jpnn.com, JAKARTA - Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) di DPR Saleh Partaonan Daulay mengapresiasi rencana pemerintah meluncurkan kembali program Bantuan Subsidi Upah (BSU) bagi para pekerja.
Menurutnya, program ini perlu didukung dan diapresiasi, sebab diharapkan dapat membantu para pekerja dan pengusaha bertahan di tengah situasi pandemi yang belum bisa dikendalikan.
BACA JUGA: Ternyata Sudah Ada Sekolah Mulai Belajar Tatap Muka
Meski demikian, Saleh mengingatkan program BSU perlu disempurnakan.
Dia juga meminta agar para pekerja sektor informal juga mendapat bantuan subsidi upah.
BACA JUGA: Tak Tanggung-tanggung, Panglima TNI Sampai Mengerahkan 63 Ribu Prajurit
"Ada banyak catatan terkait pelaksanaan BSU tahun lalu. Sudah semestinya kekurangan-kekurangan yang ada tidak terjadi lagi tahun ini," ujar Saleh dalam keterangannya, Senin (26/7).
Anggota Komisi IX DPR ini kemudian memaparkan sejumlah catatan yang perlu diperbaiki dari program BLU tahun lalu.
BACA JUGA: Angka Kematian Meningkat Signifikan, Puan Mengingatkan Pemerintah
Pertama, data penerima BSU yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan tidak semuanya akurat.
"Menurut keterangan menteri tenaga kerja ketika itu, ada banyak duplikasi data, rekening tidak valid, rekening sudah tutup dan ada juga rekening yang tidak sesuai dengan NIK," ucapnya.
Akibat dari kesalahan data tersebut, BSU yang disediakan tidak terserap secara keseluruhan.
Realisasi BSU hanya mencapai Rp 27,96 triliun (93,94 persen) dari anggaran yang disediakan sebesar Rp 29,85 triliun, per 14 Desember 2020.
"Artinya ada Rp 1,89 triliun yang tidak tersalurkan dan harus dikembalikan ke negara. Ini sangat banyak, pasti banyak kelompok pekerja yang tidak jadi menerima. Padahal mereka sudah masuk kriteria penerima yang gajinya di bawah Rp 5 juta," ucapnya.
Kedua, Saleh menilai target sasaran penerima BSU semestinya diperluas.
Selain pekerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan yang memenuhi kriteria yang ditetapkan, pemerintah disarankan juga memikirkan para pekerja sektor informal.
Pekerja informal dinilai juga sangat merasakan dampak dari kebijakan PPKM.
Penghasilan mereka juga tidak menentu. Bahkan, tidak jarang harus menutup usahanya.
"Sektor informal ini banyak. Buruh bangunan, pedagang sayur, pedagang asongan, juru parkir, penjahit, buruh cuci, sopir angkot, nelayan, petani, dan lain-lain."
"Mereka dipastikan juga merasakan dampak dari pemberlakuan PPKM. Sayangnya, mereka ini tidak terdata dengan baik. Nah, semestinya mereka ini yang juga mendapat bantuan dan perhatian," ucapnya.
Saleh juga menyebut dari sisi gaji, target sasaran BSU tahun ini diturunkan dari 2020 lalu.
Tahun lalu, pekerja yang bergaji di bawah Rp 5 juta, sementara pada program BLU 2021 pekerja yang bergaji di bawah Rp 3,5 juta.
Jumlahnya penerima diperkirakan menyasar 8 juta orang.
"Kalau bantuannya sebesar Rp 1 juta, maka diperlukan Rp 8 triliun."
"Kalau dilakukan pendataan, pekerja informal yang tidak terdata di BPJS Ketenagakerjaan ini banyak yang gajinya di bawah Rp 3,5 juta. Bahkan, kondisi mereka lebih sulit lagi di masa pandemi ini," katanya.
Saleh mengakui, tidak mudah untuk mendata pekerja informal. Namun, mereka juga merupakan bagian dari tanggung jawab kementerian tenaga kerja.
"Jika mereka dilupakan, akan ada nuansa ketidakadilan dalam pemberian bantuan sosial seperti ini," katanya.
Saleh mengingatkan, Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945 memerintahkan “tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”.
"Dalam konteks itu, sudah semestinya para pekerja informal dimasukkan dalam skema penerima BSU," katanya.
Ketiga, ada banyak pekerja yang berstatus TKS (tenaga kerja sukarela) di daerah-daerah yang penggajiannya jauh di bawah upah minimum kabupaten.
Mereka diangkat untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di banyak kabupaten/kota.
Masalahnya, APBD yang tersedia tidak mampu untuk menggaji mereka secara proporsional.
"Sama seperti guru honorer, mereka ini juga semestinya menjadi target sasaran. Kebanyakan di antara mereka ini justru bekerja di bidang kesehatan sebagai perawat dan bidan. Di tengah pandemi seperti ini, tenaga mereka pasti sangat dibutuhkan," katanya.
Keempat, penyaluran BSU tahun 2020 terkendala oleh waktu.
Menurut Saleh, kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan ketika itu dibatasi oleh waktu yang sangat mepet.
Akibatnya, perbaikan data penerima tidak bisa dilaksanakan sesuai dengan harapan.
"Sebaiknya tahun ini BSU disalurkan lebih cepat. Makin cepat disalurkan, akan makin baik. Apalagi BSU tersebut dapat meningkatkan daya beli masyarakat yang dapat menggerakkan roda perekonomian di lapisan terbawah," pungkas Saleh.(gir/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang