jpnn.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menjelaskan bahwa Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) 20/2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ Kota dalam Pemilu 2019 justru menjadi polemik karena campur tangan Bawaslu RI.
“Masalahnya disebabkan oleh intervensi Bawaslu dalam penafsiran hukum," katanya saat ditemui di Jalan Brawijaya VIII, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (6/9).
BACA JUGA: Temuan Bawaslu: Ada 2,61 Juta Penduduk Belum Terekam e-KTP
Mahfud menjelaskan bahwa UU 7/2017 tentang Pemilu memang membolehkan mantan napi kasus korupsi, narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak ikut nyaleg.
Namun demikian, tiga mantan napi ketegori itu telah dilarang pencalonnya melalui PKPU 20/2018. Apalagi peraturan buatan KPU itu sudah diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Hal itu ditegaskannya menjadikan PKPU sudah menjadi sah secara hukum.
BACA JUGA: Ngebet Jadi Caleg, Mantan Koruptor Ini Ancam Pidanakan KPU
"Itu (PKPU pelarangan mantan napi nyaleg) sudah sah. Harus berlaku," tegasnya.
Satu-satunya jalan untuk membatalkan PKPU tersebut, lanjut Mahfud adalah melalui putusan Mahkamah Agung (MA).
BACA JUGA: Gelar Karpet Merah untuk Eks Koruptor, Bawaslu Pro-Korupsi?
Jika kemudian Bawaslu langsung ikut campur, maka pemilu akan menjadi kacau. Sebab, parpol yang sebelumnya sudah taat untuk tidak ajukan calon eks koruptor, kini meminta dibuatkan daftar baru lagi lantaran ada peluang diloloskan Bawaslu.
“Jadi kacau masalahnya. Karena itu menurut saya, yang keputusan Bawaslu itu harus diabaikan. Kita nunggu putusan MA soal JR karena PKPU itu sudah sah diundangkan," pungkasnya. (ian/rmol)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Daftar Nama Eks Napi Koruptor Diloloskan Bawaslu
Redaktur & Reporter : Adil