jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI M Nabil Haroen mengkritisi langkah pemerintah memberikan izin kepada 500 warga negara (WN) Tiongkok yang akan bekerja di salah satu perusahaan tambang di Sulawesi Tenggara (Sultra).
Politikus PDI Perjuangan yang akrab disapa dengan panggilan Gus Nabil itu mengatakan, seharusnya pemerintah menjaga perasaan masyarakat yang tengah menghadapi ancaman pemutuan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di tengah pandemi penyakit virus corona 2019 (COVID-19).
BACA JUGA: Habib Aboe Heran, Sedang Banyak PHK Kok Malah Mau Masukkan TKA Tiongkok
"Informasi yang saya terima, ratusan TKA itu akan ditempatkan di perusahaan pemurnian nikel atau smelter di Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Kebijakan ini seharusnya bisa ditangguhkan, mengingat situasi dan kondisi di tengah pandemi COVID-19," kata Gus Nabil kepada jpnn.com, Jumat (1/5).
Legislator yang dikenal dengan julukan Pendekar Senayan itu meminta Kementerian Ketenagakerjaan dan instansi terkait mendalami rencana masuknya 500 tenaga kerja asing (TKA) itu secara komprehensif. Terlebih, pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Menkum HAM Nomor 11 tahun 2020 tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Masuk Wilayah Negara Republik Indonesia.
BACA JUGA: Jutaan Rakyat Indonesia Kehilangan Pekerjaan, kok 500 TKA Tiongkok ke Sultra?
Jika ratusan TKA itu bisa lolos di tengah penerapan larangan WNA masuk ke Indonesia pada masa pandemi COVID-19, maka bisa jadi ada pelanggaran aturan. "Jika ada kesengajaan, sudah seharusnya diproses secara hukum," ujar ketua umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa Nahdlatul Ulama ini.
Anak buah Megawati Soekarnoputri di PDI Perjuangan itu juga meminta pemerintah mengatur ulang kebijakan tenaga kerja domestik dan TKA di masa pandemi COVID-19 dan setelahnya. Sebab, ada jutaan warga Indonesia yang kehilangan pekerjaan atau kekurangan akses keuangan.
BACA JUGA: Ya Ampun, Masih Pandemi Corona Kok Mau Memasukkan TKA Tiongkok
"Jangan sampai pekerjaan-pekerjaan yang ada justru dinikmati warga asing. Kita perlu prioritaskan pekerja dan rakyat Indonesia. Untuk itu, harus ada negosiasi ulang terkait dengan kontrak dan kesepakatan kerja dengan pihak asing, yang sebelumnya sudah ada kerja sama," kata Gus Nabil.(tan/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga