Bang Toyib

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Kamis, 24 Maret 2022 – 19:10 WIB
Vaksin booster COVID-19 jadi syarat mudik 2022: Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Bang Toyib menjadi salah satu nama yang paling banyak dikenal oleh penggemar musik Indonesia, khususnya musik dangdut. 

Nama itu merujuk pada seorang bapak yang bekerja meninggalkan keluarga, dan tiga kali Lebaran tidak mudik. 

BACA JUGA: Uni Irma: Vaksin Booster Tidak Perlu jadi Syarat Mudik

Bang Toyib ialah tokoh fiktif, tetapi sudah menjadi identitas bagi siapa saja yang lama tidak mudik.

Setelah dua kali lebaran tidak ada mudik, kemungkinan lebaran tahun ini masyarakat bisa mudik. 

BACA JUGA: Anggota DPR Ini Minta Syarat Vaksin Booster untuk Mudik Dibatalkan, Begini Alasannya

Pemerintah mengumumkan bahwa mudik diperbolehkan dengan syarat harus sudah mendapatkan vaksin booster

Artinya, masyarakat harus vaksin tiga kali sebelum dapat permit mudik.

BACA JUGA: Mudik Booster

Dalam kisah lagu Bang Toyib yang dinyanyikan Nita Talia sang istri menunggu-nunggu sampai tiga kali Lebaran, tetapi Bang Toyib tidak pulang-pulang  dan sepucuk surat tidak datang. 

Syair lagu ini mestinya bernuansa mellow atau melankolis, karena menceritakan duka seorang istri yang ditinggal pergi oleh suami selama tiga tahun tanpa kabar. 

Namun, karena lagu ini diaransir dengan nada dangdut koplo, maka nuansa mellow hilang, berubah menjadi suasana ngebit yang asyik buat berjoget.

Alih-alih menjadi kisah sedih, lagu Bang Toyib menjadi lagu rancak nan jenaka. 

Orang-orang akan goyang pinggul mendengar lagu ini. 

Paling tidak,  akan goyang jempol diam-diam, atau goyang dua jari sambil mencuri kesempatan menggoyang  kaki. 

Ada yang menanyakan ‘’asbabul nuzul’’ lagu ini, mengapa Bang Toyib tidak pulang dan tidak kirim kabar seperti orang minggat. 

Jawabnya ada di syair lagu itu. 

Bang Toyib mengambek karena anak-anaknya rada kurang ajar.  ‘

’Bang Toyib, Bang Toyib, kenapa tak pulang-pulang, anakmu anakmu panggil panggil namamu‘’. 

Rupanya Bang Toyib marah karena anaknya memanggil nama, padahal harusnya memanggil ‘’bapak’’ atau ‘’ayah’’ atau ‘’papa’’.

Meski dirundung duka tetapi sang istri masih bisa menyanyi dan bergoyang dengan ceria. 

Itulah cerminan budaya masyarakat yang ‘’resilient’’, tangguh menghadapi penderitaan macam apa pun. 

Ditinggal suami tiga tahun tanpa kirim kabar pasti akan membuat seorang istri menanggung beban hidup yang berat, karena harus menghidupi anak-anaknya, tetapi nyatanya sang istri bisa mengatasi beban itu.

Masyarakat mempunyai mekanisme internal untuk mengatasi persoalan yang datang bertubi-tubi sepanjang beberapa tahun terakhir ini. 

Pandemi Covid-19 membuat banyak orang dari berbagai kalangan menderita, tetapi daya tahan masyarakat Indonesia terbukti tangguh dan bisa mengatasi musibah global itu. 

Saat ini, seharusnya kita sudah berada di ujung terowongan. 

Setelah dua tahun dalam kegelapan akhirnya terbitlah terang. 

The light at the end of the tunnel sudah mulai samar-samar kelihatan. 

Masa-masa pandemi yang berat akan segera berakhir dengan diumumkannya status endemi yang lebih memberi kelonggaran kepada masyarakat untuk bergerak dan berusaha.

Lebaran 2022 ini seharusnya menjadi sinar di ujung terowongan yang membuat lega, tetapi rupanya pemerintah masih belum benar-benar melepas masyarakat untuk menikmati sinar itu. 

Syarat wajib booster akan menjadi penghambat bagi pemudik untuk bisa menikmati Lebaran dengan leluasa.

Presiden Jokowi sendiri yang mengumumkan persyaratan itu, Rabu (24/3). 

Ini menunjukkan bahwa keputusan tersebut serius. 

Selain mewajibkan booster, Jokowi juga melarang kegiatan yang bisa menimbulkan kerumunan, seperti buka puasa bersama atau bukber, dan open house saat Lebaran.

Bulan Ramadan adalah bulan istimewa, saat untuk berkumpul dengan keluarga dan handai tolan.  

Bukber adalah bagian dari tradisi Ramadan yang sudah mengurat-mengakar di masyarakat. 

Ramadan tanpa bukber terasa akan ada yang hilang.

Selama sebulan masyarakat muslim akan menikmati konsumsi lebih dari biasanya. 

Konsumsi rumah tangga dalam bentuk belanja bahan makanan naik rata-rata 17 persen selama Ramadan, sedangkan konsumsi lain seperti pakaian untuk lebaran bisa naik sampai 47 persen.

Angka kenaikan ini nyata. Multiplier effect ekonomi Ramadan dan Lebaran akan sangat berarti dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. 

Perputaran uang selama mudik mencapai triliunan rupiah. Even ini seharusnya dimaksimalkan oleh pemerintah sebagai momen kebangkitan ekonomi pasca-pandemi. 

Open house biasanya dilakukan oleh pejabat atau tokoh masyarakat. 

Presiden Jokowi melakukannya di Istana sebelum masa pandemi. 

Rakyat datang berhalalbihalal dan bersilaturrahmi. 

Tradisi ini juga dilakukan oleh pejabat di level nasional maupun daerah. 

Selama pandemi, Jokowi melarangnya. 

Mungkin alasannya untuk efisiensi dan menghindari pemborosan. 

Larangan ini seharusnya hanya berlaku untuk kalangan pejabat saja. 

Untuk kalangan masyarakat yang hendak melakukan halal-bihalal dengan keluarga dan kerabat seyogyanya diberi keleluasaan.

Dua tahun Lebaran masyarakat dilarang mengadakan halalbihalal. 

Hal ini terasa sangat mengurangi kebahagiaan Lebaran. 

Tradisi masyarakat muslim Indonesia sangat lekat dengan halalbihalal dan saling bermaaf-maafan. 

Anak-anak akan berhalal bihalal dengan sungkem kepada orang tua. 

Keluarga yang lebih muda akan sowan kepada yang lebih sepuh untuk halalbihalal dan sungkem meminta maaf atas semua kesalahan.

Tradisi ini tidak bisa diganti dengan ‘’halalbihalal digital’’ atau ‘’mudik virtual’’ sebagaimana dikampanyekan pemerintah dalam dua tahun terakhir. 

Secanggih apa pun teknologi komunikasi modern tidak akan bisa menggantikan ‘’personal communication’’.  

Secanggih apa pun CMC, computer mediated communication melalui teknologi internet, tidak akan bisa menggantikan personal touch melalui komunikasi face to face, tatap muka secara langsung.

Teknologi digital sudah melahirkan realitas virtual yang nyaris sempurna.  

Revolusi digital sudah menghasilkan augmented reality yang nyaris tanpa cacat. 

Revolusi digital sudah menghasilkan teknologi metaverse yang bisa membawa realitas ke depan mata, tetapi teknologi canggih itu tetap tidak akan bisa menghadirkan ruh komunikasi personal, yang menghadirkan ekspresi kemanusiaan seperti cinta, rindu, kasih sayang, bahagia, dan sentimen personal lainnya.

Ramadan dan Lebaran adalah ritual agama yang sudah menyatu menjadi budaya nasional. 

Ritual sosial dan religi itu sudah menjadi bagian dari ekosistem budaya nasional yang membawa dampak multi-effect yang sangat penting. 

Salah satu efek yang nyata adalah efek ekonomi.

Presiden Jokowi sudah mengeklaim bahwa Indonesia berhasil mengatasi pandemi tiga tahun terakhir ini karena strateginya yang jitu. 

Indonesia tidak menerapkan lockdown sebagaimana yang dilakukan negara-negara lain. 

Indonesia lebih memilih melakukan pembatasan kegiatan secara selektif melalui PPKM dan sejenisnya.

Strategi ini dianggap jitu karena dengan begitu Indonesia bisa menghindari dampak penurunan ekonomi yang bisa membawa resesi panjang.

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang menjadi komandan satuan tugas penanganan pandemi terlihat lebih mengutamakan pendekatan ekonomi ketimbang kesehatan.

Dalam beberapa kasus hal itu terlihat dengan jelas. 

Selama liburan Natal dan Tahun Baru 2021, pemerintah memutuskan untuk tidak menerapkan PPKM level tinggi. 

Demikian pula pada momen Imlek 2022, pemerintah memberi kelonggaran yang cukup luas.

Pertimbangan ekonomi menjadi alasan untuk melonggarkan aturan pembatasan pada dua momen itu.

Sekarang, ketika tiba momen Ramadan dan Lebaran, seyogyanya pemerintah memberi perlakuan yang sama dengan memberi kelonggaran sebagaimana yang diberikan pada Natal, Tahun Baru, dan Imlek.

Pertimbangan ekonomi oleh Luhut biasanya mengatasi pertimbangan kesehatan. 

Pertimbangan politik juga mengatasi pertimbangan kesehatan, seperti yang terjadi pada Pemilu Serentak 2020. 

Usul penundaan pemilu ditolak dan pemerintah jalan terus sesuai jadwal.

Kali ini seharusnya masyarakat muslim diberi kesempatan yang sama untuk menikmati hari-hari istimewa Ramadan dan lebaran. 

Persayaratan booster terasa memberatkan. Kasihan, Bang Toyib tidak bisa mudik lagi. (*)


Redaktur : Boy
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler