jpnn.com, JAKARTA - Setelah menjalani pemeriksaan selama 1x24 jam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih (EMS) sebagai tersangka penerima suap fee proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Dalam kasus ini, EMS ditetapkan tersangka bersama pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK) yang merupakan pemberi suap.
BACA JUGA: KPK Dalami Dugaan Dana Suap Eni Saragih untuk Kampanye Suami
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, pengusutan kasus ini dilakukan sejak Juni 2018 setelah adanya laporan dari masyarakat.
Kemudian ditindaklanjuti hingga berujung pada operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (13/7) kemarin di Jakarta.
BACA JUGA: KPK Tangkap 13 Orang Termasuk Suami & Keponakan Eni Saragih
Ketika itu, Eni ditangkap di rumah dinas Menteri Sosial Idrus Marham di Jalan Widya Chandra IV Jakarta Selatan.
Lembaga antirasuah juga turut membawa suami dan keponakan Eni di tempat yang berbeda.
BACA JUGA: KPK Langsung Jebloskan Eni Saragih ke Sel Tahanan
Mulanya, kata Basaria, pada Jumat siang, tim mengidentifikasi ada penyerahan uang dari sekretaris JBK Audrey Ratna Justianty sebesar Rp 500 juta kepada staf sekaligus keponakan Eni, Tahta Maharaya.
Penyerahan uang itu dilakukan di ruang kerja Audrey di lantai delapan Graha BIP Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Lalu pada pukul 14.27 WIB, tim mengamankan Tahta di parkiran Gedung BIP. Dari tangan Tahta petugas mengamankan uang sebesar Rp 500 juta.
“Uang dalam pecahan Rp 100 ribu itu dibungkus amplop cokelat dan dimasukkan ke dalam plastik warna hitam,” urai Basaria di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (14/7).
Dari situ, tim langsung bergerak dan mengamankan Audrey di ruang kerjanya pukul 14.30 WIB. Petugas kemudian mendapatkan dokumen tanda terima penyerahan uang Rp 500 juta kepada keponakan Eni.
Bersamaan dengan itu, tim juga mengamankan JBK di ruang kerjanya di Graha BIP. "Tim turut mengamankan sejumlah pihak seperti pegawai dan sopir JBK," sambung Basaria.
Dalam waktu yang hampir bersamaan tim KPK lainnya bergerak ke Jalan Widya Chandra untuk mengamankan Eni dan sopirnya pada pukul 15.21 WIB. Pada pukul 16.30 WIB tim mengamankan staf Eni di Bandara Soekarno-Hatta.
"Dini hari tadi pada tanggal 14 Juli 2018 tim mengamankan tiga orang lainnya yaitu MAK (M Al Khafidz) suami EMS dan dua staf EMS. Ketiganya diamankan di rumah EMS di daerah Larangan, Tangerang " jelasnya.
Lanjut mantan polisi ini menuturkan, uang Rp 500 juta yang diterima Eni diduga penerimaan keempat dari total Rp 4,8 miliar. Uang ini diduga sebagai komitmen fee 2,5 persen dari nilai proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Basaria menyebutkan, Eni pertama kali mendapat kiriman uang pada Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar, Maret 2018 sebesar Rp 2 miliar, pada 8 Juni 2018 sebesar Rp 300 juta dan terakhir Rp 500 juta saat KPK melakukan OTT.
Atas ulahnya, Eni yang menjadi penerima suap disangkakan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. (mg1/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Eni Saragih dan Johannes Kotjo Sandang Status Tersangka Suap
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan