jpnn.com, JAKARTA - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri tengah menyelidiki dugaan aliran dana Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dari dan ke partai politik (parpol).
Kepala Subdirektorat (Kasubdit) IV Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Andri Sudarmaji mengatakan pihaknya tengah mendalami hal itu.
BACA JUGA: Fakta Baru, Mobil Rombongan Bergerak, Ada Irjen Ferdy Sambo, Putri, hingga Bharada E
"Masih pendalaman (apakah ada dana mengalir atau dari partai politik atau tidak, red)," kata Andri saat dikonfirmasi, Kamis (28/7).
Bareskrim Polri sendiri telah menyita 44 mobil dan 12 motor milik ACT.
BACA JUGA: Ari Armando Ditangkap Polisi, Kasusnya Berat
Penyitaan itu buntut kasus dugaan penyelewengan dana CSR Boeing untuk ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.
Kombes Andri Sudarmaji mengatakan puluhan barang bukti yang disita merupakan kendaraan operasional milik ACT.
BACA JUGA: Bareskrim Polri Menyita 44 Mobil dan 12 Sepeda Motor Terkait Kasus ACT
Bareskrim Polri telah menetapkan empat petinggi Yayasan ACT sebagai tersangka kasus penyelewengan dana donasi korban Lion Air.
Keempat tersangka ialah eks Presiden ACT Ahyudin, Presiden ACT Ibnu Khajar, Ketua Dewan Pembina ACT Novardi Imam Akbari, dan Senior Vice President Operational Global Islamic Philantrophy Hariyana Hermain.
Total dana yang diselewengkan petinggi yayasan ACT mencapai Rp 34 miliar.
Dana tersebut merupakan sisa dari program bantuan sosial yang dikelola yayasan tersebut untuk keluarga korban insiden jatuhnya pesawat Lion Air.
Adapun ACT mendapat mandat dari Boeing untuk mengelola dana bantuan sosial Rp 138 miliar.
Lembaga filantropi itu telah menggunakan dana dari Boeing sebanyak Rp 103 miliar untuk bantuan sosial kepada keluarga korban Lion Air.
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf menuturkan dana Rp 34 miliar itu digunakan untuk berbagai kegiatan.
Misalnya, pengadaan armada truk Rp 2 miliar, program big food bus Rp 3,8 miliar, pembangunan Pesantren Peradaban Tasikmalaya Rp 8,7 miliar.
Selanjutnya, Koperasi Syariah 212 Rp 10 miliar, dana talangan CV Tune Rp 3 miliar, dan dana talangan PT HBGS Rp 7,8 miliar.
Atas perbuatan mereka, Ahyudin dkk dijerat dengan Pasal 372 KUHP dan 374 KUHP tentang Tindak Pidana Penggelapan dan atau Penggelapan Dalam Jabatan.
Kemudian, Pasal 45A Ayat 1 Juncto Pasal 28 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal Pasal 70 Ayat 1 dan Ayat 2 Juncto Pasal 5 UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 UU Tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Terakhir, Pasal 56 KUHP Juncto Pasal 56 KUHP tentang turut serta melakukan perbuatan pidana dengan ancaman pidana 20 tahun penjara. (cr3/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Beberapa Bagian Tubuh Brigadir J Akan Dibawa ke Jakarta, Kenapa Tidak di Jambi?
Redaktur : M. Rasyid Ridha
Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama