Begini Penjelasan Saksi dari KLHK soal Kedudukan Kawasan Hutan

Kamis, 19 Januari 2023 – 01:16 WIB
Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan Kementerian LHK Herban Heryadana menyatakan dalam menentukan kawasan hutan perlu ada kesepakatan pemerintah pusat dengan pemda, termasuk di Riau. ILUSTRASI. FOTO: Pixabay.com

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan Kementerian LHK Herban Heryadana menyatakan dalam menentukan kawasan hutan perlu ada kesepakatan pemerintah pusat dengan pemda, termasuk di Riau.

Hal itu disampaikannya saat bersaksi dalam sidang perkara dugaan korupsi perizinan lahan kelapa sawit PT Duta Palma Grup di Indragiri Hulu, Riau dengan terdakwa Surya Darmadi di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Rabu (18/1).

BACA JUGA: Saksi Sebut Tidak Ada Uang Duta Palma ke Luar Grup Perusahaan

Menurut Herban, kesepakatan penetapan kawasan kemudian diformalkan dalam bentuk peta tata guna hutan dengan Surat Keputusan Menteri.

Herban mengakui saat disepakati terjadi Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dalam peta tersebut ada wilayah areal penggunaan lain (APL) dan hutan produksi.

BACA JUGA: Perhutani dan PTPN III Optimalisasi Pemanfaatan Kawasan Hutan 

"Kalau kami pelajari dari peta yang ada, peta TGHK bisa ketahuan fungsinya kawasan hutan maupun bukan kawasan hutan. Di TGHK masih berbunyi HPK atau APL," kata Herban saat ditanya kuasa hukum Surya Darmadi, Juniver Girsang.

Juniver kemudian menanyakan apakah ada pembagian wilayah APL yang dikonversi menjadi perkebunan.

BACA JUGA: KHDPK untuk Atasi Persoalan Masyarakat di Kawasan Hutan Jawa

"Kalau kawasan hutan itu sebenarnya tidak mengacu ke wilayah-wilayah administrasi. Jadi, sebenarnya tinggal kita bagi saja berdasarkan batas-batas administrasi," jawab Herban.

Herban menyebut APL adalah area yang statusnya bukan kawasan hutan. Dia membenarkan jika di Riau ada yang dikonversi dan ada wilayah APL.

Pada 2017, dikeluarkan SK penundaan pemberian izin yakni SK.351/MENLHK/SETJEN/PLA.1/ 7/2017 tanggal 31 Juli 2017 tentang penetapan peta indikatif penundaan pemberian izin pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, dan perubahan peruntukan kawasan hutan dan areal penggunaan lain.

Sedangkan PT Duta Palma sudah beroperasi sebelum SK penundaan pemberian izin tersebut ke luar. Perusahaan itu diminta menyelesaikan persyaratan-persyaratan yang belum dipenuhi.

Juniver lalu menyinggung soal pengukuran kawasan dalam Pasal 14 yakni ada penunjukan dulu kawasan hutan yang berati belum riil kawasan hutan. Juga penataan batas kawasan hutan, apakah termasuk melibatkan termasuk kementerian ATR/BPN.

Herban menjelaskan bekas kawasan hutan itu merupakan kewenangan Kementerian LHK.

Dalam pemetaan kawasan hutan, kata Hendra, hasil batas tadi dianalisis parsial dan digabungkan tahapannya.

“Penataan batas kawasan hutan itu dilakukan oleh panitia tata batas, anggotanya dari UPT, kami, kemudian dari ATR/BPN, kemudian dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota," katanya.

Penetapan di Riau itu, kata Herban, sebenarnya sudah ada. Penetapan kawasan hutan itu jangan dipandang keseluruhan satu wilayah kawasan tadi, yakni satu provinsi.

“Ini bentuknya adalah bagian, jadi satu kelompok hutan yang sudah dilakukan penataan batas ketemu gelang, dari titik awal kemudian kembali menempel itu terhubung, itu yang bisa ditetapkan dengan SK menteri. Penetapan kawasan hutan kalau Riau tidak ada, saya bisa luruskan Riau sudah ada penetapan kawasan hutan. Dia SK-nya bervariasi, kalau sudah ada tata batas kemudian ditetapkan, untuk kelompok ini," kata dia.

Juniver setelah persidangan mengatakan perusahaan kebun di lokasi Duta Palma terjadi tumpang tindih aturan ketentuan TGHK dengan peraturan daerah. Akibatnya pengurusan izinnya menjadi terhalang sejak 2012.

“Kemudian, di dalam prosesnya, izin-izin atau syarat yang sudah disiapkan itu, tidak selesai dikarenakan terjadi kewenangan yang berbeda di pusat dan di daerah, itu sampai 2015," katanya.

Juniver melanjutkan tumpang tindih kebijakan daerah dan pusat lahirlah Undang-Undang Cipta Kerja. UU Cipta Kerja ini menyatakan tidak ada sanksi pidana, hanya merupakan sanksi administratif.

"Karena apa? Setiap perizinan yang sudah terlanjur memasuki kawasan hutan diberi waktu tiga tahun untuk membenahi memenuhi syarat-syarat agar mempunyai hak sebagaimana HGU dan hak pakai. Nah, dengan demikian, berlakunya UU Cipta Kerja ini sebetulnya tidak ada lagi permasalahan Duta Palma karena sudah diakomodasi UU Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020," katanya.

Oleh karena itu, kata Juniver, dalam keterangan saksi dari KLHK sudah dengan tegas menyatakan tidak boleh ada proses karena sudah masuk di dalam SK 351. Di mana Duta Palma harus memenuhi syarat-syarat karena sudah terlanjur menguasai kawasan hutan.

"Terlalu dini Kejaksaan mengajukan persoalan ini. Karena apa? Karena tadi di persidangan sudah terbukti perusahaan-perusahaan yang memasuki kawasan hutan itu, tahap satu itu sebanyak 1.192 perusahaan,” ujarnya.

Kalau kejaksaan konsisten, kata dia, ribuan perusahaan itu harus diproses sebagaimana mereka memproses hukum Duta Palma.

“Namun, apakah tidak menjadi masalah ekonomi, tenaga kerja yang ribuan ada di lokasi ini apabila diproses dan dipenjara, nah, ini akan penuh penjara. Dan pengadilan harus siap memproses, jadi tidak ada diskriminasi. Tidak ada kambing hitam, tidak ada pilih-pilih jika ingin menegakkan hukum dengan benar," tuturnya. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KLHK: HGU PT BUK di Luar Kawasan Hutan


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
KLHK   saksi   duta palma   Menteri   Kasus Korupsi   Sidang  

Terpopuler