jpnn.com - JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah menjadi salah satu dari tersangka kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi.
Penyidik KPK mengatakan RM diduga melakukan pemerasan terhadap anak buahnya dan menerima gratifikasi untuk membiayai pencalonan kembali dirinya sebagai gubernur dalam Pilkada Bengkulu 2024.
BACA JUGA: Selain Rohidin Mersyah, 2 Anak Buahnya Juga Tersangka Pemerasan Pegawai untuk Pilkada
“Pada Juli 2024, Saudara RM menyampaikan bahwa yang bersangkutan membutuhkan dukungan berupa dana dan penanggung jawab wilayah dalam rangka pemilihan Gubernur Bengkulu pada Pilkada Serentak bulan November 2024,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (25/11).
Atas permintaan RM, Sekretaris Daerah (Sekda) Bengkulu Isnan Fajri pada September-Oktober 2024 mengumpulkan seluruh pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) dan kepala biro di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu dengan arahan untuk mendukung program Rohidin yang kembali mencalonkan diri sebagai gubernur.
BACA JUGA: 570 PPPK Pemprov Bengkulu Terima SK, Gubernur Rohidin Mersyah Berpesan Begini
Beberapa waktu setelah pertemuan itu Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Bengkulu Syafriandi menyerahkan Rp 200 juta ke Rohidin melalui ajudan gubernur, dengan maksud agar Syafriandi tidak dicopot dari jabatannya sebagai kepala dinas
Selanjutnya, Kepala Dinas PUPR Bengkulu Tejo Suroso juga kemudian menyerahkan uang Rp 500 juta. Dana itu berasal dari pemotongan sejumlah anggaran seperti ATK, SPPD, sampai tunjangan pegawai.
BACA JUGA: Sikap Gubernur Rohidin Mersyah soal Penghapusan Honorer, Tegas!
Saat diperiksa penyidik KPK, Tejo mengaku dipaksa oleh Rohidin dan jabatannya akan diberikan ke orang lain jika Rohidin tidak terpilih kembali sebagai Gubernur Bengkulu.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bengkulu Saidirman kemudian menyetorkan Rp 2,9 miliar atas permintaan Rohidin.
Rohidin juga memintanya mencairkan honor pegawai tidak tetap dan honor guru tidak tetap di Provinsi Bengkulu sebelum 27 November 2024.
“Jumlah honor per orang (yang disunat) Rp 1 juta,” kata Alex.
Kemudian, Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra Bengkulu Ferry Ernest Parera mengumpulkan dana dari sejumlah satuan kerja sebesar Rp 1,4 miliar yang juga disetorkan kepada Rohidin.
Penyidik KPK yang menerima informasi soal pemerasan tersebut kemudian melakukan investigasi dan berujung dengan operasi tangkap tangan (OTT) pada Sabtu (23/11) malam.
Dalam operasi tangkap tangan tersebut penyidik KPK menangkap delapan orang yakni Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Sekretaris Daerah Bengkulu Isnan Fajri dan ajudan Gubernur Bengkulu Evrianshah alias Anca.
Lima orang lainnya, yakni Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di daerah Bengkulu Saidirman, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bengkulu Syarifudin, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu Syafriandi, Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra Provinsi Bengkulu Ferry Ernest Parera, dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUPR) Provinsi Bengkulu Tejo Suroso.
Delapan orang tersebut kemudian diterbangkan KPK ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan, tetapi setelah dilakukan pemeriksaan intensif, hanya tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Rohidin Mersyah, Isnan Fajri, dan Evrianshah alias Anca.
"KPK selanjutnya menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni RM, IF, dan EV," kata Alex.
Penyidik KPK selanjutnya menahanan ketiga orang tersebut selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) cabang KPK.
Ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 KUHP. (antara/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Mufthia Ridwan