Bebas dari Penjara, Dua Jurnalis Reuters Tak Kapok Ungkap Kebobrokan Myanmar

Rabu, 08 Mei 2019 – 08:19 WIB
Wa Lone dan Kyaw Soe O, jurnalis Reuters yang dipenjara karena menginvestigasi pembantaian Rohingya di Myanmar, akhirnya bebas. Foto: Reuters

jpnn.com, NAYPIDAW - Kemarin, Selasa (7/5), Presiden Myanmar Win Myint membagi-bagikan amnesti. Di antara 6.520 tahanan yang dibebaskan, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo termasuk di dalamnya. Mereka adalah jurnalis Reuters yang ditahan gara-gara menginvestigasi pembantaian warga Rohingya.

''Tak ada kata-kata yang bisa mewakili kebahagiaan yang saya rasakan,'' ujar istri Kyaw Soe Oo, Chit Su Win sebagaimana dikutip The New York Times. Dia berterima kasih kepada pemerintah Myanmar dan para kolega suaminya yang telah membantu pembebasan.

BACA JUGA: Myanmar Bebaskan Dua Jurnalis Pengungkap Genosida Rohingya

Perempuan itu tak mau menaruh dendam kepada siapa pun meski tahu suaminya tak bersalah. Rekan Kyaw Soe Oo, Wa Lone, juga ikut dibebaskan.

BACA JUGA: Myanmar Bebaskan Dua Jurnalis Pengungkap Genosida Rohingya

BACA JUGA: Giliran Pemberontak Buddha Rongrong Pemerintah Myanmar

Penahanan Wa Lone dan Kyaw Soe Oo memang kontroversial. Mereka ditangkap pada 12 Desember 2017 dengan dakwaan melanggar undang-undang rahasia negara. Hukuman yang dijatuhkan lumayan lama, yakni 7 tahun penjara.

Hanya dalam hitungan hari setelah dipenjara, Wa Lone mendapat kabar bahwa istrinya, Pan Ei Mon, tengah hamil. Wa Lone tak bisa menemani istrinya melahirkan.

BACA JUGA: Dewan Pers: UU ITE Bukan Ancaman Bagi Pekerja Pers

Dilansir BBC, ketika itu Wa Lone dan Kyaw Soe Oo melaporkan pembantaian 10 warga muslim Rohingya di Rakhine yang terjadi pada September 2017. Mereka juga menyelidiki kuburan masal di Desa Inn Din dan lebih dari 740 ribu penduduk Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.

Wawancara dengan penduduk Buddha setempat dan petugas keamanan, serta foto-foto bukti pembantaian dikumpulkan dan diungkap melalui Reuters. Laporan yang membuka aib Myanmar terpampang nyata secara global itu membuat militer berang dan menjebak mereka.

Malam saat mereka ditangkap, seorang polisi meminta bertemu dengan Wa Lone. Kepala biro Reuters di tempatnya bekerja meminta dia membawa jurnalis lain. Kyaw Soe Oo diajak. Dua polisi mengajak mereka makan dan minum-minum.

Saat akan pulang, seorang pria memberikan koran kepada Wa Lone. Di dalamnya ada dokumen. Saat itulah mereka tiba-tiba ditangkap karena membawa dokumen rahasia negara.

Berbagai usaha dilakukan Reuters, lembaga HAM, dan para aktivis untuk membebaskan mereka. Sayangnya, semua usaha sia-sia. Selama berada di penjara, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo mendapat setidaknya 10 penghargaan. Salah satunya adalah Pulitzer Prize. Nama Wa Lone dan Kyaw Soe Oo juga masuk dalam daftar Person of the Year versi majalah Time bersama dengan beberapa jurnalis lain.

Karena itulah, pembebasan Wa Lone dan Kyaw Soe Oo langsung disambut baik oleh banyak pihak. Banyak yang tak menyangka bahwa nama mereka masuk dalam daftar penerima amnesti presiden.

Zaw Htay, juru bicara pemerintah Myanmar, mengungkapkan bahwa keluarga dua jurnalis itu menulis surat kepada Suu Kyi dan Presiden Win Myint. Karena itulah, dengan berbagai pertimbangan, mereka akhirnya dibebaskan.

''Kami sangat senang Myanmar telah membebaskan jurnalis-jurnalis kami yang pemberani,'' tutur Pemimpin Redaksi Reuters Stephen Adler.

Meski berada di balik jeruji besi selama ratusan hari, terbukti dua jurnalis itu tak lantas jera untuk menulis berita dan mengungkap kebenaran. ''Saya tak sabar pergi ke ruang redaksi. Saya seorang jurnalis dan akan tetap menjalani (profesi, Red) itu,'' kata Wa Lone. (sha/c14/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Arya Sinulingga Kesal Sama Rocky Gerung


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler