jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI sekaligus Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Keamanan dan Pertahanan Kadin Indonesia Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengungkapkan, Kadin dan Kejaksaan Agung akan membuat nota kesepahaman.
Isinya, bekerja sama memberikan edukasi kepada asosiasi usaha di bawah naungan Kadin di berbagai daerah terkait pelaksanaan Omnibus Law UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
BACA JUGA: Bamsoet Ajak Masyarakat Giatkan Penangkaran Burung Langka lewat Ajang Ini
Sekaligus memberikan edukasi tentang berbagai peraturan di kejaksaan yang terkait dengan penegakan hukum dalam bidang usaha. Kadin dan Kejaksaan Agung (Kejagung) juga akan membuat Tim Kerja.
Dari Kadin diwakili Wakil Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum Reginald FM Engelen, sementara dari Kejaksaan Agung diwakili Staf Umum Jaksa Agung Kuntadi.
BACA JUGA: Bamsoet Sebut Tiga Gap dalam Digital Trading di Indonesia, Apa Saja?
Tim Kerja Kadin - Kejaksaan Agung berfungsi memonitoring pelaksanaan UU Nomomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di berbagai daerah agar investor lokal maupun luar negeri bisa berinvestasi sesuai ketentuan.
"Tim Kerja Kadin - Kejaksaan Agung juga akan memberikan bantuan konsultasi dan koordinasi terhadap dunia usaha yang mendapatkan kriminalisasi,'' ujar Bamsoet.
BACA JUGA: Simak Catatan Bamsoet Terkait Kripto, Pajak, Kepastian Hukum, dan Konsumen
Sehingga bisa mewujudkan iklim investasi yang sehat dan kondusif, agar para investor yang berinvestasi di Indonesia bisa semakin banyak.
''Pada akhirnya bisa membuka banyak lapangan pekerjaan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan memulihkan perekonomian nasional," ujar Bamsoet usai bertemu Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (24/2).
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, Kadin juga mendukung langkah Kejaksaan Agung di bawah pimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Yakni, menegakkan restorative justice (keadilan restoratif) dalam upaya penyelesaian perkara di luar jalur peradilan.
Bahkan, restorative justice kini telah menjadi brand kejaksaan yang mengacu pada Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020.
Sambutan dari masyarakat terhadap pelaksanaan keadilan restoratif ini juga sangat positif.
"Dalam menjalankan keadilan restoratif, penyelesaian perkara tindak pidana tetap melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Sudah 300 lebih perkara yang diselesaikan melalui keadilan restoratif, antara lain pencemaran nama baik Bupati Kepulauan Sangihe, perkara penadahan, pencurian, penganiayaan, hingga perkara pelanggaran Lalu Lintas Angkutan Jalan," jelas Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilaksanakan dengan asas keadilan, kepentingan umum, dan proporsionalitas.
Pidana menjadi jalan terakhir, cepat sederhana, dan biaya ringan.
Penerapannya mampu menyelesaikan perkara tindak pidana ringan tanpa ke meja hijau/pengadilan Sehingga bisa meminimalkan over capacity lapas yang selama ini menjadi momok bagi Lapas di Indonesia.
"Tidak semua perkara bisa diselesaikan melalui keadilan restoratif. Syarat seseorang bisa mendapatkan keadilan restoratif antara lain, tindak pidana yang baru pertama kali dilakukan, kerugian di bawah Rp 2,5 juta, serta kesepakatan antara pelaku dan korban," pungkas Bamsoet. (mrk/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi