jpnn.com - SAAT ditemui di Rutan Kelas I Surabaya (Medaeng) Jumat (23/5), Udin, penghuni blok I (Indah) itu berkali-kali melihat ke luar jendela. Sesekali dia memiringkan kepala dan mendengarkan secara saksama suara petugas penjara yang memanggil nama penghuni melalui pengeras. Remaja 17 tahun tersebut berharap namanya dipanggil. Pertanda ada keluarga yang membesuknya di penjara.
Namun, harapan Udin tidak terwujud. Hingga jam besuk berakhir, tidak terdengar namanya dipanggil. Padahal, dia sangat ingin bertemu orang tuanya. Dia mau memastikan soal kabar kelulusannya sekaligus memberikan kabar gembira tentang kebebasannya.
BACA JUGA: Ke Madeira, Mengunjungi Rumah Sejarah Cristiano Ronaldo
’’Besok (Sabtu, 24/5) saya pulang kan Pak?’’ tanyanya pada Teguh Hartaya, Kasi Pelayanan Tahanan Rutan Kelas I Surabaya.
Hartaya yang kala itu belum tahu jadwal kebebasannya mengaku tidak tahu. Tapi, Udin yakin hari itu dirinya akan keluar penjara. Vonis pidana penjara selama 2 bulan 15 hari telah tuntas dijalani. Keyakinan remaja kelahiran Surabaya itu makin kuat saat Hartaya menerima berkas milik para napi yang akan bebas hari itu untuk ditandatangani.
BACA JUGA: Sambut Final Liga Champions, Menara Belem Jadi Jujukan Turis di Lisbon
Di antara berkas kebebasan itu, ada miliknya. Saat Hartaya membubuhkan tanda tangan di berkas, Udin berupaya mengintip. Duduknya yang awalnya membungkuk dibuat tegak. Dengan begitu, badannya menjadi lebih tinggi. Udin berusaha mengintip nama para napi dalam berkas yang ditandatangani.
’’Namamu Udin ya, jadwalnya memang besok bebas. Tapi, karena temanmu masih di sini, bebasnya ditunda dulu,’’ kata Hartaya dengan nada canda sambil melirik Vino, rekan Udin yang masih harus menjalani hukuman hingga Oktober mendatang.
BACA JUGA: Hukum Pemburu Badak Sumatera dengan Dijadikan Saudara
Mendengar guyonan Hartaya, wajah Udin langsung tegang. Tapi, senyum kembali mengembang saat Hartaya memastikan hari itu dia bisa menjadi warga merdeka lagi. Anak keempat dari lima bersaudara itu pun berjanji tidak masuk bui lagi. Dia tidak ingin membuat malu keluarga dan sekolah kembali.
Karena itu, setelah bebas nanti, Udin ingin segera berkumpul dengan keluarga sekaligus minta maaf pada mereka. Juga, pada sekolah karena ulahnya telah membuat citra sekolah swasta di kawasan Tambaksari itu tercoreng. Gara-gara tindak pidana yang dilakukan Udin, nama sekolah ikut disebut.
’’Untuk menebus kesalahan, saya berusaha menjadi anak dan siswa yang baik selama di penjara. Saya bertekad bisa lulus sekolah,’’ ungkap penghuni anak yang dipidana gara-gara perkara pencurian sepeda motor tersebut.
Sebulan menjelang unas, tepatnya pada awal Maret, Udin ditangkap polisi. Saat dijebloskan ke dalam tahanan, dia sempat putus harapan. Namun, anak yang tinggal di wilayah Sidotopo itu tetap harus menuntaskan pendidikan. Saat pertama masuk penjara, dia membawa perlengkapan sekolah. Buku-buku pelajaran untuk unas dimasukkan dalam tas.
Di tahanan, Udin pun semangat belajar. Meski proses belajar yang dilakukan tidak maksimal karena harus menjalani pemeriksaan, dia tetap tidak putus asa. Saat senggang, buku pelajaran yang dibawa dibaca. ’’Di rutan, belajarnya lebih ditingkatkan karena menjelang ujian. Setelah ujian, deg-degan menunggu pengumuman,’’ tegas siswa jurusan IPS (ilmu pengetahuan sosial) itu lantas tertawa.
Hal yang sama dilakukan Vino, teman satu sekolah Udin yang mengambil bidang studi IPA (ilmu pengetahuan alam). Siswa ’’senior’’ karena telah berumur 20 tahun itu pun mengaku belajarnya di gas pol (maksimal) saat di rutan. Terlebih saat menjelang unas. Napi kasus pencurian dengan pemberatan yang diadili dalam satu perkara dengan Udin itu pun meluangkan lebih banyak waktu untuk belajar.
Tapi, dia mengaku tidak pernah belajar bersama Udin meski berada dalam sel yang sama. Bagi siswa yang sempat berhenti sekolah selama tiga tahun itu, belajar bersama malah membuatnya tidak bisa berkonsentrasi. Sebab, mereka justru sering terlibat pembicaraan yang tidak berhubungan dengan pelajaran. Karena itu, Vino lebih nyaman belajar sendiri.
Tiap malam, sekitar tiga jam, dia habiskan untuk membaca buku pelajaran. ’’Buku-buku yang saya bawa ya yang berkaitan dengan enam mata pelajaran untuk unas saja. Biologi, kimia, fisika, bahasa Indonesia, matematika dan bahasa Inggris,’’ lanjutnya.
Vino mengaku memiliki tempat favorit untuk belajar sendiri. Yakni, di ruangan yang berdekatan dengan musala di blok hunian. Di dekat tempat ibadah itu, anak kesembilan dari sembilan bersaudara tersebut mengaku tenang saat belajar. Teman-temannya yang ingin mengganggu pun merasa sungkan. Udin pun jauh dari gangguan karena dia lebih senang menyendiri di pojok sel saat mempelajari buku pelajaran.
Para tahanan dan napi lain pun tidak pernah menyembunyikan buku atau perlengkapan sekolah Vino. ’’Paling teman hanya bilang, ’Lapo sinau. Enak dolanan, nontok TV ae (kenapa belajar. Enak bermain, lihat TV saja, Red)’,’’ ungkap Vino menirukan ucapan rekannya.
Vino pun tak menanggapi omongan rekannya itu. Dia bertekad harus belajar setiap malam. Dia dan Udin hanya bisa belajar waktu malam karena tenang. Jika pagi hari, suasana rutan tidak kondusif untuk belajar. Banyak aktivitas yang dilakukan penghuni. Mereka pun terkadang harus bertemu keluarga yang bertandang ke rutan.
Meski masih memiliki kesempatan belajar dan ujian di rutan, Vino dan Udin mengakui bahwa proses belajar di rumah dan sekolah lebih mengasyikkan. Bila tidak di tahanan, mereka tidak perlu boyongan, membawa buku dan perlengkapan sekolah lain ke dalam hunian. Mengerjakan ujian pun tidak perlu waswas. Mereka mengaku suasana ujian di tahanan lebih menegangkan daripada di sekolah.
Sebab, peserta ujian sedikit. Pengawasan pun lebih ketat. ’’Rasanya kami dilihat pengawas terus-terusan. Jarak antara meja ujian dan pengawas sangat dekat. Jadi, kami tambah grogi,’’ ucap Udin terus terang yang diamini Vino.
Di Rutan Medaeng, proses ujian ditempatkan di ruang rapat, lantai 2 di bagian perkantoran. Ruangan tersebut terpisah dari blok penghuni. Dengan begitu, penghuni anak-anak dapat berkonsentrasi menghadapi ujian. Untuk unas SMA sederajat, ada empat penghuni rutan yang mengikuti ujian. Selain Udin dan Vino, ada Budi dan Rudi (juga nama samaran).
Budi yang tercatat sebagai salah seorang siswa SMK itu sudah bebas. Dia meninggalkan penjara sebelum pengumuman kelulusan. Sementara itu, Rudi yang sudah berada di rutan lebih dari setengah tahun itu dinyatakan tidak lulus. Siswa salah satu sekolah swasta itu mengungkapkan, kendala yang paling besar saat menghadapi ujian adalah dirinya sudah ketinggalan banyak pelajaran.
Selama lebih dari enam bulan di tahanan, dia tidak mengikuti perkembangan pelajaran. Karena itu, saat mengerjakan soal, dia mengaku mengalami kesulitan. Meski demikian, dia menganggap kegagalan yang dihadapi saat ini merupakan awal dari kesuksesan. Rudi yakin dirinya masih mampu mewujudkan impian menjadi pengusaha dan mendapat ijazah melalui jalur kejar paket. ’’Saya yakin bisa lulus saat kejar paket,’’ ucap napi yang dinyatakan turut serta melakukan pencurian dengan pemberatan dengan hukuman setahun penjara itu.
Meski telah menyandang status narapidana, impian para siswa tidak sirna. Udin yang bercita-cita ingin memiliki usaha mandiri itu pun bertekad segera bekerja. Bahkan, Vino berkeinginan melanjutkan pendidikan kembali. Dia ingin meraih gelar sarjana. Bahkan, dia juga telah mengincar bidang studi saat kuliah nanti. Yakni, jurusan komunikasi.
’’Kalau sekarang, fokus cari kerja dulu. Mengumpulkan uang untuk kuliah,’’ ucap siswa yang pernah bergabung dengan klub sepak bola Indonesia Muda (IM) sejak sekolah dasar (SD) hingga 2013 lalu.
Hartaya sendiri mengaku bangga dengan prestasi para penghuni blok I. Bisa lulus unas saat menjalani pidana di dalam penjara menjadi prestasi tersendiri. Apalagi, selama ini jarang terjadi tahanan atau napi yang ikut ujian atau unas di rutan berhasil lulus. Sebagian besar mengalami kegagalan. ’’Ujian di penjara itu bebannya berat. Ya beban terkait dengan soal-soal. Juga, beban harus menjalani hukuman,’’ imbuhnya.
Namun, pihak rutan selalu memberikan waktu dan kebebasan para penghuni untuk belajar agar terwujud mimpi mereka meski di bui. Tapi, untuk mengetahui para penghuni lulus atau tidak, siswa yang di bui mengalami kesulitan. Sebab, mereka tidak diberi tembusan surat yang menyatakan lulus atau tidak. ’’Mereka tahu lulus dari teman yang membesuk,’’ ucap Hartaya.
Kini, Udin dan Vino berhasil mewujudkan keinginan untuk lulus ujian. Mereka berhasil menghadapi ujian. Bukan sekadar ujian sekolah, tapi juga ujian hidup di masa muda. Tapi, mereka tetap yakin, meski pernah hidup di penjara, bisa menjadi masyarakat yang berguna. (Maya Apriliani/c17/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bikin Tari Buku agar Anak-Anak Suka Membaca
Redaktur : Tim Redaksi