jpnn.com, SIBOLGA - Pencarian terhadap korban banjir bandang di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) resmi dihetikan Tim Badan SAR Nasional (Basarnas).
“Penghentian pencarian korban sudah sesuai dengan SOP (standar operasional prosedur),” kata Komandan Rutin Basarnas Sibolga untuk operasi pencarian korban, Rovi Deni Lubis di Tapanuli Selatan, Kamis (6/12) sore.
BACA JUGA: Sungai Souraya Meluap, 9 Desa di Agara Terendam Banjir
Didampingi Kalaksa Badan Penanggulangan Bencana Daerah Tapanuli Selatan Ilham Suhardi, Rovi menjelaskan sesuai SOP pihaknya melakukan pencarian korban selama tiga hari sejak kejadian 29 November 2018 lalu, bahkan atas permintaan keluarga diperpanjang menjadi tujuh hari.
“Selama penyisiran aliran sungai Sialang sepanjang koordinat 19 kilometer bersama BPBD setempat yang dibantu masyarakat, pihak kecamatan, dan unsur TNI dan Kepolisian, kita sudah bekerja keras dengan didasari ilmu yang kita aplikasikan,” katanya.
BACA JUGA: Banjir Bandang Kembali Melanda Agara, 1.225 Warga Mengungsi
Menurut dia, terkait satu korban bayi berusia dua bulan bernama Hesta yang belum berhasil ditemukan, sudah diiklhaskan oleh pihak keluarga. “Itu hasil evaluasi Basarnas dengan keluarga korban,” ujarnya.
Bupati Tapanuli Selatan Syahrul M Pasaribu melalui Kalaksa BPBD Ilham Suhardi pada kesempatan itu mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada seluruh elemen yang terlibat membantu pencarian yang berhasil menemukan jasad Cindi (11 tahun).
BACA JUGA: Pemkot Padang Tanggap Darurat Banjir Selama Tujuh Hari
“Meski resmi pencarian dihentikan, namun diharap bagi masyarakat terus dapat melakukan pemantauan dengan harapan korban bayi Hesta dapat ditemukan,” harap Syahrul.
Sebelumnya, banjir bandang melanda Mosa Palang, Desa Gunung Baringin, Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kamis (29/11) malam sekitar pukul 20.00 WIB. Dua anak hilang, salahsatunya masih bayi.
Air bah itu berasal dari sungai kecil, Sungai Sialang yang berada di antara hutan dan kebun warga di desa itu yang ujungnya nanti bermuara ke sungai Garonggang. Awalnya, semenjak pukul 17.00 WIB, intensitas hujan tinggi dan durasi panjang. Wasito (53) dan keluarga memiliki rumah dengan jarak beberapa meter di atas bibir sungai yang bila normal hanya sedalam mata kaki. Dan cukup jauh dengan permukiman di dusun itu.
Pada saat sungai kecil itu terlihat mulai membesar, Wasito dan istrinya, Erniawati (50) dan anak bungsunya, Cindi Aulia (11) keluar rumah bermaksud mengungsi ke permukiman yang jauh dari sungai. Sementara anak sulungnya, Riko masih di luar rumah. Saat mengungsi, turut serta menantu Wasito, Putri (20) dan cucu, Hesta yang masih berusia 2 Bulan. Namun begitu keluar rumah, air bah itu perlahan-lahan juga lebih besar dan membawa material kayu.
Wasito membimbing putri bungsunya, Cindi dan menggendong sang cucu, Hesta. Kendati air itu mulai menghempaskan mereka, membenam dan material kayunya menghantam tubuh-tubuh yang panik itu. (ant/san/int)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jembatan Rusak, Ratusan Warga Baringin Masih Terisolasi
Redaktur & Reporter : Budi