Begini Modus Pimpinan DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak Mengeruk APBD

Jumat, 16 Desember 2022 – 09:25 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua Simanjuntak sebagai tersangka kasus suap pengelolaan dana hibah. Foto: Fathan Sinaga/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Penyidik KPK telah menetapkan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur (Jatim) Sahat Tua P. Simandjuntak (STPS) menjadi tersangka penerimaan suap dana hibah.

Lembaga antirasuah menduga Sahat menerima uang sekitar Rp 5 miliar dari pengurusan alokasi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas).

BACA JUGA: Sahat Tua Simanjuntak Diangkut dari Gedung DPRD, Kini Dijebloskan ke Sel KPK

"Tersangka STPS telah menerima uang sekitar Rp 5 miliar," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis malam (15/12).

Selain Sahat, tersangka penerima suap lainnya ialah staf ahli STPS, Rusdi (RS).

BACA JUGA: ART: Penundaan Pemilu 2024 Sebuah Kejahatan Demokrasi

Pemberi suapnya Kepala Desa Jelgung Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang sekaligus selaku koordinator kelompok masyarakat (pokmas) Abdul Hamid (AH) dan koordinator lapangan pokmas Ilham Wahyudi (IW) alias Eeng.

Modus pimpinan DPRD Jatim itu mengeruk APBD berawal dari adanya realisasi dana hibah 2020 dan 2021 dalam APBD Jatim total sekitar Rp 7,8 triliun kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat yang ada di Pemprov Jatim.

BACA JUGA: Revisi UU IKN, Irwan Demokrat Sentil Janji Jokowi

Dana hibah itu di antaranya disalurkan melalui pokmas untuk proyek infrastruktur hingga sampai tingkat pedesaan.

Pengusulan dana hibah tersebut merupakan penyampaian aspirasi dan usulan dari para anggota DPRD Jatim yang satu di antaranya oleh tersangka STPS.

Kemudian, STPS menawarkan diri untuk membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah tersebut dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka (ijon).

Pihak yang bersedia untuk menerima tawaran Sahat Tua Simanjuntak tersebut ialah tersangka AH.

KPK menduga ada kesepakatan antara tersangka STPS dengan tersangka AH setelah adanya pembayaran komitmen fee berupa ijon.

"Maka tersangka STPS juga mendapatkan bagian 20 persen dari nilai penyaluran dana hibah yang akan disalurkan, sedangkan tersangka AH mendapatkan bagian 10 persen," lanjut Johanis.

Dalam perkara ini, tersangka STPS memfasilitasi penyaluran dana hibah pokmas yang dikoordinir tersangka AH pada 2021, telah disalurkan sebesar Rp 40 miliar dan pada 2022 tersalurkan Rp 40 miliar.

Nah, untuk mendapatkan dana hibah 2023 dan 2024, tersangka AH kembali menghubungi tersangka STPS. "Dengan bersepakat untuk menyerahkan sejumlah uang sebagai ijon sebesar Rp 2 miliar," tuturnya.

Dana ijo tersebut direalisasikan pada Rabu (14/12) oleh tersangka AH yang menarik tunai sebesar Rp 1 miliar di salah satu bank di Kabupaten Sampang, Jatim. Kemudian duit itu diserahkan kepada tersangka IW untuk dibawa ke Surabaya.

"Tersangka IW menyerahkan uang Rp 1 miliar tersebut kepada tersangka RS sebagai orang kepercayaan tersangka STPS di salah satu mal di Surabaya," ucap Johanis.

STPS lantas memerintahkan tersangka RS untuk segera menukarkan uang Rp 1 miliar tersebut di salah satu money changer dalam bentuk mata uang dolar Singapura dan dolar AS.

"Tersangka RS kemudian menyerahkan uang tersebut kepada tersangka STPS di salah satu ruangan yang ada di Gedung DPRD Jatim, sedangkan sisa Rp 1 miliar yang dijanjikan tersangka AH akan diberikan pada Jumat (16/12)," bebernya.

Hingga kini penyidik KPK terus menelusuri dan mengembangkan terkait jumlah uang dan penggunaannya yang diterima oleh tersangka STPS.(antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler