jpnn.com, JAKARTA - Nama-nama beken di Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memastikan diri tak maju sebagai calon anggota legislatif (caleg) untuk Pemilu 2019. Tokoh beken PKS seperti Anis Matta, Fahri Hamzah dan Mahfuz Sidik sudah dipastikan tak ada dalam daftar bakal caleg (bacaleg) yang didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Tidak adanya nama-nama politikus PKS yang dikenal vokal dalam daftar bacaleg untuk Pemilu 2019 itu tak lepas dari persoalan internal. Fahri misalnya. Politikus asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu memang berseberangan dengan Presiden PKS M Sohibul Iman.
BACA JUGA: Kenapa Saya Tak Nyaleg?
Fahri mengaku akan fokus menempuh jalur hukum untuk melawan petinggi PKS yang telah memecatnya. "Saya ingin menyelesaikan apa yang saya hadapi. Saya ini kan dipecat sepihak oleh segelintir pimpinan PKS," ujarnya melalui pesan singkat.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Foto: dokumen JPNN
BACA JUGA: 5 Parpol Serahkan Daftar Bacaleg di Kota Bekasi
Memang, politikus vokal itu dikenal sebagai pendukung Anis Matta. Menurutnya, ada upaya menyingkirkan loyalis Anis di PKS.
Menurut Fahri, salah satu cara yang ditempuh elite PKS saat ini untuk menyingkirkan loyalis Anis adalah dengan memaksa bacaleg menandatangani surat pengunduran diri dini di atas kertas bermeterai tanpa tanggal. Menurut Fahri, DPP PKS tak berhak melakukan sistem ijon seperti itu.
BACA JUGA: Politikus PKS Mempersoalkan Soliditas Pendukung Jokowi
"Itu merampas pilihan rakyat. Yang memilih rakyat, bukan partai. Partai cuma mencalonkan,” ujar mengomentari surat edaran yang diteken Sohibul Iman itu.
Setali tiga uang dengan Fahri adalah Mahfuz Sidik. Legislator PKS yang pernah memimpin Komisi Pertahanan dan Intelijen DPR itu sudah tak masuk di daftar bacaleg.
Mantan Wakil Sekjen PKS Mahfuz Sidik. Foto: dokumen JPNN
“Saya tidak jadi caleg lagi. Nama saya dicoret dari PKS,” ujar Mahfuz yang juga dikenal dekat dengan Anis itu.
Tapi gejolak tidak hanya di level pusat. Sebab, kader PKS di daerah pun tak mau menuruti kemauan elite PKS saat ini.
Banyak kader di bawah yang menilak menandatangani surat edaran DPP PKS tentang kesediaan mengundurkan diri sebagai caleg terpilih. Edaran yang disebut oleh Fahri sebagai ‘surat ijon’ itu tak serta-merta diikuti kader bawah.
Imbasnya, kader yang tak menandatanganinya tak sekadar dicoret dari daftar bacaleg PKS, tapi juga dipecat dari struktur kepengurusan. Ketua DPD PKS Blitar Ali Muchsin adalah salah satu contohnya.
Muchsin mengaku dicopot secara mendadak. Dia bersama sejumlah koleganya menolak menandatangani ‘surat ijon’ ala DPP PKS itu.
“Karena setelah mengamati surat itu bisa berimplikasi terhadap hukum jika ditandatangani, baik ketika kita salah atau benar," katanya.
Muchsin menuturkan, DPW PKS Jatim memaksanya meneken surat kesediaan itu. Tapi, dia memilih tak menandatanganinya.
Sikap serupa juga ditunjukkan wakil ketua dan bendahara DPD PKS Blitar. Surat pemecatan pun turun.
"Pada akhirnya muncul surat keputusan tentang kepengurusan baru yang tidak berisi nama-nama pengurus harian yang tidak mau menandatangani surat edaran," pungkasnya.
Hal serupa juga dialami Ketua DPD PKS Kabupaten Situbondo Imam Ashori. Mantan Ketua DPW PKS Jawa Timur Hamy Wahjunianto mengatakan, Imam dicopot karena tidak mau menandatangani surat edaran dari DPP PKS itu.
"Ketum DPD PKS Situbondo resmi dipecat karena tidak mau tanda tangan surat pernyataan pengunduran diri," katanya.(jpg/JPC/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kalah di Pilkada, Golkar Daftarkan Gubernur Riau Jadi Caleg
Redaktur & Reporter : Antoni