Beda Pajak bagi Penjual Properti di Dalam dan Luar Negeri

Senin, 13 November 2017 – 07:22 WIB
Ilustrasi apartemen. Foto: AFP

jpnn.com, JAKARTA - Principal Ray White Satelit Bambang Budiono mengatakan, banyak alasan yang membuat investor membeli properti di luar negeri.

’’Ada yang murni investasi. Tapi, banyak juga yang membeli untuk kebutuhan tempat tinggal anak selama sekolah di luar negeri,’’ ujarnya, Minggu (12/11).

BACA JUGA: Gerindra: Target Penerimaan Pajak Pasti Tidak Akan Tercapai

Situasi itu melatarbelakangi Ray White dan Era Galaxy mengadakan ekshibisi.

Mereka menawarkan sembilan proyek, baik landed house maupun apartemen, yang tersebar di beberapa negara.

BACA JUGA: 2 Bulan, Pemerintah Harus Kumpulkan Pajak Rp 425 Triliun

Di antaranya, Johor Baru di Malaysia, Singapura, Auckland, Selandia Baru, serta Australia yang mencakup Sydney, Melbourne, dan Perth.

Ada pula proyek di Bali dan Gili Trawangan, Lombok.

BACA JUGA: Sudah Saatnya Dirjen Pajak Lepas dari Kemenkeu

’’Bagi investor, regulasi pajak penjual di sana cukup menarik,’’ katanya.

Besaran pajak bagi penjual dihitung dari laba atau capital gain.

Berbeda dengan di Indonesia, pajak dihitung dari harga jual properti.

Rata-rata capital gain berbeda-beda setiap lokasi. Di Australia, misalnya, rata-rata capital gain setiap tahun mencapai 8–10 persen.

Principal Era Galaxy Sumatera Henry Nugroho menjelaskan, bila digunakan sebagai investasi, pendapatan lain dari membeli properti di luar negeri berasal dari sewa atau yield.

Rata-rata yield setiap tahun mencapai 3–4 persen.

’’Kisaran harga sewa itu mengikuti inflasi. Kebanyakan laju inflasi di luar negeri relatif stabil,’’ ungkapnya.

Kemudahan lain membeli properti di luar negeri adalah suku bunga kredit yang terjangkau. Yakni, kurang dari lima persen.

’’Tapi, sekarang membeli secara in-house lebih mendominasi, sekitar 60 persen,’’ jelas Henry.

Stabilitas politik dan ekonomi di negara tujuan investasi juga menjadi pertimbangan.

Karena itu, meski pajak pembeli dipatok tinggi, animo konsumen tidak terpengaruh.

Contohnya, Singapura yang menaikkan pajak bagi pembeli menjadi 18 persen.

Sebagaimana diketahui, pajak tersebut ditetapkan untuk menekan arus pembeli properti asing sekaligus menekan kenaikan harga properti di sana.

’’Tapi, minat pembeli asing, termasuk dari Indonesia, untuk membeli di Singapura masih tinggi. Jadi, pajak sebesar itu dinilai tidak mahal karena lokasinya menjanjikan,’’ terang Bambang.

Regulasi lain yang juga mendukung masuknya pembeli asing di negara tersebut adalah pemberian hak milik.

Kecuali untuk properti yang dibangun di atas lahan sewa, hak yang diberikan dibatasi dalam jangka waktu tertentu. Misalnya, selama 90 tahun.

’’Hampir di semua negara menerapkan hak milik. Beda dengan Indonesia yang statusnya hak pakai,’’ paparnya. (res/c14/fal)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rumah Primer Dominasi Penjualan Properti


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
properti   pajak  

Terpopuler