jpnn.com - Selama ratusan tahun para pelaut Portugis (kini lebih dikenal dengan nama Portugal) menguasai perekonomian Eropa, meneguhkan kejayaan sebagai bangsa pelaut ulung, dan menyebarkan Injil di daerah jajahannya.
Tetapi, seiring lepasnya daerah jajahan Portugis –terakhir Makau diserahkan ke Tiongkok pada 1999– habis pula kejayaan mereka di lautan.
BACA JUGA: Hukum Pemburu Badak Sumatera dengan Dijadikan Saudara
Salah satu bukti bekas kejayaan masa lalu Portugis itu berada di mulut Sungai Targus di Kota Lisbon. Yakni, Menara Belem atau Torre de Belem dalam bahasa Portugis.
Awalnya saya tidak tertarik mengunjungi Belem dalam suasana hujan dan suhu 12 derajat Celsius yang membuat jari-jari tangan saya mati rasa. Namun, Fernando,bellboy hotel yang saya tempati, meyakinkan saya harus ke sana. Artefak itu tidak boleh dilewatkan bila orang asing mengunjungi Portugal.
BACA JUGA: Bikin Tari Buku agar Anak-Anak Suka Membaca
”Christopher Columbus pun berhenti di Belem setelah menemukan dunia,” katanya.
Menara yang berdiri pada abad ke-15 itu merupakan bangunan terakhir yang dilihat para pengelana lautan Portugis ketika kapalnya meninggalkan Lisbon.
BACA JUGA: Fisika Dapat 10, Matematika Raih 9,75
”Setelah menerima pemberkatan di Biara Santo Jeronimos (sekitar 200 meter dari Menara Belem, Red), mereka akan mulai melaut. Vasco da Gama mungkin berlinang air mata ketika berpamitan di Belem ini,” kelakar Jose, guide Menara Belem.
Benteng setinggi 30 meter itu sekaligus bangunan pertama yang dilihat dari lautan ketika kapal-kapal Gran Nau (kapal besar dengan berat lebih dari 1.000 ton) kembali dari daerah jajahan dengan membawa emas-permata dari Cape Town di Afrika Barat dan rempah-rempah bahan minuman keras dari wilayah jajahan lainnya.
”Ketika pulang dan melintasi Menara Belem, para pelaut akan melambaikan tangan pada patung Virgem de Boa Viagem (Virgin of the Safe Homecoming) yang berada di bagian selatan,” terang Jose.
Patung Bunda Maria itu digambarkan tengah menggendong anak kecil dengan tangan kanan dan melambaikan seuntai anggur di tangan kiri.
Menara empat lantai itu dibangun pada masa pemerintahan Raja Manuel I pada 1515 dengan batu padas sisa pembangunan Gereja Santa Maria de Belem. Awalnya dibangun sebagai tower pengamat bagi legiun penjaga pantai yang bermarkas di Kastil Sao Vicente de Belem. Tak lama kemudian, menara itu ditambahi bangunan dua lantai yang berfungsi sebagai benteng pertahanan.
Menara tersebut pernah menjadi tempat penahanan Paus Leo X. Tidak jelas mengapa Paus Leo ditahan Manuel yang juga seorang kristiani. Tidak jelas pula mengapa Manuel ketika itu mengirim bayi badak untuk Paus yang berada di tahanan. Hadiah tersebut lalu diabadikan dalam bentuk ukiran seekor badak di badan menara. Dalam masa penahanan Paus itulah lantai keempat menara diubah menjadi altar.
Sebagai benteng pertahanan Lisbon, menara itu dua kali gagal menahan serangan musuh, yakni bangsa Spanyol dan Prancis. Pada 1630-an menara tersebut diubah menjadi portal bea cukai hingga aturan bea masuk kapal asing dihapus pada 1655.
Ketika seisi Lisbon hancur karena gempa besar pada 1755, Menara Belem masih kukuh berdiri. Pada 1983 Menara Belem ditetapkan sebagai salah satu warisan dunia oleh UNESCO. Menara Belem kini menjadi salah satu objek wisata utama Lisbon selain Kastil St George di pucuk bukit di tengah kota lama.
Saat saya berkunjung ke menara itu Rabu (21/5), tampak pula ratusan turis dari berbagai negara. Mereka berombongan naik bus tingkat sightseeing maupun bus pariwisata. Mereka antara lain adalah calon penonton final Liga Champions yang mempertemukan Real Madrid dengan Atletico Madrid di Lisbon Sabtu waktu setempat (24/5) atau Minggu dini hari WIB (25/5).
Hujan ringan, angin laut, dan suhu udara 12 derajat Celsius membuat pengunjung tak lama-lama berada di Menara Belem. Setelah mengelilingi menara, ambil foto sana-sini, pengunjung langsung masuk kembali ke bus yang dilengkapi pemanas udara. Ada juga yang memilih masuk ke kafe terapung yang tak jauh dari menara. Dari dek belakangnya pengunjung dapat melihat dua ikon Kota Lisbon sekaligus, yakni jembatan gantung 25 de Abril dan Menara Belem.
Berbeda dengan Kastil St George atau museum-museum lain di Lisbon yang mengutip bea masuk, kota praja Lisbon tidak memungut ongkos sepeser pun untuk masuk ke Menara Belem. Hanya, untuk dapat naik ke lantai tertinggi, pengunjung harus membayar tiket Eur 4 (sekitar Rp 46 ribu).
”Tapi, uang tiket itu bukan untuk mencari keuntungan atau mengganti biaya operasional. Bea masuk itu untuk mengurangi jumlah pengunjung yang ingin naik ke menara. Bila terlalu banyak orang yang naik, bisa mengurangi kekuatan menara,” ujar Jose.
Dari pusat kota lama Lisbon, pengunjung Menara Belem dapat menggunakan trem dengan tiket Eur 6 (Rp 69 ribu) yang berlaku selama 24 jam. Seperti semua museum lain di Lisbon, Belem baru dibuka pukul 09.00. Khusus Senin, Belem akan tutup untuk perawatan dan pembersihan. Namun, pengunjung tetap dapat melihat dari luar.
Setelah dari Menara Belem, saya sempat melihat Mosteiro dos Jeronimos yang memiliki struktur dan ornamen zaman Manuelito yang menakjubkan. Suguhan utama di biara ini sudah dipajang tak jauh dari pintu masuk: keranda Vasco da Gama, penjelajah dunia, gubernur India, tuan tanah kawasan perdikan Vidigueira. Di biara inilah Vasco da Gama menghabiskan malam untuk berdoa sambil berlutut sebelum perjalanan panjang menemukan gua di India yang membuka jalan Portugis menguasai dunia.
Tentu tidak ada mayat utuh di keranda itu karena jenazah Vasco da Gama sebenarnya dimakamkan di Gereja Saint Francis di Kochi, India. Namun, setelah dimakamkan di Kochi selama lebih dari 15 tahun, sisa jasad Vasco da Gama dibawa kembali ke Vidigueira dan dimakamkan dengan peti mati yang dipenuhi emas dan permata. Lebih dari 40 tahun kemudian, jasad Vasco da Gama kembali dibawa ke Biara Jeronimo agar dapat bersanding dengan dua raja Portugis yang dilayaninya, Manuel I dan John III.
Meski kontroversi tentang perjalanannya ke India penuh tragedi, kematian, keserakahan, dan kepedihan, Vasco da Gama tetap mendapat tempat tertinggi di hati rakyat Portugal. Belasan situs monumental yang dinamai Vasco da Gama menjadi bukti. Jalan-jalan dan lantai-lantai plaza di Lisbon yang terbuat dari keramik dan pecahan batu padas mayoritas bermotif ombak, hitam dan kuning, mirip keramik kediaman Vasco da Gama di Sines.
Turis yang hanya mengetahui keberhasilan Vasco da Gama pun lebih banyak mengerumuni peti batu cokelat muda, dengan patung Vasco da Gama terbaring di atasnya, daripada dua raja yang dilayaninya. Sebait puisi dari roman futuristis Lusiadyang menceritakan keberhasilan ekspedisi pertama Vasco da Gama terpahat di sekeliling peti.
Dulu Vasco da Gama berkelana keliling dunia mencari kemakmuran untuk rakyat Portugal. Kini, ratusan tahun setelah kematiannya, Vasco da Gama tetap mendatangkan kemakmuran untuk Portugal, melalui pariwisata. (Ibnu Yunianto/c10/c9/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Guru Kaget saat Tiba-Tiba Digerebek Mucikari
Redaktur : Tim Redaksi