jpnn.com - KUASA hukum Bank of India Hartono Tanuwidjaja menanggapi berita tentang laporan Rita Kishore Kumar Pridhnani, seorang pengusaha villa di Seminyak, Bali yang mengadukan kliennya kepada pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta. Rita menuding Bank of India telah melakukan lelang eksekusi secara sepihak dan sewenang-wenang terhadap villa miliknya yakni Villa Kozy di Jalan Dewi Saraswati, Seminyak, Bali.
Bank of India pun membantah keras tuduhan tersebut. Menurut Hartono, Rita ada debitur Bank of India. Menurutnya, permasalahan ini berawal dari terjadinya kredit macet atas nama PT Ratu Kharisma. Dimana dalam perusahaan tersebut, Rita menjabat sebagai direktur utama.
BACA JUGA: Amankan 22 Juli, 210 Anggota Brimob Kaltim Dikirim ke Jakarta
Awalnya PT Ratu Kharisma mengajukan kredit sebesar Rp 10,5 miliar dengan barang agunan berupa villa di daerah Seminyak, Kuta, Bali. Ternyata pasca tujuh bulan setelah menerima pinjaman kredit, kolektabilitas dari debitur itu terus memburuk. Mulai dari kolektabilitas 1 hingga menjadi kolektabilitas 5. Bahkan setelah dilakukan berbagai usaha pembinaan, surat teguran atau pun surat pernyataan kepada debitur, tetap tidak mendapatkan tanggapan yang selayaknya.
"PT Ratu Kharisma pernah menyampaikan surat pernyataan bahwa bisnis mereka sudah terpuruk, padahal dalam kenyataannya bisnis mereka berjalan lancar karena kami sudah melakukan pengeckan ke lapangan mengenai tingkat hunian villanya. Bahkan sesuai dengan pernjian kredit, debitur wajib mengirimkan laporan keuangan atas usahanya, namun debitur tidak pernah melaporkan kondisi keuangannya kepada kami," kata Hartono.
BACA JUGA: Seleksi CPNS 2014 Bukan Lihat Ijazah tapi Jabatan
Lebih lanjut Hartono mengatakan bahwa debitur pernah mengajukan permohonan restrukturisasi atas kreditnya, namum permintaan itu sangat tidak masuk akal. Antara lain meminta agar Bank of India mengenakan bunga selama 12 bulan berjalan dan kurs mata uang dialihkan ke USD.
Terhadap penurunan kualitas kredit ini, Hartono mengatakan kliennya telah melakukan berbagai langkah. Di antaranya adalah Bank of India telah melaporkan dengan benar kepada pihak Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. "Bank of India juga telah memberi informasi kepada debitur melalui surat pemberitahuan dan bahkan sebelumnya sudah memberikan solusi penyelesaian kredit bermasalah. Namun debitur tersebut tetap tidak menunjukkan itikad baik," ujarnya.
BACA JUGA: Pegiat LSM Ingatkan Hakim MK Tetap Netral
Nah, sebagai langkah terakhir untuk menyelamatkan aset bank, maka Bank of India terpaksa melakukan lelang hak tanggungan terhadap aset jaminan.
Hartono lantas menuturkan bahwa Bank of India tidak serta merta melakukan lelang hak tanggungan terhadap aset jaminan debitur, tetapi sudah melaui proses negosiasi yang memakan waktu yang lama. "Sejak bulan Juni 2009 pihak melakukan pembayaran, sedangkan aset jaminan debitur baru terjual melalui lelang yang kelima. Yakni pada Februari 2011," lanjut Hartono.
Kata dia, tuduhan PT Ratu Kharisma yang menyatakan bahwa Bank of India melakukan eksekusi lelang dengan limit lelang jauh di bawah harga pasar yang wajar sepenuhnya tidak benar. Sebab, pada lelang pertama hingga ke empat aset jaminan itu tak laku dan tidak ada penawaran dari pembeli. Nah, baru pada lelang kelima baru terjual Rp 6,3 miliar.
Nilai itu sudah sesuai berdasarkan hasil penilaian independen yang dikeluarkan oleh penilai independen PT Index Konsultindo tertanggal 22 Desember 2009 dengan nilai likuidasi sebesar Rp 6,018 miliar.
Hartono juga menyebut bahwa faktanya pihak debitur PT Ratu Kharisma pada tanggal 9 November 2010 pernah melayangkan surat ke Bank of India agar aset jaminannya villa tersebut dapat dibeli investor bernama Toto Kusdinar dan Toni Surianto dengan harga Rp 5 miliar. Namun dengan itu, PT Ratu Kharisma meminta agar seluruh kewajiban hutang pokok dan bunga termasuk dendanya menjadi lunas. "Padahal sebelumnya saat hendak meminta tambahan fasilitas pinjaman kredit Rita Kishore Kumar Pridhnani pernah mengajukan hasil appraisal atas aset bangunan villanya dengan segala isinya dengan harga taksasi pasar Rp 15,8 miliar," kata Hartono.
Atas fakta-fakta tersebut, pihak Bank of India meminta agar Rita Kishore Kumar Pridhnani dan kuasa hukumnya Jacob Antolis tidak membuat pernyataan yang membabi buta yang tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya dan cenderung mengarah kepada fitnah dan atau membunuh karakter. Apalagi perkara pidana dari laporan polisi no: LP233/VI/2011/Bali/Dit.Reskrim tanggal 28 Juni 2011, penyelidikannya telah dihentikan dengan resmi Polda Bali.
Apabila permintaan itu tak dituruti, kata Hartono, kliennya sudah me-reserve hak untuk mengajukan tuntutan hukum berdasarkan KUHP dan UU ITE. (mas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tim Prabowo-Hatta Laporkan KPU DKI Jakarta ke DKPP
Redaktur : Tim Redaksi