Beban Utang Pemerintah Dinilai Masih Rendah

Minggu, 02 Juni 2019 – 08:38 WIB
Ilustrasi rupiah dan dolar. Foto: JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Lembaga pemeringkat Standard & Poor’s (S&P) menaikkan kembali rating utang Indonesia satu tingkat menjadi BBB dengan outlook stabil.

Peringkat tersebut naik dari level BBB-/stable outlook yang sebelumnya disematkan S&P kepada Indonesia.

BACA JUGA: Rupiah Melemah Lagi, Menko Darmin: Tidak Terlalu Mengkhawatirkan

Peringkat itu cukup baik karena Indonesia melompat dari peringkat BBB-/stable ke peringkat BBB/stable, tanpa melalui peringkat BBB-/positive terlebih dahulu.

BACA JUGA: Pertamina Siapkan Dana Investasi Rp 27 Triliun

BACA JUGA: Impor Barang Konsumsi Berpeluang Meningkat

’’S&P selama ini paling sulit memberikan perbaikan peringkat,’’ kata Menko Perekonomian Darmin Nasution, Jumat (31/5).

Dia bangga karena kini Indonesia mendapatkan peringkat BBB dari lima lembaga sekaligus. Yakni, S&P, Moody’s, Fitch Ratings, JCRA, dan R&I.

BACA JUGA: Bagaimana Cara Agar Serapan Bulog Bisa Lebih Baik?

Dalam laporannya, S&P menilai ekonomi Indonesia secara konsisten lebih baik daripada negara-negara peers di tingkat pendapatan yang sama.

Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) per kapita riil Indonesia mampu tumbuh 4,1 persen berdasar rata-rata tertimbang 10 tahun.

Sementara itu, pertumbuhan PDB per kapita riil dunia hanya 2,2 persen. Di sisi lain, beban utang pemerintah dinilai masih rendah dan kinerja fiskal pemerintah dinilai moderat.

S&P memproyeksikan rasio utang pemerintah stabil selama beberapa tahun ke depan.

S &P juga memprediksi defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) membaik.

Hal itu seiring dengan permintaan global dan peningkatan daya saing Indonesia yang stabil. Namun, Darmin meragukannya.

’’Jujur saja, kita masih bergulat soal itu, baik di (neraca) migas maupun nonmigas,’’ ucapnya.

Keraguan tersebut timbul karena isu perang dagang menghangat. Dampak yang dirasakan secara global bukan hanya pada arus perdagangan barang dan jasa, melainkan juga menjalar ke pasar keuangan hingga minat investasi global.

Menurut mantan gubernur Bank Indonesia (BI) itu, Indonesia memang sudah menunjukkan performa yang baik dalam pertumbuhan ekonomi di tengah berbagai risiko global.

Namun, jika perang dagang tersebut terus berlanjut, akan sulit bagi Indonesia maupun negara-negara lain untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

’’Mudah-mudahan tidak ada lagi tindakan negara maju yang makin menekan situasi,’’ lanjutnya.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan, kenaikan rating menunjukkan bahwa lembaga-lembaga prestisius memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap prospek perekonomian Indonesia.

Selain S&P, lembaga pemeringkat Moody’s dan Fitch telah memberikan status yang sama, yaitu investment grade.

’’Dalam laporannya, S&P menegaskan bahwa salah satu faktor kunci adalah prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat diyakini tetap berlanjut setelah terpilihnya kembali Presiden Joko Widodo,’’ jelasnya.

Di sisi eksternal, lanjut dia, keputusan BI menaikkan suku bunga kebijakan 175 bps dianggap sebagai kebijakan yang proaktif sehingga Indonesia mampu mengatasi risiko dari kerentanan eksternal.

Selain itu, S&P meyakini bahwa Indonesia tidak menghadapi extraordinary risk terkait dengan pemburukan pembiayaan eksternal karena didukung akses terhadap pasar keuangan yang kuat dan berkelanjutan. (rin/ken/c5/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Stok Bahan Pokok Aman, Harga Terkendali


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler