Begini Saran IDI untuk Mengatasi Defisit Anggaran BPJS

Sabtu, 10 November 2018 – 13:20 WIB
BPJS Kesehatan. Ilustrasi Foto: Idham Ama/Fajar/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Defisit anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang diperkirakan tahun ini mencapai Rp 16,5 triiun mendapat perhatian dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Menurut Ketum PB IDI Dr. Daeng M Faqih, berdasarkan undang-undang ada tiga jalan yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan masalah defisit anggaran BPJS Kesehatan.

BACA JUGA: Angka Defisit BPJS Kesehatan, Tunggu Review Kedua BPKP

"Pertama menaikkan iuran setiap peserta baik untuk Kelas I, Kelas II, dan Kelas III termasuk mereka yang terdaftar sebagai peserta PBI,” kata Daeng di Jakarta, Jumat (9/11).

Cara yang kedua, lanjutnya, dengan mengurangi benefit pelayanan yang diberikan kepada peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Bisa juga penggabungan antara cara pertama dan kedua yakni menambah iuran kepada peserta tapi beban manfaat yang harus diberikan rumah sakit dikurangi.

BACA JUGA: Dipasok Rp 4,9 T, Defisit BPJS Kesehatan Masih Berlanjut

Daeng berpendapat langkah paling bijak yang bisa dilakukan pemerintah yaitu dengan menggunakan cara penggabungan pertama dan kedua. "Yaitu dengan menambah kecukupan dana iuran peserta sekaligus menyesuaikan manfaat pelayanan yang diberikan rumah sakit kepada pasien," terangnya.

Sementara Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar mengungkapkan defisit anggaran terjadi karena penerapan tarif Indonesian Case Base Groups (INA CBGs). Diduga kuat paket pembiayaan INA CBGs yang diterapkan BPJS Kesehatan kepada sekitar 2400-an rumah sakit di seluruh Indonesia menyebabkan peserta mendapatkan pelayanan pengobatan 'under-treatment'.

BACA JUGA: Sentilan Jokowi Belum Tentu Tuntaskan Masalah BPJS Kesehatan

“Penanganan ini disebabkan karena paket yang diberikan pemerintah kepada rumah sakit, masih belum masuk nilai keekonomian yang mereka terapkan,” jelasnya.

Karena itu pihaknya berharap ada komunikasi antara pemerintah dan pihak rumah sakit untuk membicarakan kembali skema INA CBGS yang selama ini diterapkan. Ini agar bisa diterima nilai keekonomiannya.

"Hal itu harus dilakukan supaya tidak merugikan pihak-pihak yang berkepentingan mulai dari rumah sakit, dokter dan perawat, perusahaan alat kesehatan dan obat-obatan, sampai peserta JKN yang membutuhkan pelayanan kesehatan," tutupnya.(esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BPJS Kesehatan Tunggak Rp 20 Miliar di RSUD


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler