Banyak Nama Tempat Identik dengan Bupati Ditahan KPK Itu

Senin, 07 Mei 2018 – 00:32 WIB
Kawasan wisata Air Panas Padusan di Pacet yang menjadi andalan Kabupaten Mojokerto. Foto: Khudori/JPG

jpnn.com - Sejumlah tempat publik di Mojokerto, Jatim, menggunakan inisial sang bupati, Mustofa Kamal Pasa. Di saat Pak Bupati sedang tersangkut kasus korupsi dan ditahan KPK, belum ada rencana mengubah nama-nama tempat public itu. Secara kaidah kebahasaan terkesan dipaksakan.

IMRON ARLADO, Mojokerto

BACA JUGA: Nordiansyah Buka Usaha Mandiri, Jasa Kurir Online, Keren!

DI lereng Welirang jalur itu berada. Dikepung hutan, menuju tempat wisata pemandian air panas yang berada di punggung gunung setinggi 3.156 kilometer tersebut.

Agak ”tersembunyi” sebenarnya. Tapi, kasus dugaan korupsi yang membelit Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa (MKP) akhirnya turut menyeret jalan itu ke permukaan.

BACA JUGA: Persembunyian WN Tiongkok Selalu Sepi, tapi Banyak Jemuran

Sebab, di jalur sepanjang 4,6 kilometer yang diresmikan pada 2015 itu melekat nama sang bupati. Jalan Mustofa Kamal Pasa. Yang dibangun dengan dana Rp 14,1 miliar. Yang kini diminta kalangan dewan setempat untuk diubah.

’’Harus dikaji ulang. Klausulnya sangat jelas,’’ kata Kusairin, ketua Komisi I DPRD Kabupaten Mojokerto, kepada Jawa Pos Radar Mojokerto.

BACA JUGA: Pemain Timnas U-23 Korut, Misterius dan Sering Mengejutkan

MKP ditahan pada Senin (30/4), setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam dua perkara. Yakni, dugaan suap pembangunan menara telekomunikasi atau base transceiver station (BTS) dan penerimaan gratifikasi.

Persoalannya, di seantero Kabupaten Mojokerto, bukan cuma jalan itu yang ”dipaksakan” untuk identik dengan MKP. Wana Wisata Air Panas, yang dihubungkan dengan Jalan MKP itu, pada 2016 juga resmi berubah jadi Mojokerto Kawasan Pariwisata.

Nama Mojokerto Kawasan Pariwisata itu juga sangat memaksa jika ditinjau dari kaidah bahasa Indonesia. Formatnya sangat bahasa Inggris. Sejajar, misalnya, dengan penulisan London Train Station. Atau Sydney Opera House.

Hanya agar secara penyingkatan inisial sesuai dengan singkatan inisial nama sang bupati: MKP.

Kepada pegiat bahasa Indonesia Ivan Lanin, melalui Twitter, Jawa Pos sempat bertanya: mana yang benar penulisannya, Mojokerto Kawasan Pariwisata atau Kawasan Pariwisata Mojokerto? ”Kawasan Pariwisata Mojokerto,” jawab Ivan.

Masih di lereng Gunung Welirang, nama MKP juga disematkan untuk proyek Mojo Kembangsore Park (MKP). Itu di belahan selatan kabupaten yang terletak sekitar satu jam perjalanan darat dari Surabaya, ibu kota Jawa Timur tersebut.

Nun di utara sana, di tepian Sungai Brantas, juga ada Mojokerto Kawasan Pariwisata Brantas. Nama itu menggantikan nama lama area wisata air di Desa Mlirip, Kecamatan Jetis, tersebut: Sarana Olahraga Brantas.

Sebenarnya protes terhadap nama-nama itu sudah terdengar lama. Dalam kasus Jalan MKP, misalnya, Kusairin mengenang, mayoritas anggota dewan menentang. Itulah yang membuat rapat pembahasan raperda pedoman penamaan jalan dan fasilitas umum pada Oktober 2016 berlangsung sengit.

Dewan khawatir, nama tokoh itu tercoreng dan tak layak lagi diabadikan sebagai nama jalan. ’’Kalau hanya mendasar pada nama tokoh, tidak masalah. Tapi, kalau masih hidup, saat itu saya takut ada apa-apa di kemudian hari,’’ imbuh Kusairin, anggota dewan yang termasuk paling getol memprotes.

Namun, eksekutif beralasan, tak ada aturan yang melarang. Akhirnya dewan mengalah. Tapi, dengan syarat: terdapat klausul yang mencantumkan adanya penghapusan nama jalan jika di kemudian hari tokoh tersebut memiliki cacat sosial. Atau, namanya sudah tak lagi harum di mata masyarakat.

Nama MKP untuk jalan penghubung kawasan Claket, desa di antara Pacet dan Trawas, ke wana wisata itu diusulkan Zainal Abidin. Ketika jalan itu diresmikan pada 2015, dia menjabat kepala dinas PU bina marga (kini PUPR). Zainal itulah yang juga ditetapkan sebagai tersangka bersama MKP oleh KPK dalam kasus gratifikasi.

Untuk MKP Brantas, bermula dari kegemaran bupati yang kembali terpilih pada pilkada 2015 itu bermain jet ski. Kendaraan mahal yang kini sudah disita KPK.

MKP rutin bermain jet ski tiap Sabtu-Minggu. Dia selalu memboyong pejabat dan sejumlah pegawai. ’’Kita harus memanfaatkan lokasi ini menjadi wisata. Saya akan serius,’’ katanya pada 2013.

Pernyataan itu pun diseriusi dinas pariwisata, pemuda, dan olahraga (disparpora). Namun, rencana tersebut kandas di tengah jalan. Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas khawatir pembangunan wahana wisata di bibir Sungai Brantas tersebut justru merusak.

Gagal merealisasikan, nakhoda disparpora dimutasi. Dan, anggaran hingga Rp 3,5 miliar kembali dialokasikan untuk mewujudkan cita-cita sang bupati.

’’Sekarang masih perencanaan. Lelang fisiknya belum kami lakukan,’’ ujar Kepala Disparpora Djoko Widjayanto.

Djoko menyatakan, nama MKP akan tetap dicantumkan. ”Kami belum berpikir mengganti nama MKP Brantas itu menjadi nama yang lain. Pun demikian dengan nama-nama wisata yang sudah telanjur disematkan,” katanya.

Di luar jalan dan tempat-tempat wisata itu, singkatan inisial MKP juga bisa ditemukan di pemakaman umum di Desa Pacet, Kecamatan Pacet. Namanya, Makam Kapyak Pacet.

Pada 2016 sempat pula terdengar nama Mojokerto Kawasan Pintar. Itu semacam penyediaan wifi gratis di beberapa lokasi lingkungan kantor Pemkab Mojokerto. Juga di sejumlah sekolah.

Empat tahun sebelumnya, Bupati MKP juga meresmikan sebuah kawasan industri di wilayah utara Sungai Brantas. Meliputi Kecamatan Jetis, Gedeg, Kemlagi, dan Dawarblandong.

Namanya? Mojokerto Kawasan Perindustrian. Tapi, sejak diluncurkan pada 2012, sampai kini tak ada investor yang tertarik.

Selain penyematan namanya di berbagai tempat publik itu, selama memimpin Mojokerto, MKP beberapa kali tersandung pernyataan yang mengundang kontroversi.

Misalnya, tentang bir yang disebutnya menyehatkan. Pernyataan itu disampaikan saat seremonial peletakan batu pertama pembangunan pabrik ketiga PT Multi Bintang Indonesia Tbk di Desa Sampangagung, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto, pada 17 Januari 2014.

Kontroversi terakhir terkait dengan pungutan liar di lingkungan pemerintahannya. Bagi dia, pungli sudah menjadi tradisi dan adat orang Jawa. Karena itu, tip dianggap sebagai sikap yang lumrah karena sebagai bentuk rasa terima kasih.

Kelak jika sang bupati terbukti bersalah, entah bagaimana nasib semua jalan dan tempat itu. Apakah masih akan menyandang inisial MKP selamanya. Atau bakal diubah. (*/c10/ttg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bu Guru Berpetualang pakai Vespa, Didekati Pria Bercelurit


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler