Banyak Program Macet, Kepemimpinan Menteri Teten Dipertanyakan

Senin, 29 Juni 2020 – 11:52 WIB
Teten Masduki. Foto: Agus Wahyudi/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Abi Rekso selaku Deputi Kajian Said Aqil Siroj Institute lugas mengatakan bahwa Kementerian Koperasi dan UMKM adalah salah satu yang masuk catatan buruk. Dirinya mencatat ada banyak kelemahan Menteri Teten Masduki selama memimpin Kementerian Koperasi dan UMKM.

Banyak hal yang lambat dalam mengambil keputusan di tengah situasi krisis. Sehingga program-program kementerian macet, karena lemahnya kepemimpinan Menteri Teten.

BACA JUGA: Menteri Teten Dorong Percepatan Digitalisasi UMKM di Masa Pandemi

Pertama, hampir satu tahun memimpin, Menteri Teten dirasa belum melakukan dobrakan secara struktural maupun fungsional dijajaran birokrasinya. Lebih-lebih dalam situasi krisis begini, Menteri Teten tidak mengeluarkan sebuah permen ataupun kepmen untuk membantu mempercepat proses kerja kementerian menghadapi pandemik. Padahal, itu secara penuh ada di bawah langsung kewenangannya.

“Jika mengutip dari pernyataan Presiden Jokowi kan jelas. Bahwa dirinya (Presiden) akan membuatkan Perpres, Perpu sebagai diskresi seorang Presiden untuk mempercepat proses kerja kementerian. Lah, ini kok bertolak belakang dengan Kemenkop dan UMKM. Malah belum pernah membuat sebuah diskresi terkait menghadapi situasi pandemik.” Jelas Abi Rekso.

BACA JUGA: Menteri Teten Berharap Koperasi Jadi Benteng Ekonomi Masyarakat

Kedua, terkait soal serapan dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dianggarkan sebesar 129 Triliun. Jika memang belum bisa melakukan distribusi secara masif, setidaknya upaya kongkrit harus ditunjukan kepada kalangan UMKM. Abi Rekso menjelaskan bahwa persentase pengangguran terbuka bulan ini mencapai 5% (Data BPS) dari total angkatan kerja. Jumlahnya mencapai 6,9 juta jiwa, rata-rata mereka lulusan SMA dan Universitas.

Jika diambil saja 29 Triliun dari platform KUR yang ada, bisa menjadi modal usaha dari 2% (2,7 juta jiwa) pengangguran terbuka itu. Jika dibagi rata saja, 29 T untuk 2,7 juta jiwa.

BACA JUGA: Menteri Teten Siapkan Lima Skema Perlindungan dan Pemulihan UMKM

Maka masing-masing akan menerima pinjaman senilai Rp. 10.700.000, dana ini bisa dikelola sebagai modal usaha komoditas pangan. Dan langsung berada dibawah pengawasan Kemkop dan UMKM.

Menteri Teten juga lambat melakukan antisipasi dari lumpuhnya 50% sektor UMKM. Sementara, lanjut Abi Rekso, penjelasan Teten lebih seperti curhat dari pada menyelesaikan masalah.

Menurut dia, Menteri Teten menjanjikan bahwa UMKM bisa menerima KUR sebesar 500 juta/UMKM dengan bunga tahunan 6%. Tetapi di waktu yang sama, Teten mengeluhkan mekanisme pencairan dana yang harus menggunakan surat agunan.

"Lho, ya harusnya masalah-masalah teknis begitu segera diambil jalan keluar dengan permen, kepmen atau apapun diskresi seorang menteri. Bukan hanya menganalisis dan mengungkapkan masalah”, sanggah Abi Rekso.

Ketiga, adalah persoalan digitalisasi UMKM. Semangat untuk melakukan digitalisasi adalah baik, karena semua bisa berjalan dengan efektif dan transparan. Namun jika menunggu 100% UMKM di Indonesia terdigitalisasi, baru bantuan itu dilakukan, cara itu juga tidak tepat.

Karena digitalisasi bukan hanya bergantung pada alat (device), namun juga daya kemampuan SDM (human resource). Dalam situasi krisis kita tidak bisa bergantung pada hal yang ideal. Harus ada terobosan yang berani.

“Saya mengutip pernyataan Pak Teten, bahwa baru 13% (64 juta entitas) UMKM yang terdigitalisasi. Artinya masih ada 87% yang konvensional. Dalam pandemik seperti ini kan gak mungkin nunggu sampai 100%. Harusnya Menteri Teten tidak menunggu semua harus melek digital. Justru rakyat paling rentan, mereka yang jauh dari fasilitas digital. Harusnya Pak Menteri berfikir kearah sana”. Tegas Deputi Kajian SAS Institute.

Abi Rekso juga menjelaskan bahwa SAS Institute selama punya konsern pada isu-isu koperasi dan usaha kecil mikro. Dirinya juga menyarankan kepada Kementerian Koperasi dan UMKM, untuk melibatkan ormas-ormas keagamaan seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, PGI, Keuskupan Katolik, dan lain-lain. Karena organisasi keagamaan memiliki hubungan emosional yang baik kepada umat dan program KUR bisa tepat sasaran. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler