jpnn.com, KUTAI KARTANEGARA - Kutai Kartanegara (Kukar) merupakan salah satu kabupaten di Kalimantan Timur yang punya ruang sekolah terbanyak mengalami kerusakan.
Namun sayang pemkab tak bisa berbuat banyak lantaran minimnya anggaran. Daerah masih berharap bantuan dari pusat.
BACA JUGA: Sekolah Ambruk Sejak Dua Bulan Lalu, Belum Diperbaiki
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kukar Hifsi G Fachrannas didampingi Kabid Pendidikan Menengah (Dikmen) Disdikbud Kukar Tulus Sutopo menjelaskan, sampai sekarang pihaknya rajin melobi pemerintah pusat untuk “menangkap” program pembangunan infrastruktur pendidikan di daerah. Termasuk rehabilitasi maupun pembangunan gedung sekolah baru.
Bahkan, kata Tulus, Disdikbud Kukar memboyong sejumlah pejabat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
BACA JUGA: Murid Terpaksa Pindah Belajar di Area Parkir
Dengan begitu, pejabat pusat bisa memastikan rehabilitasi atau pembangunan gedung sekolah di kawasan tersebut memang layak.
Menurutnya, menangkap program pembangunan infrastruktur pendidikan dari pusat perlu keseriusan dan kepercayaan. Pada 2015, dana bantuan dari APBN untuk Kukar mencapai Rp 15 miliar.
BACA JUGA: Miris..Sekolah Berlantai Tanah dan Berdinding Gedek
Dari hasil penilaian, ternyata penggunaan dana tersebut dianggap maksimal. Akhirnya ditambah menjadi Rp 20 miliar tahun 2016.
Sedangkan tahun 2017, Kukar mendapat bantuan dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp 11,6 miliar.
Ia mencontohkan, sejumlah penggunaan anggaran untuk pembuatan ruang kelas baru (RKB) dari APBN tersebut dinilai.
Sehingga, diketahui daerah mana yang bisa memaksimalkan dana yang dikucurkan, bahkan bisa melebihi standar yang diinginkan oleh pemerintah pusat.
Misalnya, ujar dia, pembangunan SMP 6 Loa Kulu yang mendapat kucuran dana APBN. Lalu berhasil meraih juara satu nasional atas penilaian penggunaan anggaran dan proses pembangunannya.
Banyak yang menjadi indikator penilaiannya. Seperti hasil pembangunan, ketepatan waktu pembangunan, dan laporan penggunaan anggaran.
“Bahkan kami melaporkan proses pembangunan tidak menunggu bangunan selesai. Tapi setiap perkembangan dalam proses pembangunan kami lakukan pelaporan. Karena ini menyangkut kepercayaan jangka panjang,” terang Tulus.
Tahun ini, dia optimistis pembangunan SMP 4 Muara Jawa yang mendapat bantuan dari APBN bisa juara satu nasional. Sebab hasil pembangunannya, menurut Tulus, jauh lebih bagus dari SMP 6 Loa Kulu.
“Jadi kami berupaya melakukan pendampingan di sekolah yang mendapat bantuan. Agar bisa tepat sasaran dan hasilnya maksimal. Bahkan tidak jarang dana yang dianggarkan di APBN ternyata lebih besar dari usulan yang kami minta,” tambahnya.
Tulus mengaku, pernah sampai harus bermalam dengan tim dari Kemendikbud untuk menuju sebuah desa di Kembang Janggut. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan tim pusat akan perlunya pembangunan sekolah di desa tersebut.
“Justru mereka senang, karena dianggap membangun dari kawasan pinggiran. Sedangkan di Tenggarong sebagian besar bangunan sekolah sudah layak,” ungkapnya.
Menurutnya, kepercayaan pemerintah pusat kini semakin besar setelah Disdikbud Kukar membangun kemitraan dengan Pemerintah Australia. Untuk membangun dua sekolah. Pembangunan dua sekolah di Kukar itu antara lain, SMP 10 Loa Kulu dan SMP 6 Loa Kulu.
Bahkan proses pembangunan itu, kini menduduki rangking pertama se-Indonesia karena dianggap terbaik penyelenggaraannya.
Karena itu, lanjut dia, pihak penyelenggara pembangunan sempat meminta sekolah mempresentasikan proyek tersebut di Jakarta.
Dari sini, pemerintah pusat akhirnya semakin percaya dengan Kukar. Untuk seterusnya, permohonan pembangunan akhirnya terus mendapat sinyal positif.
Pada 2016 lalu, sebanyak 15 SMP dan SMA di Kukar mendapat bantuan block grant dari pemerintah pusat. Total anggaran yang dikucurkan mencapai Rp 13,2 miliar. Selain itu, tiga SMP mendapat bantuan pembangunan dan perbaikan unit sekolah dengan anggaran Rp 9 miliar dari APBN.
Di antaranya SMP 4 Muara Jawa, SMP 7 Samboja, dan SMP 4 Muara Kaman. APBN juga mengucurkan anggaran sebanyak Rp 5 miliar untuk pembangunan infrastruktur pendidikan di tingkat SMA. Sedangkan di tingkat SD mencapai Rp 2 miliar.
Diketahui, sarana dan prasarana penunjang kegiatan belajar-mengajar yang layak belum mampu diwujudkan seluruhnya di Kaltim.
Secara kumulatif dari SD/SMP/SMA/SMK, total ruang kelas yang rusak sebanyak 14.230. Jumlah itu lebih separuh total ruang kelas sebanyak 23.135.
Bila dipersempit khusus kategori rusak berat, berjumlah 716 ruang. Kerusakan itu tersebar. Terbanyak, di Kutai Kartanegara dengan kerusakan sebanyak 3.883 ruang kelas.
Dalam urusan perbaikan ruang kelas tersebut, Pemprov Kaltim tak bisa berbuat banyak. Ini mengingat kemampuan fiskal daerah ini yang pas-pasan tak mampu memenuhi seluruhnya. Tapi, bukan berarti tidak ada harapan.
Pemerintah pusat secara khusus mengalokasikan dana rehabilitasi ruang kelas yang mengalami kerusakan. Sejak terbitnya UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemprov kebagian wewenang mengelola SMA/SMK.
“Tahun ini ada Rp 29 miliar dari DAK (dana alokasi khusus). Ruang kelas di SMA mana, itu pusat yang menentukan,” ujar Kasubbag Perencanaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim Mispoyo.
Dia menjelaskan ada semacam penilaian dan verifikasi kelayakan menerima bantuan dari tim Kemendikbud. Ada kriteria yang mesti dipenuhi.
Semisal, bila satuan pendidikan hendak membangun ruang praktik, minimal satu jurusan memiliki 109 siswa. Bila kurang, bakal dicoret pusat. “Itu salah satu contohnya persyaratan lain juga ada,” imbuhnya.
Sementara itu, perbaikan ruang kelas SD dan SMP merupakan ranah pemerintah daerah (pemda) di kabupaten/kota di Kaltim untuk mengusulkan ke pusat. (qi/rom)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ckck..Sekolah Masih Pakai Tripleks, Guru Tak Digaji
Redaktur & Reporter : Soetomo