jpnn.com - BANYUWANGI – Dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) IV Kementerian Pariwisata di Hotel Sultan, Jakarta beberapa waktu lalu, Banyuwangi ditetapkan sebagai 10 besar kabupaten/kota peringkat tertinggi dalam hal Indeks Pariwisata Indonesia. Penilaian ini dilakukan oleh Kementerian Pariwisata bersama tim peneliti Kompas Group yang mengacu pada Travel and Tourism Competitive Index dari World Economic Forum (WEF).
“Dan sudah menggunakan global standart. Karena kalau mau menjadi global player, harus menggunakan global standart,” jelas Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya.
BACA JUGA: Oalah, Panti Pijat Plus-plus Masih Berani Beroperasi
Mantan Dirut PT Telkom itu pun mengapresiasi kiprah Banyuwangi karena kabupaten di ujung timur Pulau Jawa tersebut berangkat nyaris dari nol, bahkan minus untuk mengembangkan pariwisatanya. Banyuwangi pada 2010 menjadi kota terkotor di Jawa Timur dan laporan keuangannya memperoleh predikat disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bahkan jauh dari kesan ramah pariwisata.
Kini, sejak 2014, kabupaten yang sekarang dipimpin Abdullah Azwar Anas itu selalu juara, termasuk menjadi kota terbersih dan paling rapi di tanah air. Laporan keuangannya juga langsung meraih predikat wajar tanpa pengecualian (WTP).
BACA JUGA: Gathering Wisman Korea di Bali, Picu Banyak Incentives ke Tanah Air
Sementara infrastruktur pariwisatanya juga sudah makin maju. "Selamat. Banyuwangi terpilih sebagai Top-10 Indeks Pariwisata. Saya harap ini melecut semua pihak untuk bekerja lebih keras dan lebih cerdas lagi," kata Arief yang juga kelahiran Banyuwangi.
Indeks Pariwisata Indonesia disusun berdasarkan sejumlah kriteria. Di antaranya aspek tata kelola, infrastruktur pendukung, potensi wisata, dan lingkungan pendukung bisnis pariwisata. Peringkat indeks tersebut diumumkan oleh Kementerian Pariwisata di Jakarta beberapa waktu lalu.
BACA JUGA: Kapolda Kepri Pastikan Bungkusan di Tiban Center Bukan Bom
“Yang paling menentukan adalah CEO Commitment, atau keseriusan kepala daerahnya, bupati, walikota dan bupatinya, dalam menentukan arah dan mendisribusikan sumber daya,” kata Arief.
Banyuwangi saat ini sudah banyak berubah. Sepanjang jalan protokol dan jalan kota, di samping kiri dan kanannya selalu ada trotoar yang bisa dipakai berjalan kaki. Trotoarnya tidak dikuasai oleh pedagang kaki lima (PKL).
Kebersihannya sangat bagus. Pukul 06.00 sudah bersih. Kulinernya juga hidup. Kesenian tradisi “Gandrung Sewu” juga terus berkembang dan mengalami kemajuan yang bermakna.
“Kalender of event sudah ditetapkan di awal tahun, selama setahun penuh 52 minggu berturut-turut, tanpa jeda dan tidak ganti-ganti skedul,” papar dia.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, penilaian itu memacu daerahnya untuk terus berbenah. "Kami bersyukur karena dinilai cukup baik dalam mengembangkan pariwisata. Apalagi dari Top 10 ini, mayoritas adalah kota besar yang pariwisatanya sudah terkenal maju dan menjadi destinasi unggulan," ujar Anas.
Dia menambahkan, salah satu faktor terpenting dalam pengembangan pariwisata adalah partisipasi publik. Di Banyuwangi, partisipasi berkembang.
Kelompok anak muda mengembangkan wisata di kampung-kampung, seperti hutan pinus Songgon, wisata sejarah Kampung Temenggungan, wisata kopi Gombengsari, desa wisata Banjar jelajah budaya Desa Adat Kemiren, dan Bangsring Underwater.
"Partisipasi ini yang tidak ternilai. Artinya rakyat merasakan dampak langsung pariwisata terhadap kesejahteraannya, sekaligus mampu membentuk budaya aman, ramah, dan toleran di lingkungannya masing-masing," papar Anas.
Mantan anggota DPR itu menambahkan, pengembangan sektor pariwisata bukan hanya sekadar "gaya" semata, tapi juga karena efektivitasnya dalam menggerakkan perekonomian masyarakat. Pariwisata adalah sektor yang paling murah dan cepat dalam memberikan dampak perekonomian.
Gampangnya, hari ini promosi, sebulan kemudian ada orang datang dan langsung menghasilkan transaksi seperti jasa transportasi, kuliner, dan hotel. "Pariwisata juga ikut mengatrol produksi barang dan jasa, termasuk agribisnis yang menjadi urat nadi perekonomian masyarakat kami," tuturnya.
Dan terbukti, dalam beberapa tahun terakhir, perekonomian Banyuwangi terus menggeliat. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Banyuwangi naik signifikan sebesar 85 persen dari Rp 32,4 triliun pada 2010 menjadi Rp 60,2 triliun pada 2015. Adapun pendapatan per kapita warga melonjak 80 persen dari Rp 20,8 juta per tahun pada 2010 menjadi Rp 37,7 juta per tahun pada 2015.
"Tapi pariwisata bukan hanya soal ekonomi semata. Pariwisata adalah payung bagi pengembangan sektor lainnya, mulai infrastruktur hingga kompetensi SDM. Lewat pariwisata, daya saing warga meningkat. Yang UMKM bergegas memperbaiki produknya agar laku dibeli. Banyak yang ikut kursus bahasa asing yang difasilitasi pemda biar bisa jadi guide," ujar Anas.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi pun mendorong daya saing warga bukan dengan membicarakan hal-hal yang mungkin jauh dari pikiran warga desa, seperti globalisasi atau ASEAN Economi Community. Sebab, dengan pariwisata maka ada banyak orang luar kota dan luar negeri yang datang.
“Warga tergerak dengan sendirinya. Mereka sadar bahwa mereka harus pandai dan kompeten agar bisa eksis di tengah kompetisi," pungkas Anas.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Seperti Mau Kiamat, Angin Berputar-putar Kencang Bergemuruh
Redaktur : Tim Redaksi