Baru Kali Pertama Terjadi, Realisasi Perhutanan Sosial untuk Warga di Papua Sudah Capai 63 Ribu Ha

Rabu, 18 November 2020 – 23:52 WIB
Presiden Joko Widodo saat bersama jajaran KLHK bagikan SK Perhutanan Sosial. Foto: Humas KLHK

jpnn.com, JAKARTA - Perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya.

 

BACA JUGA: Kenapa Greenpeace tak Lapor soal Karhutla di Papua pada Presiden Sebelum Jokowi?

Hal ini disampaikan Tenaga Ahli Menteri LHK Afni Zukifli pada JPNN baru-baru ini. Menurut Afni, inilah pertama kalinya hak masyarakat adat diakui legalitasnya oleh negara sejak Indonesia merdeka.

Dia mengatakan khusus untuk Provinsi Papua, saat ini realisasi Perhutanan Sosial sudah mencapai 63 ribu ha. Sedangkan di Papua Barat, realisasi mencapai 97.955 ha.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Anies Baswedan Dicecar Puluhan Pertanyaan, Perintah Terbaru Kapolri, Jangan Berani Gelar Aksi Reuni 212!

Sebanyak 91 SK atau izin pengelolaan hutan telah diberikan kepada 10.532 KK masyarakat lokal sekitar hutan di Papua dan Papua Barat.

"Angka yang belum pernah ada sebelumnya untuk memberikan kesejahteraan masyarakat lokal sekitar hutan," tutur Afni yang juga Pakar Komunikasi Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Lancang Kuning (Unilak) Pekanbaru.

BACA JUGA: KLHK: Mengapa Greenpeace Baru Sekarang Mengekspos Video Karhutla Tahun 2013?

Adapun target perhutanan sosial di dua provinsi ini, akan mencapai 3 juta ha lebih. Tidak berhenti pada pemberian izin atau hak pengelolaan hutan saja, pemerintah Republik Indonesia juga memberikan pendampingan, pemberian bantuan ekonomi produktif dan pelatihan untuk menggerakkan, serta mengembangkan kelompok hutan sosial pasca izin atau hak diberikan.

Pemberian izin pengelolaan untuk kelompok rakyat kecil ini berjalan dengan baik di masa pemerintahan Presiden Jokowi.

Sebagai gambaran, sebelum 2015 rakyat hanya menguasai sekitar 4 % saja dari izin pengelolaan hutan, sisanya 96 % dikuasai korporasi. Ironi.

Namun di tahun 2020, realisasi Perhutanan sosial sudah mencapai 4,2 juta ha dan lahan hutan yang dibagikan pengelolaannya untuk masyarakat sudah sekitar 2,6 juta ha. Angka ini kira-kira menjadi 13-16 % perizinan untuk rakyat kecil. Bandingkan dengan sebelum tahun 2015 yang hanya 4% saja.

Komposisi untuk rakyat ini akan terus naik, karena secara ideal dengan target 12,7 juta ha hutan sosial dan TORA, maka akan dicapai izin untuk rakyat kecil hingga 30-35 %. Sebuah angka representasi nyata dari amanat Pancasila dan UUD 1945.

Karena itu, Afni mengingatkan kembali pada semua pihak agar tidak menutup mata terhadap perkembangan baik yang sudah dilakukan pemerintah di Papua. Terutama dalam sektor kehutanan.

Dia mengatakan setiap kritik dan saran untuk perkembangan di Papua layak diberikan untuk kebaikan tanah Cendrawasih tersebut, tetapi harus dengan data yang seimbang, bukan kamuflase informasi yang menyesatkan.

"Ingat, dalam memahami setiap informasi yang beredar di ruang bebas demokrasi, berhati-hatilah dengan konsep Argentum ad Nausem ala tokoh Nazi Paul Joseph Goebbels, yang mengatakan ''Kebohongan yang dikampanyekan secara terus-menerus dan sistematis akan berubah menjadi seolah-olah kenyataan! Sedangkan kebohongan sempurna, adalah kebenaran yang dipelintir sedikit saja. Jadilah Indonesia dengan menjaga Indonesia, meski dengan satu huruf atau kata saja," pungkas Afni. (jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler