jpnn.com, JAKARTA - Bea Cukai dalam menjalankan tugas pengawasan terus melakukan upaya dalam menanggulangi penyelundupan di tengah-tengah masyarakat, salah satunya melalui pendekatan sosiokultural.
Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Sumatera bagian Timur Dwijo Muryono menjelaskan upaya penanggulangan masalah penyelundupan dihadapkan pada kendala.
BACA JUGA: Sosialisasi Aturan Pabean, Bea Cukai Menyasar Masyarakat, UMKM, dan Anggota TNI
Dia menyebut kendala itu ialah masyarakat yang kurang ikut serta dalam memberantas tindakan penyelundupan ini, walaupun media massa sudah cukup memuat berita-berita mengenai tindak kejahatan tersebut.
"Masyarakat tetap saja pasif, karena merasa beruntung dapat membeli barang-barang secara murah dengan mutu yang tinggi,” ungkapnya.
BACA JUGA: Polisi Bongkar Penyelundupan Sabu-Sabu dari Aceh, Tak Disangka, Pengendalinya Ternyata Ustaz ME
Menurut Dwijo, fenomena kejahatan di wilayah kepabeanan khususnya penyelundupan barang impor harus ditanggulangi dengan serius.
Khususnya oleh instansi terkait yang dalam hal ini adalah Bea Cukai kantor-kantor wilayah maupun kantor-kantor pelayanannya yang tersebar di berbagai daerah di wilayah NKRI dengan membentuk bagian atau unit-unit khusus untuk menangani kasus kejahatan kepabeanan.
BACA JUGA: War on Drugs, Bea Cukai Gandeng BNN, Libas Penyelundupan Paket Narkotika dari Belanda
Tindakan penyelundupan adalah suatu kejahatan memasukkan atau mengeluarkan barang secara gelap atau ilegal untuk menghindari bea yang dapat merugikan negara.
Timbulnya kerugian negara yang dimaksud adalah kekurangan uang yang nyata dan pasti jumlahnya (dapat dihitung) akibat perbuatan melawan hukum.
Baik secara sengaja atau lalai berasal dari pungutan negara yang tidak dibayar atau tidak disetor kepada kas negara oleh penyelundup berupa bea masuk dan pajak (Pajak Pertambahan Nilai/PPn, Pajak Penghasilan/PPh, Pasal 22 impor, PPn BM atau PPn Barang Mewah dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam rangka kegiatan impor barang dan bea keluar.
“Beberapa jenis pelanggaran yang terjadi bukan tidak mungkin untuk diberantas. Para pelaku melakukan pelanggaran dengan memanfaatkan lemahnya pengawasan dan karakteristik masyarakat yang mudah dimanfaatkan,” ungkap Dwijo.
Menurut dia, untuk memutus mata rantai pelanggaran perlu adanya upaya pengawasan yang intensif. Selain itu meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa turut serta melakukan pelanggaran hanya membuat perekonomian dan pembangunan tidak berkembang.
Menurut dia, Bea Cukai perlu merumuskan strategi yang dapat meningkatkan efektivitas pengawasan.
Pendekatan dengan menyentuh aspek sosiokultural dapat menjadi alternatif strategi untuk meningkatkan kesadaran hukum dan menggalang partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam melakukan pengawasan sosial, sehingga menjadi lebih efektif.
Strategi pendekatan sosiokultural adalah upaya untuk mengubah perilaku masyarakat dengan menggunakan aspek-aspek sosial dan budaya yang hidup di masyarakat setempat.
Untuk melakukan strategi tersebut, fungsi dan sinergi antarunit kerja harus dioptimalkan, karena keterbatasan tugas dan fungsi unit pengawasan pada PMK 188/PMK.01/2016 dalam kaitannya dengan pendekatan sosiokultural.
Dwijo menyampaikan metode pelaksanaan strategi pendekatan sosiokultural dilakukan dalam sebuah operasi penggalangan, yaitu suatu aktivitas yang dilakukan secara terencana, terarah, dan terukur.
Bertujuan mengubah atau menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi pihak penggalang, yang dilakukan di dalam negeri ataupun di luar negeri, untuk menanggulangi ancaman atau hambatan yang akan dilakukan pihak lawan terhadap kebijaksanaan yang akan dilakukan oleh pihak penggalang. (*/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Boy