jpnn.com, JAKARTA - Bea Cukai dituntut untuk selalu dinamis dan responsif dalam menjalankan fungsinya sebagai revenue collector, trade facilitator, industrial assistance, dan community protector.
Dalam menghadapi hal itu, Bea Cukai telah beberapa kali melaksanakan reformasi dimulai sejak 90-an.
BACA JUGA: Bea Cukai Optimalkan Patroli Laut Agar Keamanan Perairan & Iklim Usaha di Batam Tetap Kondusif
Perusahaan pelat merah itu mencanangkan program Penguatan Reformasi Kepabeanan dan Cukai (PRKC) pada 2017 hingga 2020.
Tak berpuas diri, Bea Cukai melanjutkan upaya perbaikan terus menerus dengan melaksanakan program PRKC Berkelanjutan (PRKCB) yang direncanakan selesai pada 2024.
BACA JUGA: Tingkatkan Investasi di Batam, Bea Cukai Bentuk 2 Kawasan Fasilitas KEK
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Encep Dudi Ginanjar mengungkapkan tujuan PRKCB adalah meningkatkan kinerja, kredibilitas, serta kepercayaan publik terhadap organisasi.
“Setiap program dalam PRKCB selalu dirancang dengan tujuan agar masyarakat semakin puas dengan kinerja Bea Cukai, sehingga kredibilitas dan muruwah institusi selalu terjaga, dan pada akhirnya kepercayaan publik terus meningkat,” katanya.
BACA JUGA: Bea Cukai: 2 KEK Baru di Batam dalam Proses Pengusulan
Dia menambahkan PRKCB yang dilakukan Bea Cukai saat ini menitikberatkan perbaikan pada penguatan integritas dan perbaikan proses bisnis yang berbasis informasi dan teknologi (IT).
Secara struktur, PRKCB terdiri dari empat insiatif strategis yang menjadi pilar utama, yaitu Penguatan Integritas dan Kelembagaan, Penguatan Pelayanan dan Pemeriksaan, Penguatan Pencegahan dan Penindakan Pelanggaran, serta Peningkatan Penerimaan Negara dan Dukungan Ekonomi.
Selain empat inisiatif strategis tersebut, dalam pelaksanaan PRKCB juga dibuat quickwins, yaitu program unggulan yang menjadi prioritas untuk diselesaikan guna menjawab tuntutan yang tinggi dari masyarakat.
Beberapa quickwins yang diinisiasi Bea Cukai antara lain adalah perbaikan layanan barang penumpang, barang kiriman, barang pekerja migran Indonesia, rush handling, dan National Logistic Ecosystem (NLE).
Pemilihan layanan yang termasuk dalam quickwins ini dilatarbelakangi oleh sifat layanan yang berdampak langsung pada masyarakat luas.
Melalui perbaikan layanan-layanan tersebut diharapkan dapat berdampak pada peningkatan kepuasan masyarakat terhadap layanan Bea Cukai.
Encep tidak memungkiri dalam setiap program akan ada tantangan atau hambatan.
Salah satu tantangan yang dihadapi adalah kurangnya koordinasi antarunit.
Hal ini dilatarbelakangi adanya temuan kurang bersinerginya antara pemilik proses bisnis dengan pengembang IT.
Akibatnya, terdapat beberapa proses bisnis yang masih tidak terakomodasi dari sisi pengembangan IT.
Sebaliknya, pengembangan IT yang mengedepankan simplifikasi terkadang tidak didukung regulasi dari sisi proses bisnis.
“Bea Cukai memandang perlu penyelarasan antara proses bisnis dengan pengembangan IT. Program penyelarasan proses bisnis IT ini menjadi terobosan, dikarenakan program ini seperti menjadi pemecah kebuntuan komunikasi antara pemilik proses bisnis dengan pengembang IT,” ujar Encep.
Secara keseluruhan, penyelarasan proses bisnis IT merupakan fondasi utama dalam mencapai tujuan reformasi kepabeanan dan cukai yang berkelanjutan, yaitu meningkatkan efisiensi operasional, memperkuat transparansi, dan meningkatkan kepuasan pemangku kepentingan.
Hal ini juga sejalan dengan visi Bea Cukai untuk menjadi institusi yang modern, profesional, dan berintegritas dalam menjalankan tugas pengawasan dan pelayanan kepabeanan dan cukai. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bea Cukai Tindak Jutaan Batang Rokok Ilegal dalam Truk di Banyumas
Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Dedi Sofian, Dedi Sofian