dengan berbagai instansi. "Kami dapat membangun kerjasama itu sampai ke daerah," ungkap dia.

Sedangkan Wakil Jaksa Agung Andhi Nirwanto yang menjadi pembicara utama mendorong agar revisi UU tentang LPSK bisa segera diselesaikan. Menurut Andhi, setelah berjalan beberapa tahun, telah ditemukan beberapa kelemahan di dalam UU itu.

Karenanya, Andhi mengatakan kelemahan itu berpengaruh terhadap perlindungan saksi dan korban serta pelaksanaan tugas LPSK sebagai lembaga yang diberikan kewenangan. "Perlu dilakukan perubahan UU itu," ungkap Andhi.

Dia mengatakan, perubahan ini dimaksudkan agar tujuan dibentuknya UU itu bisa tercapai secara ideal. Yakni memberikan perlindungan seimbang kepada, saksi, korban, perlapor, justice collaborator. "Perubahan UU ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakah cegah pidana," kata bekas Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus itu.(boy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Prabowo Kalah di MK, Gerindra Terus Dorong Pembentukan Pansus Pilpres


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler