jpnn.com, JAKARTA - Plh Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay mendorong pemerintah segera mengevaluasi proses belajar mengajar yang dilakukan sekolah-sekolah di masa pandemi Covid-19.
Pasalnya, ada banyak keluhan dari orang tua murid terkait sulitnya pola belajar mengajar yang saat ini dilakukan melalui pembelajaran jarak jauh (PJJ).
BACA JUGA: PJJ Memakan Korban: Laptop Rusak, Siswa SMA Tak Naik Kelas
Saleh mengatakan, keluh kesah tersebut saat ini banyak tersebar di media sosial.
Terbaru, ada seorang siswa SMPN di Rembang, bernama Dimas Ibnu Alias yang terpaksa belajar di sekolah sendirian akibat tidak memiliki smartphone untuk mengikuti pelajaran dari sekolah.
BACA JUGA: DPR Minta Kemendikbud Tinjau Semua Regulasi PJJ
“Kasus seperti Dimas ini diyakini banyak di berbagai daerah di Indonesia. Sebab, ada banyak warga masyarakat yang tidak bisa mengakses internet. Terutama mereka yang tinggal di pelosok-pelosok dan daerah-daerah perbatasan," ujar Saleh kepada jpnn.com, Sabtu (25/7).
Keluhan terkait proses belajar mengajar ala Pandemi Covid-19 ini paling banyak dirasakan ibu-ibu rumah tangga.
BACA JUGA: Jika PJJ Dipermanenkan, Bencana Kebodohan di Depan Mata
Sebab, merekalah yang tinggal di rumah dan mengawasi kegiatan belajar mengajar anak-anaknya.
Sedangkan para suami biasanya pergi bekerja untuk mencari nafkah keluarga.
Di antara keluhan yang banyak disampaikan antara lain; Pertama, tidak memiliki smartphone atau komputer untuk mengakses pembelajaran dari sekolah.
Selain itu, ada banyak keluarga yang tidak mampu membeli kuota internet untuk online. Kalaupun ada, mereka tidak bisa memakainya setiap hari karena keterbatasan budget.
“Bayangkan kalau anak yang sekolah tiga atau empat orang di keluarga tersebut. Itu berarti, orang tuanya harus membeli tiga atau empat alat smartphone atau komputer. Kuota internet yang dibutuhkan pun pasti akan lebih besar," jelas legislator asal Sumatera Utara ini.
Belum lagi saat belajar, ketika anak yang satu minta dibantu, anak yang lainnya sudah memanggil ibunya untuk mengerjakan tugas lain.
Perlu diingat, tidak semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah itu semuanya bisa dipahami oleh orang tua murid.
Selain itu, ada banyak PR yang harus dikerjakan. Praktis, dengan pola belajar seperti ini, orang tua siswa dipastikan akan menghabiskan waktu untuk mengurus pelajaran-pelajaran anak-anaknya.
Padahal, urusan rumah tangga bukan hanya soal sekolah, tetapi ada banyak hal lain yang mungkin lebih kompleks”.
Kedua, anak-anak yang belajar di rumah sering sekali kurang tertib. Sebab, aturan yang selama ini diberlakukan di sekolah, tidak semuanya bisa dilaksanakan di rumah. Tidak jarang, anak-anak banyak yang belajar tidak fokus.
Bagi yang punya smartphone dan komputer, sering juga disalahgunakan anak-anak. Di sela-sela proses belajar mengajar itu, mereka juga bermain game.
"Kalau dulu orang tua dinasehati untuk tidak memberi smartphone pada anak, sekarang ini orang tua malah dituntut untuk menyiapkannya. Ini sangat dilematis dan perlu dicarikan solusinya,"
Ketiga, ada banyak pelajaran yang memerlukan praktikum dan juga praktik lapangan. Misalnya, pelajaran biologi, kimia, dan fisika.
Pelajaran-pelajaran tersebut sering sekali harus dengan praktikum. Saat belajar jarak jauh, praktikum itu akan terkendala.
“Pelajaran olahraga juga begitu. Kalau di sekolah, siswa-siswi kan juga bisa langsung berolahraga di lapangan. Guru langsung mengajari murid. Sekarang ini, olahraga tersebut tentu akan sulit diterapkan," ucap anggota Komisi IX DPR ini.
Walaupun pola belajar mengajarnya seperti yang dijelaskan di atas, tetapi tidak berpengaruh pada pembayaran SPP.
Terutama anak-anak yang belajar di sekolah swasta. Biaya yang dikeluarkan tetap sama.
"Padahal, proses belajar mengajar yang dilakukan sebagian besar sudah menjadi tanggung jawab orang tua. Ini kan tentu tidak adil bagi para orang tua siswa," tandas wakil ketua MKD DPR ini.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam